Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Keliru, Konten Berisi Klaim bahwa Anggota KPPS Pemilu 2019 Meninggal Karena Diracun PKI

Kamis, 16 November 2023 21:10 WIB

Keliru, Konten Berisi Klaim bahwa Anggota KPPS Pemilu 2019 Meninggal Karena Diracun PKI

Video berdurasi 1 menit 26 detik beredar di Tiktok [arsip], dengan narasi bahwa anggota Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) pada Pemilihan Umum (Pemilu) 2019 meninggal dunia karena diracun oleh Partai Komunis Indonesia (PKI). 

Video itu mencuplik pemberitaan stasiun televisi nasional yang menyebut bahwa Ikatan Dokter Indonesia (IDI) membahas penyebab kematian petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) pada Pemilihan Umum (Pemilu) 2019 tersebut karena diracun. 

Akun Tiktok tersebut bahkan menambahkan keterangan dengan narasi “HATI2 PEMILU 2024 JANGAN SAMPAI TERULANG. DI PEMILU 2019 ORANG KPPS DIRACUN PKI”. 

Lantas benarkah penyebab Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) pada Pemilihan Umum (Pemilu) 2019 meninggal dunia karena diracun oleh Partai Komunis Indonesia (PKI)?

PEMERIKSAAN FAKTA

Tempo lalu menelusuri video pemberitaan seperti yang dibagikan dengan terlebih dahulu memfermentasi menjadi gambar dengan menggunakan tools InVID, lalu gambar hasil fregmentasi ditelusuri dengan menggunakan tools Yandex Image. 

Hasilnya, cuplikan pemberitaan itu diambil dari video Kompas TV yang tayang pada 13 Mei 2019 berjudul “469 Petugas KPPS Meninggal, Penyebabnya Ternyata Bukan Kelelahan tapi…”

Kompas TV menyebutkan bahwa petugas KPPS yang meninggal pada 2019 dipicu karena penyakit yang telah diderita oleh petugas KPPS, seperti jantung dan saraf. Tidak ada pernyataan dari IDI bahwa kematian mereka karena diracun oleh Partai Komunis Indonesia.  

Dikutip dari arsip berita Tempo, penyebab meninggalnya ratusan petugas KPPS di 15 provinsi bukan karena racun. Setidaknya ada 13 penyakit seperti infarct myocard, gagal jantung, koma hepatikum, stroke, respiratory failure, hipertensi, meningitis, sepsis, asma, diabetes melitus, gagal ginjal, TBC, dan kegagalan multi organ yang menjadi penyebab petugas KPPS meninggal. 

Hasil audit medik yang dilakukan Kementerian Kesehatan juga menemukan hal yang sama, yaitu penyebab meninggalnya petugas KPPS sebanyak 51 persen adalah penyakit kardiovaskuler seperti jantung, stroke, dan hipertensi. 

Kematian tertinggi kedua adalah asma dan gagal pernapasan. Kemudian kematian tertinggi ketiga sebesar 9 persen karena kecelakaan. Sisanya karena diabetes, gagal ginjal, dan liver.

KPU sendiri bahkan telah membantah meninggalnya petugas KPPS karena keracunan dan informasi tersebut merupakan kabar bohong. KPU mendapati petugas KPPS yang meninggal disebabkan oleh penyakit yang mereka derita bukan karena racun.

Konten berisi klaim tersebut telah beredar sejak 2019 setelah Pemilihan Presiden 2019. CekFakta Tempo telah mempublikasikan hasil verifikasinya yang menandai klaim tersebut sebagai keliru.  

KESIMPULAN

Hasil pemeriksaan fakta Tempo, video berisi klaim bahwa anggota KPPS yang meninggal pasca Pemilu 2019 karena diracun oleh Partai Komunis Indonesia (PKI) adalah keliru

Berdasarkan hasil audit medik yang dilakukan Kementerian Kesehatan menemukan 51 persen KPPS yang meninggal dunia dikarenakan kardiovaskuler, seperti jantung, stroke, dan hipertensi. Kematian tertinggi kedua adalah asma dan gagal pernapasan. Kemudian kematian tertinggi ketiga sebesar 9 persen karena kecelakaan. 

Sisanya karena diabetes, gagal ginjal, dan liver. Komisi Pemilihan Umum (KPU) sendiri bahkan telah membantah meninggalnya petugas KPPS karena keracunan dan informasi tersebut merupakan kabar bohong. 

TIM CEK FAKTA TEMPO

** Punya informasi atau klaim yang ingin Anda cek faktanya? Hubungi ChatBot kami. Anda juga bisa melayangkan kritik, keberatan, atau masukan untuk artikel Cek Fakta ini melalui email cekfakta@tempo.co.id