Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Sebagian Benar, Klaim Ganjar Pranowo bahwa Anggaran Kesehatan Tidak Mencapai 5-10 persen dari APBN

Minggu, 4 Februari 2024 21:26 WIB

Sebagian Benar, Klaim Ganjar Pranowo bahwa Anggaran Kesehatan Tidak Mencapai 5-10 persen dari APBN

Calon Presiden Republik Indonesia nomor urut 3, Ganjar Pranowo dalam debat presiden sesi 5 menyebutkan anggaran kesehatan kerap terpotong sehingga tidak mencapai 5-10 persen dari APBN.

“Pada tahap berikutnya kita berikan fasilitas kesehatan sampai ke desa-desa, 1 desa satu faskes satu naskes hanya memang ketika UU sebelumnya mengatur persentase dari anggaran untuk kesehatan yang diberikan angka 5 sampai 10% itu terpotong, itu harus dikembalikan”

Lantas, benarkah anggaran kesehatan terpotong sehingga tidak mencapai 5-10 persen dari APBN?

PEMERIKSAAN KLAIM

Sesuai UU No 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, memandatkan bahwa minimal alokasi anggaran kesehatan 5% dari APBN. Menurut Data Indonesia yang merujuk data Kementerian Keuangan (Kemenkeu) sejak 2010-2022, pemerintah hanya berhasil memenuhi kewajiban tersebut pada empat tahun.

Rasio anggaran kesehatan sebesar 5% pada 2016. Kemudian, rasio anggaran kesehatan kembali melebihi 5% pada 2020, 2021, dan 2022. Besarnya rasio anggaran kesehatan pada tiga tahun terakhir terjadi seiring dengan pandemi Covid-19. Pemerintah harus mengeluarkan dana yang besar untuk program penguatan 3T (testing, tracing, and treatment), klaim biaya perawatan pasien Covid-19, penyediaan obat, insentif tenaga kesehatan, serta vaksinasi.

Walaupun ada mandatory spending sebesar 5%, rasio anggaran kesehatan Indonesia terbilang masih sangat kecil jika dibandingkan dengan produk domestik bruto (PDB), yakni 1,51%. Persentase ini masih jauh dari ketentuan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) yang sebesar 4%-5% dari PDB.

Anis Fuad, Dosen Departemen Biostatistik, Epidemiologi, dan Kesehatan Populasi FK-KMK Universitas Gadjah Mada mengatakan, dalam UU Kesehatan yang baru nomor 17 tahun 2023, tidak diatur lagi mengenai mandatory spending. Sebelum UU Kesehatan yang baru disahkan, belanja wajib minimal kesehatan 5 persen, namun, dalam pelaksanaannya, memang sering tidak dapat mencapai. 

Klara Esti, senior research associate Centre for Innovation Policy and Governance (CIPG) mengatakan dalam APBN 2024, anggaran kesehatan Indonesia sebesar Rp 186,4 triliun atau sebesar 5,6% dari APBN. Namun pada 2023 anggaran kesehatan Indonesia hanya mencapai Rp 96,6 triliun atau 4,3 persen.  

Pada tahun anggaran 2024 misalnya anggaran kesehatan Indonesia mencapai 184 triliun atau 5,6 persen dari total rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2024. Angka tersebut naik 8,05 persen dibandingkan pada outlook APBN 2023 yang sebesar Rp 172,5 triliun. Peningkatan anggaran kesehatan tertinggi terjadi pada tahun anggaran 2021 yang mencapai Rp 312 triliun. 

KESIMPULAN

Hasil pemeriksaan fakta Tempo, pernyataan Calon Presiden Republik Indonesia nomor urut 3, Ganjar Pranowo dalam debat presiden sesi 5 yang menyebutkan anggaran kesehatan kerap terpotong sehingga tidak mencapai 5-10 persen dari APBN adalah sebagian benar

Dalam kurun waktu lima tahun anggaran Kesehatan Indonesia sesungguhnya selalu mengalami peningkatan meski di beberapa periode tahun anggaran tidak mencapai 5 persen. Hal ini dikarenakan mandatory spending atau belanja wajib di sektor kesehatan sudah tidak lagi dikunci pada kisaran 5 persen dari APBN.

**Punya informasi atau klaim yang ingin Anda cek faktanya? Hubungi ChatBot kami. Anda juga bisa melayangkan kritik, keberatan, atau masukan untuk artikel Cek Fakta ini melalui email cekfakta@tempo.co.id

Artikel ini adalah hasil kolaborasi Aliansi Jurnalis Independen, Asosiasi Media Siber Indonesia, Masyarakat Anti-Fitnah Indonesia, Cekfakta.com bersama 16 media dan 7 panel ahli di Indonesia