Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

[Fakta atau Hoaks] Benarkah Virus Babi Hog Cholera Menular pada Manusia?

Rabu, 6 November 2019 11:16 WIB

[Fakta atau Hoaks] Benarkah Virus Babi Hog Cholera Menular pada Manusia?

Narasi yang menyebut bahwa virus babi bernama Hog Cholera (classical swine fever atau demam babi klasik) menular pada manusia beredar di media sosial. Seiring dengan menyebarnya informasi itu, beredar pula ajakan kepada masyarakat untuk tidak makan daging babi. Isu tersebut muncul sejak Selasa, 29 Oktober 2019.

Kabar itu viral di YouTube setelah diunggah oleh kanal Caroline Da. Dia mengunggah video kolase yang berisi beberapa foto dan video dengan durasi 5 menit 25 detik. Foto-foto dalam video itu antara lain adalah foto pasien yang diklaim terkena virus Hog Cholera serta foto daging babi. Adapun videonya memperlihatkan ratusan babi yang dikubur hidup-hidup.

Kanal itu pun menulis keterangan dalam unggahannya, “Korban karena memakan daging babi yang kena virus/flu babi, dan pemusnahan ternak-ternak babi dimasukkan ke dalam lubang tanah yang dalam. Setelah masuk semua babinya, lalu tanah ditutup ditimbun dari atas supaya virus-virusnya tidak tersebar.”

Sejak diunggah pada 29 Oktober lalu, video itu telah ditonton lebih dari 53 ribu kali.

Gambar tangkapan layar video unggahan kanal Caroline Da di YouTube.

Di Facebook, informasi serupa diunggah oleh akun Raf Ginting Papua pada hari yang sama. Ia membagikan beberapa foto yang antara lain memperlihatkan pasien yang diklaim terkena virus Hog Cholera, foto babi yang mengalami pendarahan, serta tangkapan layar sebuah berita.

Gambar tangkapan layar berita itu berjudul “Hampir 2 Ribu Babi di Sumut Terjangkit Hog Cholera”. Berita itu dipublikasikan pada 25 Oktober 2019. Namun, tidak diketahui media yang memuat berita itu.

Akun Raf Ginting Papua kemudian menuliskan narasi untuk mengajak warganet berhenti memakan daging babi. “Untuk sementara waktu hati hati bagi si peminat daging babi, jangan dimakan dulu, karena daging babi di Sumatera Utara terjangkit virus Hog Cholera. Menurut beritanya demikian. Waspada Kdkd ku kerinaa. Waspada sanak saudara kita semua. Bujurr ras mejuah juah,” ujarnya.

Gambar tangkapan layar unggahan akun Raf Ginting Papua di Facebook.

Selain unggahan akun Raf Ginting Papua itu, Tim CekFakta Tempo menemukan 11 akun lainnya di Facebook yang membagikan informasi sejenis.

Artikel ini akan memeriksa dua hal:- Benarkah pasien yang fotonya muncul dalam unggahan di YouTube dan Facebook di atas terkena virus babi?- Benarkah virus babi menyerang manusia?

PEMERIKSAAN FAKTA

Tentang gambar tangkapan layar berita

Tempo menemukan berita yang berjudul “Hampir 2 Ribu Babi di Sumut Terjangkit Hog Kolera” itu dipublikasikan oleh situs Medan Inside. Berita tersebut berisi tentang virus Hog Cholera atau kolera babi yang sedang mewabah di Sumatera Utara (Sumut). Dinas Ketahanan Pangan dan Peternakan Sumut mencatat sebanyak 1.985 babi yang tersebar di tujuh kabupaten di Sumut terjangkit virus kolera babi.

Menjangkitnya virus Hog Cholera terhadap hampir 2 ribu babi di Sumut itu juga dipublikasikan oleh situs Kompas.com pada 24 Oktober 2019. Beritanya berjudul "Hampir 2000 Ekor Ternak Babi di Sumut Terjangkit Hog Cholera, Amankah?".

Dengan demikian, gambar tangkapan layar berita yang tersebar di Facebook tersebut benar.

Foto pasien yang diklaim terkena virus babi

Tempo menggunakan reverse image tools pada Google dan Yandex untuk menelusuri apakah foto tersebut benar merupakan foto pasien yang terkena virus babi bernama Hog Cholera. Hasilnya, ditemukan foto yang sama di situs media Vietnam, Danviet.

Dalam berita tersebut dijelaskan bahwa pasien itu mengalami perdarahan subkutan yang menjadi gejala penyakit streptokokus. Perdarahan ini bukan disebabkan oleh virus kolera babi. Kedua foto pasien yang diklaim terkena virus Hog Kolera itu pernah viral di Vietnam saat mewabahnya virus babi Afrika (African swine fever atau demam babi Afrika) di sana pada 7 Maret 2019.

