Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

[Fakta atau Hoaks] Benarkah Putusan MK Abaikan Adanya Kecurangan Pencoblosan Surat Suara Secara Massal di Nias?

Minggu, 7 Juli 2019 22:42 WIB

[Fakta atau Hoaks] Benarkah Putusan MK Abaikan Adanya Kecurangan Pencoblosan Surat Suara Secara Massal di Nias?

Berita Kompas TV tentang pelaku pencoblosan massal surat suara di Nias dijatuhi hukuman penjara, menjadi viral di media sosial. Video tersebut juga diunggah kembali oleh akun Utin Purmanen Mulker dengan narasi mempertanyakan keputusan Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi yang menolak gugatan tim Prabowo-Sandi.

“Ketika MK menolak semua alat bukti tak ada kecurangan tapi kenapa ada berita tentang pencoblosan massal? Di sini saya merasa heran,” tulis akun Utin Purmanen Mulker, Selasa 2 Juli 2019.

Akun Facebook yang mengunggah berita sepotong dengan narasi salah, sehingga menyesatkan.

Sejak diunggah akun Utin Purmanen Mulker, video tersebut telah mendapat 57 komentar dan dibagikan 13.675 kali akun lainnya.

 

PEMERIKSAAN FAKTA

Video yang diunggah Utin Purmanen Mulker bersumber dari situs Kompas.tv yang kemudian dimuat laman Tribunews.com pada hari yang sama, Selasa, 2 Juli 2019. Pada situs Kompas.tv tertera Rabu, 2 Juli 2019.

Video berdurasi 1 menit 24 detik tersebut disertai keterangan: “Pengadilan Negeri Gunungsitoli, Kota Gunungsitoli, Sumatera Utara, menjatuhkan hukuman kepada 14 orang terdakwa pelaku pencoblosan massal di TPS dua di Desa Sifaoroasi Uluhou, Kecamatan Bawalato, Kabupaten Nias, Sumatera Utara.”

Laman Inews.id melaporkan bahwa Polres Nias akhirnya menetapkan 21 orang tersangka dalam kasus dugaan tindak pidana pemilu yang terjadi di TPS 2, Desa Sifaoro'asi Uluhou, Kecamatan Bawolato, Kabupaten Nias, Sumatera Utara (Sumut). Para tersangka ini diduga mencoblos surat suara yang tersisa saat Pemilu 2019 lalu.

Ironisnya, pencoblosan surat suara sisa ini melibatkan petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) sebanyak tujuh orang. Kemudian, sembilan orang dari saksi partai politik, satu orang pengawas pemilu, dan empat orang warga yang salah satunya masih di bawah umur.

”Jadi para tersangka ini bersepakat untuk mempergunakan surat suara tersisa. Masing-masing mencoblos lima lembar surat suara,” kata Kapolres Nias AKBP Deni Kurniawan, Jumat (21/6/2019).

Kapolres Nias menyebutkan, ke-21 tersangka berinisial AH, BUT, YN, BT, YB, MH, BB, DT, FB, ML, KL, JB, YB , EN, YOB, FAB, YUN, ST, WT, YAB. Kemudian, KB, yang masih merupakan anak di bawah umur.

Dilansir dari situs rri.co.id, Komisi pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Nias, menggelar pemungutan suara ulang di TPS II Desa Sifaoroasi Uluhao, Kecamatan Bawolato, Kabupaten Nias, Sabtu, 27 April 2019.

Ketua KPU Kabupaten Nias Firman Mendrofa kepada RRI mengatakan, pemungutan suara ulang itu merupakan hasil rekomendasi dari pihak Bawaslu Kabupaten Nias, karena ditemukannya pelanggaran pemilu di TPS II Desa Sifaoroasi Uluhao kecamatan Bawolato Kabupaten Nias.

Firman menjelaskan, untuk menunjang kelancaran pada pemungutan suara ulang di TPS II Desa Sifaoroasi Uluhao itu, pihak KPU telah mendistribusikan logistik pemilu di TPS II desa Sifaoroasi Uluhao, membentuk KPPS, dan juga telah berkoordinasi dengan pihak pengawas pemilu, hingga pihak keamanan, termasuk para saksi dari masing masing partai politik.

“Pemungutan suara ulang ini kita mulai pada pukul 07.00 wib dan berakhir pada pukul 13.00 WIB. Selanjutnya akan dilakukan perhitungan surat suara “kata Ketua KPU Kabupaten Nias

Penyelidikan pelanggaran pemilu tersebut bermula adanya Video amatir sudah tersebar luas di tengah tengah masyarakat yang menunjukkan beberapa orang melakukan pencoblosan secara beramai ramai di TPS II Desa Siforoasi Uluhao Kecamatan Bawalato.

Data terbaru KPU per tanggal 5 Juli 2019 hingga pukul 06:00:05, hasil perhitungan suara Pilpres di TPS 2 Desa Sifaoroasi Ulu Huo, Kecamatan Bawolato, Kabupaten Nias, Sumatera Utara menunjukkan pasangan Joko Widodo-Ma'ruf Amin memperoleh 129 suara. Sementara pasangan Prabowo-Sandi memperoleh 2 suara. Total suara sah sebanyak 131 suara. 16 suara tidak sah. Sehingga total seluruh suara sah dan tidak sah adalah 147.

Dari laman kompas.com, Majelis Hakim Konstitusi menolak seluruh gugatan sengketa hasil Pemilu Presiden 2019 yang diajukan pasangan calon presiden-calon wakil presiden Prabowo Subianto-Sandiaga Uno. Menurut Mahkamah, permohonan pemohon tidak beralasan menurut hukum.

Dengan demikian, pasangan capres-cawapres Joko Widodo-Ma'ruf Amin akan memimpin Indonesia periode 2019-2024. Putusan dibacakan Anwar Usman, Ketua MK yang memimpin sidang di Gedung MK, Jakarta, Kamis (27/6/2019) pukul 21.15 WIB.

"Dalam pokok permohonan, menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya," ujar Anwar Usman.

Sidang dimulai 12.45 WIB. Pertimbangan putusan dibacakan bergantian oleh delapan hakim konstitusi lainnya. Dalam pertimbangannya, hakim membacakan pendapat Mahkamah atas masing-masing dalil yang diajukan tim 02.

Tim hukum Prabowo-Sandi mengajukan sejumlah dalil yang menurut mereka adalah bukti kecurangan secara terstruktur, sistematis, dan masif oleh Jokowi-Ma'ruf dalam Pilpres 2019.

Seluruhnya ditolak Mahkamah dengan berbagai argumen. Menurut MK, dalil 02 tidak beralasan menurut hukum.

 

KESIMPULAN

  1. Majelis Hakim Pengadilan Negeri Gunungsitoli, Kota Gunungsitoli, Sumatera Utara, telah menjatuhkan hukuman kepada 14 orang terdakwa pelaku pencoblosan massal di TPS dua di Desa Sifaoroasi Uluhou, Kecamatan Bawalato, Kabupaten Nias, Sumatera Utara.
  2. Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Nias, telah menggelar pemungutan suara ulang di TPS II Desa Sifaoroasi Uluhao Kecamatan Bawolato Kabupaten Nias, Sabtu 27 April 2019.

Berdasarkan sumber yang ada, pernyataan akun Utin Purmanen Mulker menggunakan fakta dan data yang benar, namun cara penyampaian atau kesimpulannya keliru serta mengarahkan ke tafsir yang salah.

 

ZAINAL ISHAQ

Anda punya data/informasi berbeda, kritik atau masukan untuk artikel cekfakta ini? Kirimkan ke cekfakta@tempo.co.id