Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

[Fakta atau Hoax] Benarkah Aphelion Penyebab Suhu Dingin di Berbagai Daerah ?

Selasa, 10 Juli 2018 16:23 WIB

[Fakta atau Hoax] Benarkah Aphelion Penyebab Suhu Dingin di Berbagai Daerah ?

Mengapa suhu udara belakangan ini lebih dingin ? Suhu di Bandung 12 derajat Celcius selama beberapa hari ke depan, dari kisaran normal 18 derajat Celcius. Jawaban pertanyaan itu adalah aphelion yang bakal terjadi pada 6 Juli 2018 pukul 23.48 WIB.

“Aphelion adalah posisi Bumi berada jauh dari Matahari yang menyebabkan suhu Bumi menjadi lebih dingin dan mencapai titik minimumnya.”

Aphelion

Pertanyaan dan pernyataan di atas itu menyebar melalui media sosial sejak akhir pekan lalu hingga saat ini. “Informasi tersebut cukup meresahkan masyarakat,” kata Deputi Bidang Meteorologi, Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Mulyono R. Prabowo.

Menurutnya, penyebab suhu udara dingin di beberapa daerah, seperti Bandung, Sukabumi, Malang dan Dieng tidak ada kaitannya dengan fenomena aphelion. Pada musim kemarau suhu udara dingin merupakan fenomena alamiah yang biasa terjadi di bulan puncak yaitu Juli – Agustus.

Screenshot kabar adanya aphelion penyebab suhu dingin di Indonesia yang menjadi viral di grup WhatsApp. Dok: Istimewa

Berdasarkan pengamatan BMKG, di seluruh wilayah Indonesia selama 1 hingga 5 Juli 2018, suhu udara kurang dari 15 derajat Celcius tercatat di beberapa wilayah yang seluruhnya memang berada di dataran tinggi atau kaki gunung.

Antara lain di Ruteng (NTT), Wamena (Papua), dan Tretes (Pasuruan), dimana suhu terendah tercatat di Ruteng (NTT) dengan nilai 12 derajat Celcius pada tanggal 4 Juli 2018. Sementara itu untuk wilayah lain di Indonesia selisih suhu terendah selama awal Juli 2018 ini terhadap suhu terendah rata-rata selama 30 hari terakhir ini tidak begitu besar.

Mulyono R. Prabowo menjelaskan aphelion adalah fenomena astronomis yang terjadi setahun sekali pada kisaran bulan Juli. Sementara itu, pada waktu yang sama, secara umum wilayah Indonesia berada pada periode musim kemarau. “Hal ini menyebabkan seolah aphelion memiliki dampak yang ekstrem terhadap penurunan suhu di Indonesia,” kata Mulyono kepada Tempo, 7 Juli 2018.

Siaran Pers BMKG tentang aphelion, suhu udara dingin dan embun beku yang dirilis pada 6 Juli 2018. bmkg.go.id

Apa yang menjadi penyebab penurunan suhu pada Juli 2018? Karena, ujar Mulyono, dalam beberapa hari terakhir di Jawa, Bali, NTB, dan NTT kandungan uap di atmosfer cukup sedikit. Hal ini terlihat dari tutupan awan yang tidak signifikan selama beberapa hari terakhir.

“Secara fisis, uap air dan air merupakan zat yang cukup efektif dalam menyimpan energi panas.”

Penjelasan Deputi Bidang Meteorologi BMKG, Mulyono R. Prabowo di media sosial yang membantah kabar bahwa aphelion menjadi penyebab suhu dingin di berbagai daerah di Indonesia. Foto/Istimewa

Ia menyampaikan rendahnya kandungan uap di atmosfer ini menyebabkan energi radiasi yang dilepaskan oleh bumi ke luar angkasa pada malam hari tidak tersimpan di atmosfer.

Energi yang digunakan untuk meningkatkan suhu atmosfer di atmosfer lapisan dekat permukaan Bumi tidak signifikan. “Hal inilah yang menyebabkan suhu udara di Indonesia saat malam hari di musim kemarau relatif lebih rendah dibandingkan saat musim hujan atau peralihan,” katanya.

Menurut Mulyono, pada Juli ini wilayah Australia berada dalam periode musim dingin. Sifat dari massa udara yang berada di Australia ini dingin dan kering. Adanya pola tekanan udara yang relatif tinggi di Australia menyebabkan pergerakan massa udara dari Australia menuju Indonesia atau dikenal dengan istilah monsoon dingin Australia semakin signifikan.

“Berimplikasi pada penurunan suhu udara yang cukup signifikan pada malam hari di wilayah Indonesia khususnya Jawa, Bali, NTB, dan NTT,” tuturnya.

Bantahan yang sama diungkapkan Kepala Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan) Thomas Djamaluddin. “Tidak ada hubungannya dengan aphelion, karena perubahan jarak Matahari ke Bumi tidak terlalu signifikan mempengaruhi suhu permukaan bumi," kata Thomas.

Baca juga: Aphelion, Jarak Bumi dan Matahari Bertambah 2,5 Juta Kilometer

Thomas menjelaskan suhu udara dipengaruhi distribusi panas di Bumi akibat perubahan setiap tahun posisi Matahari. Saat ini Matahari berada di belahan utara, sehingga belahan selatan mengalami musim dingin. “Tekanan udara di belahan selatan juga lebih tinggi daripada belahan utara.”

Akibatnya angin bertiup dari selatan ke utara. Angin ini pula yang mendorong awan menjauh ke utara sehingga di Indonesia mengalami musim kemarau. Di Indonesia pada musim kemarau saat ini angin bertiup dari arah Australia yang musim dingin. “Itu sebabnya masyarakat di Jawa pada saat ini mengalami udara yang dingin,” kata Thomas.

Penjelasan Kepada LAPAN Thomas Djamaluddin di media sosial yang membantah kaitan aphelion dengan suhu dingin di berbagai wilayah di Indonesia. Foto/Istimewa

Bantahan serupa juga disampaikan penggiat astronomi di Bandung, Avivah Yamani. Lulusan astronomi ITB itu mengatakan, anggapan aphelion menyebabkan suhu Bumi mendingin tidak benar, pun tidak ada hubungannya.

Simak juga: Benarkah Gerak Semu Matahari 21 Juni Bikin Katulistiwa Lebih Adem

Meskipun berada pada titik terjauh dari Matahari, tidak berarti memberi pengaruh pada suhu di Bumi. "Perubahan temperatur di Bumi justru dipengaruhi oleh distribusi panas di Bumi akibat perubahan tahunan posisi Matahari," kata Avivah.

Setiap bulan Juli, Bumi berada pada posisi terjauh dari Matahari sesuai bidang edarnya yang berbentuk elips. Posisi itu di dunia astronomi disebut sebagai aphelion.

IRSYAN HASYIM | ANWAR SISWADI | UWD

Anda punya data/informasi berbeda, kritik atau masukan untuk artikel cekfakta ini? Kirimkan ke cekfakta@tempo.co.id