Menurut Departemen Pembangunan Industri Primer dan Regional Australia, virus babi Afrika (African swine fever) memang serupa dengan virus Hog Cholera (classical swine fever) meskipun jenis virusnya berbeda. Kedua virus ini hanya bisa menyerang babi, tidak bisa menyerang manusia.

Foto babi yang mengalami pendarahan

Dengan reverse image tools Google, Tempo menelusuri foto yang memperlihatkan dua petugas sedang memeriksa seekor babi dengan pendarahan di kulitnya. Hasilnya, babi tersebut tidak terkena virus Hog Cholera atau virus babi Afrika.

Situs berita Vietnam, Docbao, pernah mempublikasikan artikel dengan foto tersebut pada 2 Oktober 2015. Secara garis besar, berita itu berisi tentang pemeriksaan tim inspeksi interdisipliner Thailand di restoran Hai Beo milik Pham Thanh Hai pada 29 September 2015. Tim itu memeriksa dua babi yang dijual di restoran tersebut karena mengalami pendarahan memar pada permukaan kulitnya. Menurut hasil pemeriksaan tim itu, babi tersebut terkena pasteurelosis, penyakit bakterial yang kerap menyerang hewan ternak.

Video ratusan babi yang dikubur hidup-hidup

Di bagian akhir video yang diunggah kanal Caroline Da, tampak ribuan babi yang dikubur hidup-hidup. Dari penelusuran Tempo, video itu pernah dipublikasikan oleh kanal China Hotspot Video pada 18 Agustus 2019 dengan judul “Pigs of African swine fever buried collectively in mainland China on August 17, 2019”.

Virus babi Afrika pertama kali terdeteksi di Cina pada 3 Agustus 2018. Sejak itu, Kementerian Pertanian dan Pedesaan Cina mencatat bahwa terdapat lebih dari 100 kasus pembantaian terhadap sekitar 916 ribu babi dengan cara dibakar massal. Meskipun wabah terburuk terjadi di Cina, penyakit ini telah menyebar ke Vietnam, Kamboja, Mongolia, dan Rusia. Cina sendiri adalah rumah bagi sekitar 440 juta babi (setengah dari populasi babi di dunia) dan sebanyak 1,2 juta babi telah dibunuh untuk menghentikan penyakit ini.

Tidak menyerang manusia

Kementerian Pertanian dan Pembangunan Pedesaan serta Kementerian Kesehatan Vietnam telah mengkonfirmasi bahwa virus babi Afrika tidak menginfeksi manusia. “Penyakit ini tidak menyebabkan penyakit pada manusia. Jadi, masyarakat diharap tenang, jangan panik dengan memboikot konsumsi produk daging babi yang aman, bebas penyakit, dan diproses secara higienis,” tulis pemerintah Vietnam dalam situs media Vietnam, Baogiaothong, pada 8 Maret 2019.

Menurut Direktur Pencegahan Penyakit Tular Vektor dan Zoonosis Kementerian Kesehatan, Siti Nadia Tarmidi, masyarakat tidak perlu takut dengan keberadaan virus babi Afrika. Hingga saat ini, belum ada data yang menyebut bahwa virus tersebut dapat menyerang manusia. Dia pun mengatakan penanganan dan pencegahan penyakit yang berasal dari babi ini bisa dilakukan dengan menjaga kebersihan dan sanitasi kandang, juga vaksinasi.

Kepala Dinas Ketahanan Pangan dan Peternakan Sumut, Azhar Harahap, juga menyatakan bahwa virus Hog Cholera tidak membahayakan manusia walaupun daging babi yang terjangkit virus itu dikonsumsi. Azhar juga menambahkan bahwa pihaknya telah melakukan berbagai pencegahan agar virus tersebut tidak menyebar lebih luas.

KESIMPULAN

Berdasarkan pemeriksaan fakta di atas, kabar yang menyebut bahwa virus Hog Cholera atau kolera babi sedang mewabah di Sumatera Utara adalah benar. Namun, foto pasien yang diklaim terkena virus itu keliru. Begitu juga dengan foto babi yang mengalami pendarahan, bukan foto babi yang terkena virus Hog Cholera atau virus babi Afrika. Kementerian Kesehatan pun telah menyatakan bahwa virus babi Afrika tidak menular pada manusia. Begitu pula dengan virus Hog Cholera, tidak membahayakan manusia. Dengan demikian, narasi yang menyebut bahwa virus Hog Cholera menular pada manusia adalah keliru.

IKA NINGTYAS

Anda punya data/informasi berbeda, kritik atau masukan untuk artikel cekfakta ini? Kirimkan ke cekfakta@tempo.co.id