Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

[Fakta atau Hoaks] Benarkah Kantong Plastik Ramah Lingkungan Oxium Terbuat dari Singkong?

Kamis, 25 Juli 2019 22:39 WIB

[Fakta atau Hoaks] Benarkah Kantong Plastik Ramah Lingkungan Oxium Terbuat dari Singkong?

Beredar pesan berantai yang menawarkan kantong plastik Oxium berbahan dasar singkong. Kantong plastik ini diklaim mudah terurai dan ramah lingkungan.

Informasi tentang plastik berbahan singkong untuk bungkus daging kurban yang beredar di WhatasApp.

Pengirim pesan mengklaim bahwa kantong plastik Oxium berbahan dasar singkong tersebut telah memiliki sertifikat. Kantong plastik ini disebut memiliki kapasitas 5 kg dan pernah ditest menggunakan tiga buah konblok beton.

“Assalamu’alaikum ww. Yth. Bpk/ibu yang dermawan, Informasi, saat ini sdh tersedia kantong plastik ramah lingkungan dan mudah terurai ketika sdh berbaur dg tanah, berbeda dg kantong plastik yg biasa di pasaran yg tdk bisa terurai bahkan sampai ratusan tahun sehingga mencemari bumi. Ayo kita gunakan, kita mulai dari kita..... Ini oxium bahan dasarnya singkong, ada sertifikatnya,” tulis pengirim pesan.

PEMERIKSAAN FAKTA

Dilansir dari laman Kompas.com, melalui perusahaannya yang bernama PT Mitra Tirta, Sugianto mengembangkan produk plastik yang ditambahkan Oxium. Oxium merupakan zat aditif yang dapat mempercepat terjadinya proses degradasi plastik dalam waktu 2 tahun melalui oksidasi, thermal, dan fotodegradasi.

"Dari mana Oxium ini terbentuk? Kalau itu saya tidak bisa beritahu:  yang jelas bahan baku Oxium ini berasal dari manusia, jadi bisa dipastikan aman," ungkap Sugianto.

Dia juga mengklaim sejumlah retailer di beberapa kota besar telah menggunakan Oxium sebagai shopping bag atau tas belanja.  

"Ke depannya kita masih berusaha mendekati untuk penggunaan plastik produk kemasan," ujarnya.

Dengan inovasi yang dilakukan PT Tirta Marta ini, asosiasi pengelolaan sampah Indonesia atau InSWA pun memberikan sertifikasi Green Label pada produk plastik Oxium.

"Dengan menggunakan plastik terurai, sampah plastik diharapkan tidak lagi menumpuk, menghambat saluran air, dan tanah dapat berfungsi kembali sebagai penyerap air hujan," Sugianto menjelaskan.

 

Klarifikasi LIPI

Dilansir dari Tempo.co, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) menanggapi pesan yang beredar mengenai penawaran kantong plastik Oxium ramah lingkungan yang mudah terurai ketika berbaur dengan tanah.

Kantong plastik itu diklaim mudah terurai karena disebut berbahan dasar singkong.  

Deputi Ilmu Pengetahuan Teknik LIPI Agus Haryono menjelaskan bahwa informasi itu salah. "(Informasi itu) salah. Plastik Oxium tidak terbuat dari singkong," ujar Agus kepada Tempo melalui pesan pendek, Kamis, 25 Juli 2019.

Agus menjelaskan bahwa kantong plastik Oxium adalah plastik konvensional yang ditambahkan aditif katalis yang memudahkan fragmentasi material plastik. Menurutnya, belum ada bukti yang meyakinkan bahwa plastik oxium dapat membantu lingkungan hidup.

"Justru banyak kajian yang mengkhawatirkan potensi Oxium menambah timbulnya mikroplastik di lautan," tutur Agus.

Tempo mencoba menghubungi kontak yang tertera dalam pesan penawaran kantong plastik Oxium itu. Kontak tersebut aktif dan ketika dihubungi melalui pesan WhatsApp, pesan terkirim, tapi tak berbalas, hanya terlihat kontak online. Sementara panggilan telepon tidak terjawab.

