Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke [email protected].

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Keliru, Indonesia Tinggalkan Dolar AS Setelah Bergabung dengan BRICS

Rabu, 6 November 2024 16:16 WIB

Keliru, Indonesia Tinggalkan Dolar AS Setelah Bergabung dengan BRICS

Sebuah video beredar di TikTok akun ini [arsip] dan ini, serta Facebook akun ini, ini, ini, ini, dan ini, yang berisi klaim bahwa Indonesia di bawah pemerintahan Presiden Prabowo meninggalkan mata uang dolar Amerika Serikat (dolar AS) atau USD.

Video itu memperlihatkan Prabowo dalam berbagai kegiatan. Narasi yang disertakan menyatakan keputusan Prabowo agar Indonesia bergabung dengan organisasi internasional BRICS, membuat negara-negara barat cemas. Hal itu disebut membuat perdagangan antar negara tak lagi didominasi mata uang USD, melainkan bisa dilakukan juga dengan mata uang BRICS yang akan diberlakukan oleh negara-negara anggotanya.

Namun, benarkah Indonesia meninggalkan USD di bawah pemerintahan Prabowo?

PEMERIKSAAN FAKTA

Pengamat ekonomi dari Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira, mengatakan, Indonesia saat ini belum melepas dari dominasi mata uang USD meskipun telah tampak upaya mengurangi ketergantungan pada dolar AS.

“Soal meninggalkan USD sepertinya masih belum dalam waktu dekat, meski sebelumnya ada upaya Local Currency Settlement (LCS), untuk mengurangi ketergantungan Dollar AS,” kata Bhima melalui pesan, 6 November 2024.

Salah satu kendala, kata dia, karena angkutan kapal yang 90 persen saat ini berbendera asing dan menjalankan bisnis mereka menggunakan mata uang dolar AS.

Namun, menurut Bhima, mengurangi ketergantungan pada dolar AS akan berdampak positif pada ekonomi Indonesia karena devisa negara menjadi lebih stabil. Akan tetapi hal itu tidak perlu dengan bergabung dengan BRICS karena akan menduplikasi kerja sama Indonesia dan Cina yang berjalan selama ini.

Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede mengatakan Konferensi Tingkat Tinggi BRICS yang berlangsung di Rusia Oktober lalu, tidak meluncurkan mata uang digital bersama secara resmi, baik dalam bentuk digital maupun konvensional. Meskipun beberapa negara BRICS sedang mengembangkan Central Bank Digital Currency (CBDC), seperti rubel digital Rusia dan yuan digital China, mata uang digital BRICS yang spesifik dan terintegrasi untuk seluruh negara anggota belum hadir sebagai satu entitas di pasar kripto.

Josua mengatakan beberapa negara BRICS telah mengadopsi sistem pembayaran digital, seperti BRICS Pay yang memungkinkan transaksi lintas negara tanpa menggunakan dolar AS. Namun sebenarnya sistem ini lebih berupa jaringan pembayaran daripada mata uang digital. 

Uang digital di sini, kata dia, merujuk pada bentuk mata uang yang berbasis teknologi blockchain dan bertujuan untuk mempercepat transaksi internasional secara lebih efisien, dengan perlindungan keamanan yang tinggi. Uang digital seperti ini masih berada dalam tahap awal di banyak negara dan perlu pengawasan regulasi untuk memastikan keamanan dan stabilitas transaksi lintas negara.

Jika pun BRICS meluncurkan mata uang resmi, Josua mengingatkan transisi dari US dollar ke mata uang BRICS dalam perdagangan global akan membutuhkan waktu yang lama karena kepercayaan terhadap US dollar dan infrastruktur yang terkait dengannya sudah mendominasi.

Mengurangi Ketergantungan terhadap Dolar AS

Indonesia berupaya melakukan dedolarisasi di pemerintahan sebelumnya melalui Bank Indonesia (BI) dengan perjanjian kerja sama bilateral agar bisa melakukan transaksi dengan negara lain menggunakan mata uang kedua negara itu sendiri. Misalnya pada 2 Mei 2023, BI menandatangani nota kerjasama (MoU) dengan Bank of Korea terkait peningkatan transaksi dengan menerapkan transaksi menggunakan mata uang masing-masing negara.

Sepuluh negara ASEAN, termasuk Indonesia, juga memiliki kerjasama local currency transaction (LCT) yang memungkinkan mereka saling bertransaksi menggunakan mata uang masing-masing.  

Dengan berbagai langkah tersebut, Indonesia dianggap sebagai negara yang turut melakukan dedolarisasi. Ditambah, jumlah pelaku dan nilai transaksi dalam skema LCT Indonesia pada Januari-Agustus 2024 naik 50 persen dibanding periode yang sama tahun sebelumnya, sebagaimana dilaporkan CNNIndonesia.com.

Namun, sesungguhnya Indonesia masih menggunakan mata uang dolar AS, untuk perdagangan, cadangan devisa dan pembayaran utang luar negeri (ULN). Misalnya dalam pameran Kaohsiung Food Show 2024, di Taiwan, Indonesia mengincar transaksi mencapai 7,7 USD atau Rp127,80 miliar, sebagaimana dilaporkan RRI.co.id

Kemudian, dilansir CNNIndonesia.com, jumlah cadangan devisa RI 149,9 miliar USD pada akhir September 2024. Sementara ULN Indonesia pada Agustus 2024, mencapai 425,1 miliar dolar AS yang setara Rp6.617 triliun, sebagaimana diberitakan IDNTimes.com.

Dilansir Kontan.co.id, Presiden Komisioner HFX International Berjangka Sutopo Widodo juga menilai langkah menggantikan USD dalam perdagangan antar negara masih harus menempuh jangka panjang. Sutopo mengapresiasi langkah BI dalam upaya melakukan dedolarisasi. Namun, 60 persen perdagangan di dunia masih menggunakan mata uang USD. Ditambah lagi USD adalah cadangan devisa yang banyak dimiliki negara-negara tersebut.

Menurut Sutopo, di tengah fenomena dedolarisasi, mata uang USD saat ini kondisinya baik-baik saja. Dia memperkirakan, membutuhkan waktu berpuluh-puluh tahun untuk menggeser USD sebagai mata uang utama dalam transaksi antar negara.

KESIMPULAN

Verifikasi Tempo menyimpulkan bahwa narasi yang mengatakan Indonesia berupaya melepas ketergantungan pada mata uang dolar AS adalah klaim keliru.

Indonesia saat ini belum melepas dari dominasi mata uang USD meskipun telah tampak upaya mengurangi ketergantungan pada dolar AS.

TIM CEK FAKTA TEMPO

**Punya informasi atau klaim yang ingin Anda cek faktanya? Hubungi ChatBot kami. Anda juga bisa melayangkan kritik, keberatan, atau masukan untuk artikel Cek Fakta ini melalui email [email protected]