Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Keliru, Konten dengan Klaim NASA Prediksi Kiamat Internet pada 2025

Senin, 18 Maret 2024 16:16 WIB

Keliru, Konten dengan Klaim NASA Prediksi Kiamat Internet pada 2025

Sebuah narasi beredar di WhatsApp, Twitter, serta akun Facebook ini dan ini, dengan klaim Badan Penerbangan dan Antariksa (NASA) Amerika Serikat menyatakan akan terjadi kiamat internet pada tahun 2025.

Konten itu memuat narasi bahwa NASA memprediksi pada tahun 2025 akan terjadi fenomena badai matahari yang menyebabkan terganggunya sambungan internet selama beberapa bulan, atau kiamat internet (internet apocalypse).

Dalam unggahan di Twitter, masyarakat diajak membayangkan hidup tanpa internet. Sementara di Facebook, narasi itu ditambah klaim bahwa kiamat internet itu berkaitan dengan pembentukan tatanan dunia baru. 

Tempo menerima permintaan pembaca untuk memeriksa kebenaran narasi tersebut. Benarkah NASA menyatakan akan terjadi kiamat internet?

PEMERIKSAAN FAKTA

Narasi tersebut beredar luas di Amerika Serikat sejak Juni 2023, disebarluaskan oleh sejumlah media clickbait di sana. Media-media itu menyebut, prediksi adanya badai matahari itu berasal dari Parker Solar Probe (PSP), proyek NASA yang mempelajari angin matahari. 

Namun Tempo tidak menemukan artikel di laman NASA yang menjelaskan mengenai prediksi terjadinya kiamat internet karena badai matahari pada 2025. Demikian juga pada bagian direktori mengenai Parker Solar Probe, NASA tidak pernah merilis keterangan mengenai kiamat internet pada 2025 karena badai matahari.

Dilansir Snopes.com, sesungguhnya PSP merupakan proyek penelitian heliofisika (fisika matahari) tingkat lanjut dari NASA untuk mengetahui proses pemanasan matahari, sumber tenaga surya, embusan angin dan materialnya ke luar angkasa, serta batas terjauh lontaran berbagai partikel dari matahari itu.

Wahana antariksa PSP telah menuju dan mengelilingi matahari sejak tahun 2018. Namun, sesungguhnya NASA maupun tim dalam PSP tidak pernah menerbitkan prediksi akan ada kiamat internet yang disebabkan badai matahari.

Menurut NASA, pada 14 Desember 2021, Parker telah terbang melalui corona, atmosfer bagian atas Matahari dan mengambil sampel partikel serta medan magnet di sana. Ini menandai pertama kalinya dalam sejarah, sebuah pesawat ruang angkasa menyentuh Matahari.

Parker Solar Probe dirancang untuk terbang dalam jarak sekitar 4 juta mil (6,5 juta kilometer) dari permukaan Matahari untuk melacak aliran energi, mempelajari pemanasan korona matahari, dan mengeksplorasi apa yang mempercepat angin matahari.

Selama perjalanannya, misi ini akan memberikan jawaban atas pertanyaan lama yang membingungkan para ilmuwan selama lebih dari 60 tahun: Mengapa corona jauh lebih panas dibandingkan permukaan Matahari (fotosfer)? Bagaimana percepatan angin matahari? Apa sumber partikel matahari berenergi tinggi?

Selain Snopes, organisasi pemeriksa fakta lainnya yakni Logicallyfacts, Rappler, dan Usatoday juga menyimpulkan isi klaim itu keliru.

Prediksi Badai Matahari 2025

Dilansir ensiklopedia Inggris, Britannica, siklus matahari atau solar cycle adalah perjalanan naik-turunnya jumlah dan ukuran bintik matahari selama 11 tahun. Setelah sampai puncak siklus, aktivitas matahari akan kembali ke tahun pertama siklus berikutnya.

Bintik matahari telah dikenali sejak tahun 1600. Namun, adanya siklus 11 tahunan terkait aktivitas bintik matahari baru diketahui oleh astronom amatir Jerman, Samuel Heinrich Schwabe, pada tahun 1843.