 

Saat ini di dunia, sebenarnya sudah ada plastik biodegradable yang terbuat dari saripati singkong. Plastik itu dibuat oleh perusahaan berbasis sains, Avani Eco. Mereka memproduksi plastik sekali pakai dengan 100% bahan-bahan yang mudah terurai. Produk-produk Avani bertujuan untuk mengganti plastik berbahan dasar petroleum dengan plastik yang berbahan alami.

Chief Green Officer Avani Eco, Kevin Kumala mengatakan, gagasan menciptakan produk biodegradable berawal ketika melihat perubahan drastis di pantai dan permukaan laut di Bali yang terdapat banyak sampah plastik. Dari situlah, Kevin bertekad menghasilkan plastik yang praktis dan kuat sekaligus dapat terurai namun tidak berbahaya bagi makhluk hidup.

"Kantong ini terbuat dari tumbuh-tumbuhan, terbuat dari pati singkong, minyak sayur, dan bahan-bahan lainnya. Kalau kita kubur di tanah akan menjadi kompos. Tidak merugikan lingkungan sama sekali," ujarnya ketika berkunjung ke Gedung SINDO, Jakarta, Rabu (29/3/2017).

Menurut dia, plastik yang bisa terurai akan melengkapi gerakan 3R, yakni Reduce, Reuse, Recycle. "Ketika sibuk, kita tidak bisa melakukan itu. Maka kita harus kampanyekan satu R lagi, Replace," tuturnya.

Dia juga mendemonstrasikan plastik yang bisa diminum. Mula-mula plastik yang terbuat dari pati singkong dirobek dan dimasukkan ke dalam gelas berisi air. Setelah diaduk selama beberapa detik, plastik tersebut larut di dalam air dan bisa diminum. 

Plastik inovatif ini dapat terurai dalam waktu kurang dari 90 hari dan bahkan bisa larut dalam air hangat. Kevin menuturkan, plastik yang dianggap 'ramah lingkungan' sebenarnya lebih parah dari plastik kresek biasa. 

"Plastik-plastik itu menggunakan suntikan metal. Jadi dalam dua tahun akan hancur dan plastik tersebut masuk ke dalam tanah. Ketika masuk ke dalam tanah, ada potensi plastik-plastik yang hancur tersebut akan dimakan hewan seperti ayam yang kemudian dimakan manusia. Jadi hewan dirugikan, manusia juga dirugikan," jelasnya.

Dia mengungkapkan, produk plastik yang telah dibuatnya telah menerima sertifikasi Eropa dan Amerika untuk produk kemasan ramah lingkungan. Harga yang ditawarkan memang relatif lebih tinggi dibandingkan plastik biasa, sekitar Rp200-300 lebih mahal. Namun dirinya optimis ini bisa menjadi solusi untuk mengatasi masalah sampah plastik.

Kevin menjelaskan, semua bahan baku untuk pembuatan produk plastik didapat dari dalam negeri seperti singkong, jagung, dan tebu. Menurut dia, produksi singkong di Indonesia mencapai 24-25 ton per tahun namun permintaannya masih di bawah itu. "Seperti plastik ini terbuat dari pati singkong. Sedotan terbuat dari pati jagung," imbuhnya.

 

KESIMPULAN

Pertama, plastik Oxium bukan berbahan baku singkong. Plastik Oxium adalah plastik konvensional yang ditambahkan material katalis (biasanya oksida logam besi, kobalt atau mangan).

Kedua, proses Fragmentasi pada Oxium bisa berjalan cepat dengan syarat adanya radiasi sinar UV dan paparan panas.

Ketiga, perusahaan berbasis sains, Avani Eco, sudah memproduksi plastik sekali pakai dengan 100% bahan-bahan yang mudah terurai berbahan singkong, jagung, dan tebu. Plastik ini diklaim tanpa Oxium dan ramah lingkungan.

Berdasarkan semua sumber yang secara publik bisa diakses,  pernyataan bahwa plastik Oxium terbuat dari singkong adalah keliru.

ZAINAL ISHAQ 

Anda punya data/informasi berbeda, kritik atau masukan untuk artikel cekfakta ini? Kirimkan ke cekfakta@tempo.co.id