Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

[Fakta atau Hoaks] Benarkah Virus Corona Wuhan adalah Senjata Biologis Cina yang Bocor?

Selasa, 28 Januari 2020 12:18 WIB

[Fakta atau Hoaks] Benarkah Virus Corona Wuhan adalah Senjata Biologis Cina yang Bocor?

Merebaknya virus Corona yang bermula di Wuhan, Cina, menjadi perhatian dunia dalam sepekan terakhir. Di tengah upaya para ahli untuk memastikan asal-usul virus serta usaha para tenaga medis untuk menyembuhkan pasien, beredar sejumlah informasi di media sosial yang mengaitkan virus 2019 Novel Coronavirus atau 2019-nCoV itu dengan senjata biologis Cina.

Menurut berbagai klaim yang menyebar, virus Corona tersebut merupakan virus buatan pemerintah Cina yang disimpan di markas militer di Wuhan. Rencananya, virus itu akan disebarkan ke seluruh dunia demi menarik uang dari hasil penjualan vaksin.

Salah satu yang membagikannya di media sosial, yakni Facebook, adalah Grup Kumpulan Orang Jawa Timur, tepatnya pada Minggu, 26 Januari 2020. Grup ini membagikan narasi "virus Corona Wuhan adalah senjata biologis Cina" yang disertai dengan foto sejumlah tenaga medis yang sedang menangani pasien yang diduga terinfeksi virus Corona.

"Setelah dianalisa dan dilakukan kajian, diduga virus Corona sengaja dibuat pemerintah China sebagai senjata biologis yang mematikan. Ada dugaan terjadi kebocoran penyimpanannya di markas militer di Wuhan. Yang menjadi pertanyaan, kenapa hanya di Kota Wuhan korban pada berjatuhan seketika sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa kebocoran virus Corona mencemari udara kota Wuhan dan yang sempat menghirup jatuh dan mati seketika," demikian sebagian narasi yang ditulis grup Kumpulan Orang Jawa Timur.

Gambar tangkapan layar unggahan Grup Facebook Kumpulan Orang Jawa Timur terkait virus Corona Wuhan.

Narasi serupa juga dibagikan di Instagram oleh akun @top_world.idn. Menurut akun ini, informasi mengenai virus Corona adalah senjata biologis Cina berasal dari Dany Shoham. Shoham memberikan informasi tersebut kepada Washington Times.

Shoham yang merupakan ahli perang biologis Israel itu mengatakan bahwa ada laboratorium di Wuhan yang terkait dengan program senjata biologis rahasia Cina. Berita dari Washington Times tersebut kemudian dimuat ulang dalam bahasa Indonesia oleh situs RMOL.id.

Benarkah virus Corona Wuhan adalah senjata biologis buatan pemerintah Cina yang bocor?

PEMERIKSAAN FAKTA

Asal-muasal narasi yang beredar di media sosial itu adalah berita dari The Washington Times, surat kabar harian yang diterbitkan di Washington DC, Amerika Serikat. Media inilah yang pertama kali menurunkan wawancara bersama Dany Shoham terkait dugaan konspirasi di balik menyebarnya virus Corona.

Wawancara itu dimuat pada 24 Januari 2020 dalam berita yang berjudul "Virus-hit Wuhan has two laboratories linked to Chinese bio-warfare program". Berita ini kemudian ditulis ulang dan dialihbahasakan oleh sejumlah situs dan media.

Dalam berita wawancara itu, Shoham menjelaskan bahwa virus Corona kemungkinan berasal dari Institut Virologi Wuhan yang terkait dengan program senjata biologis rahasia Cina. Alasannya, laboratorium di Wuhan itu telah mempelajari virus Corona yang pernah terjadi di masa lalu, salah satunya Severe Acute Respiratory Syndrome (SARS), virus influenza H5N1, dan virus demam berdarah. Para peneliti di institut itu juga mempelajari kuman yang menyebabkan antraks.

"Virus Corona (khususnya SARS) telah dipelajari di institut itu dan mungkin diadakan di sana. SARS termasuk dalam program senjata biologis Cina, pada umumnya, dan ditangani di beberapa fasilitas terkait." kata Shoham dalam e-mail kepada Washington Times.

Saat ditanya apakah mungkin virus Corona yang baru bocor, Shoham mengatakan, "Pada prinsipnya, infiltrasi virus keluar mungkin terjadi, baik sebagai kebocoran atau sebagai infeksi dalam ruangan yang tidak disadari terhadap seseorang yang keluar dari fasilitas itu. Ini bisa terjadi dalam kasus Institut Virologi Wuhan," katanya.