Kemudian astronom Swiss, Rudolf Wolf, mengusulkan 1755 sebagai tahun pertama pencatatan siklus tersebut, karena data yang memadai baru tersedia untuk tahun itu. Berdasarkan teori dan data tersebut, akhir siklus matahari ke-25 diperkirakan terjadi tahun 2019 sampai puncaknya tahun 2025.

Dilansir Tempo, Peneliti Ahli Madya Pusat Riset Antariksa Badan Riset Inovasi Nasional (BRIN) di Bandung, Johan Muhamad, mengatakan bahwa banyak terjadi badai matahari jelang puncak siklus matahari.

Dia mengatakan tidak semua badai matahari berdampak fatal pada bumi. Lantaran bumi memiliki perisai magnetik dan jaraknya dengan matahari jauh, sehingga lontaran material badai matahari telah tersebar ke berbagai tempat di luar angkasa.

“Tapi tidak semua badai matahari berakibat fatal pada bumi,” ujar Johan di acara daring Dialog, Obrolan, Fakta Ilmiah Populer dalam Sains Antariksa bertopik Riset Matahari dan Aktivitasnya gelaran BRIN, pada Jumat, 15 Maret 2024.

Dia juga menjelaskan, setelah dipantau selama ratusan tahun, diketahui bahwa siklus matahari ternyata tidak selalu berlangsung selama 11 tahun. Sesungguhnya, kadang terjadi selama 8 sampai 10 tahun, bisa juga selama 12 atau 13 tahun.

NASA juga memperkirakan terjadi puncak siklus matahari ke-25 pada tahun 2025. Untuk menghadapinya, mereka telah membangun sistem kecerdasan buatan (AI) untuk memprediksi terjadinya cuaca luar angkasa yang berbahaya. Publikasi itu tidak menyinggung adanya prediksi kiamat internet.

Sistem AI yang mereka buat dinamai Deep Learning Geomagnetic Perturbation (DAGGER), yang diklaim bisa memprediksi gangguan geomagnetik di seluruh dunia. Prediksi dikatakan bisa dihasilkan 30 menit sebelum bahaya datang, sehingga masyarakat memiliki waktu untuk bersiap.

Dengan kata lain, sistem AI tersebut tidak bisa memprediksi bahaya yang akan muncul tahun depan sebagaimana narasi yang beredar di internet dan artikel clickbait dari beberapa media Amerika Serikat.

Badai matahari pernah menyebabkan rusaknya jaringan listrik selama 12 jam di seantero Kanada pada tahun 1989. Badai matahari yang terjadi tahun 1859 juga membakar stasiun telegraf sehingga alat komunikasi tersebut tak bisa digunakan untuk sementara waktu.

Publikasi NASA itu juga memang menyebutkan, bahwa jika puncak badai matahari 2025 levelnya seperti yang terjadi tahun 1859, maka berpotensi menimbulkan dampak yang lebih besar, yakni terganggunya jaringan listrik dan komunikasi global.

Namun, sesungguhnya informasi itu sebagai tambahan saja, berkaitan dengan kewaspadaan dan persiapan sistem AI mereka. Dan sesungguhnya mereka tidak menyampaikan prediksi badai matahari 2025 akan separah tahun 1859 atau mengganggu jaringan komunikasi global.

KESIMPULAN

Verifikasi Tempo menyimpulkan bahwa narasi yang mengatakan NASA memprediksi badai matahari akan menyebabkan kiamat internet selama berbulan-bulan pada tahun 2025 adalah keliru.

Pada tahun 2025, memang diperkirakan akan lebih banyak terjadi badai matahari, dibanding tahun-tahun sebelumnya. Hal itu merupakan prediksi NASA dan para ilmuwan berdasarkan teori yang sudah dikembangkan sejak tahun 1843.

NASA juga mengembangkan sistem AI untuk memprediksi bahaya cuaca antariksa, 30 menit sebelum kejadian. NASA tidak atau belum memprediksi adanya kiamat internet pada puncak siklus matahari tahun 2025.

TIM CEK FAKTA TEMPO

**Punya informasi atau klaim yang ingin Anda cek faktanya? Hubungi ChatBot kami. Anda juga bisa melayangkan kritik, keberatan, atau masukan untuk artikel Cek Fakta ini melalui email cekfakta@tempo.co.id