Namun, dalam kalimat berikutnya, Shoham menegaskan bahwa ia tidak memiliki bukti atau indikasi adanya infiltrasi virus Corona dari laboratorium di Wuhan tersebut. "Sejauh ini, tidak ada bukti atau indikasi atas kejadian tersebut."

Gambar tangkapan layar berita di situs media Washington Times yang memuat pernyataan lengkap Dany Shoham.

Tidak ada bukti atau indikasi

Berbekal alamat e-mail Dany Shoham dari situs Institute for Defence Studies and Analyses, Tempo mengirimkan pertanyaan kepada pria bergelar doktor dalam bidang mikrobiologi medis itu terkait bukti-bukti yang ia peroleh terkait pernyataannya di Washington Times.

Shoham membalas singkat dengan kalimat yang sama seperti yang tertulis dalam Washington Times bahwa tidak ada bukti atau indikasi terjadinya infiltrasi virus Corona dari laboratorium di Wuhan. "So far, there is no evidence or indication for such incident," katanya dalam e-mail kepada Tempo pada 27 Januari 2020.

Organisasi pengecek fakta di Kazakhstan, Factcheck.kz, juga mendapatkan jawaban serupa saat mengkonfirmasi langsung kepada Shoham. Namun, selain menjawab bahwa tidak ada bukti atau indikasi terkait infiltrasi virus Corona dari laboratorium di Wuhan, Shoham menulis, "Segala sesuatu yang terjadi, tentu saja, bisa sepenuhnya alami, dan itulah yang tampaknya terjadi saat ini. Informasi lebih lanjut mengenai asal-usul virus tersebut sangat diperlukan."

Penjelasan Shoham bahwa "there is no evidence or indication for such incident" ini tidak ditulis dalam narasi yang beredar di media sosial.

Virus berasal dari hewan

Peneliti mikrobiologi dari Pusat Penelitian Biologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Sugiyono Saputra, mengutip data terbaru dalam Journal of Medical Virology tentang virus Corona Wuhan, tiga jenis virus Corona yang bersifat mematikan terhadap manusia berasal dari jenis hewan yang sama sebagai perantara alaminya, yakni kelelawar.

Menurut Sugiyono, walaupun memungkinkan, interaksi langsung antara kelelawar dengan manusia sebenarnya sangatlah jarang. "Tapi virus tersebut dapat pula menginfeksi hewan lainnya, dan hewan perantara tersebutlah yang lebih sering berinteraksi langsung dengan manusia," ujarnya pada 24 Januari 2020.

Dalam kasus SARS pada 2002-2003, Sugiyono menjelaskan bahwa hewan perantaranya adalah musang dan rakun, selain kelelawar itu sendiri. Dalam kasus MERS pada 2012, hewan perantaranya adalah unta. Sedangkan dalam kasus saat ini, material genetik virus Corona Wuhan merupakan rekombinasi dari material genetik virus yang berasal dari kelelawar dan ular.

Hipotesis itu didasarkan pada material genetik virus Corona Wuhan dari sampel korban meninggal yang memiliki kesamaan dengan material genetik ular. Data itu diketahui setelah membandingkan sampel virus tersebut dengan lebih dari 200 jenis virus Corona dari berbagai hewan yang diketahui dijual di sebuah pasar di Wuhan, di mana sejumlah korban infeksi pertama diketahui pernah mendatanginya.

Erlina Burhan dari Departemen Pulmonologi dan Kedokteran Respirasi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia menyatakan bahwa virus Corona berasal dari hewan. Hal inilah yang menjelaskan mengapa 29 orang pertama yang diketahui terinfeksi pada 31 Desember 2019 sebagian besar bekerja di pasar ikan yang juga menjual unggas.

"Memang di antara para ahli berpikir ada kemungkinan menyebar dari manusia ke manusia, mengingat belakangan diketahui ada seorang perawat korban pneumonia yang juga terjangkit. Tapi itu masih diidentifikasi oleh ahli dan WHO," ujar lulusan Master of Science dari Heidelberg University, Jerman, itu.

KESIMPULAN

Berdasarkan pemeriksaan fakta di atas, narasi bahwa virus Corona Wuhan adalah senjata biologis Cina yang bocor tidak bisa dibuktikan. Hal itu pun ditegaskan oleh ahli perang biologis Israel, Dany Shoham, dalam wawancaranya kepada Washington Times. Namun, pernyataan Shoham ini tidak ditulis dalam berbagai narasi yang beredar di media sosial.

IKA NINGTYAS

Anda punya data/informasi berbeda, kritik atau masukan untuk artikel cek fakta ini? Kirimkan ke cekfakta@tempo.co.id