Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

[Fakta atau Hoaks] Benarkah Luhut Minta Rakyat Tak Ikut Campur Investasi Cina di Bogor?

Senin, 8 April 2019 06:10 WIB

[Fakta atau Hoaks] Benarkah Luhut Minta Rakyat Tak Ikut Campur Investasi Cina di Bogor?

Narasi tentang Menteri Kordinator Bidang Kemaritiman, Luhut Binsar Panjaitan, yang meminta rakyat tidak ikut campur dengan rencana pemerintah Indonesia menawarkan Jonggol ke investor Cina, beredar di media sosial.

Informasi itu dibagikan oleh akun Jazuli Andini di Facebook pada 30 Maret 2019. Ia memuat dua foto tangkapan layar yakni koran Radar Bogor dengan judul headline “Jonggol Ditawarkan ke China” serta situs berita Kompas Info yang bergambar Luhut Panjaitan dengan judul “Pemerintah Jokowi Tawarkan Kota Bogor Kepada Cina, Luhut: Rakyat Diam, Jangan Ikut Campur!”

Akun Jazuli Andini di Facebook pada 30 Maret 2019 membagikan dua foto tentang investasi China di Bogor. 

“Emang luh pikir negara ini punya siapa? Rakyat gak boleh protes. Manusia seperti ini ko bisa jadi pejabat Publik. Pantesan aza negara tambah kacau, dgn kehadiran manusia macam kaya gini,” tulis akun Jazuli.

 

PEMERIKSAAN FAKTA

Bukan media kredibel

Kompas Info yang beralamat di k0mpasinf0.blogspot.com bukan tergolong media berita yang kredibel karena selain memiliki domain blog pribadi, juga tidak mencantumkan siapa penanggung jawab dan alamat perusahaan. Padahal ketentuan tersebut diatur dalam Pasal 12 UU No 40 Tahun 1999 tentang Pers yang berbunyi: "Perusahaan pers wajib mengumumkan nama, alamat dan penanggung jawab secara terbuka melalui media yang bersangkutan; khusus untuk penerbitan pers ditambah nama dan alamat percetakan.“

Selain itu, Pemakaian nama media tersebut mencatut nama media KOMPAS, salah satu media kredibel yang tercatat di Dewan Pers. Dalam blog K0mpasinf0 juga tak ada Pedoman Pemberitaan Media Siber yang dimuat dalam situs tersebut. Kewajiban pemuatan Pedoman Pemberitaan Media Siber tercantum jelas pada Pasal 8.

Pedoman Pemberitaan Media Siber ditandatangani oleh Dewan Pers dan komunitas pers di Jakarta, 3 Februari 2012, agar pengelolaan media siber dapat dilaksanakan secara profesional, memenuhi fungsi, hak, dan kewajibannya sesuai Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers dan Kode Etik Jurnalistik.

 

Isi konten menyesatkan

Artikel di K0mpas Inf0 itu menyalin berita pemerintah Indonesia menawarkan Jonggol ke China dari berbagai media massa, seperti Radar Bogor.

Hasil penelusuan Tempo, Radar Bogor memang benar telah menurunkan berita itu, di mana Kecamatan Jonggol, Kabupaten Bogor akan dijadikan sebagai Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Indonesia-China.

Tawaran itu menjadi salah satu kebijakan Pemerintah Indonesia yang menawarkan 28 proyek senilai USD 91,1 miliar atau setara Rp1.295,8 triliun kepada pemerintah Tiongkok. 

Selain Radar Bogor, isi artikel juga mencuplik pernyataan Luhut Panjaitan tentang 4 syarat bagi investor Tiongkok yang akan berinvestasi di Indonesia. Seperti diberitakan oleh merdeka.com, bahwa setiap investor harus membawa teknologi terbaik, melakukan transfer pengetahuan, merekrut pekerja Indonesia, dan membangun industri yang memberi nilai tambah bagi produk Indonesia. 

Akan tetapi terdapat satu kalimat yang tidak ditemukan dalam berita-berita dari media kredibel tersebut. Kalimat itu tertulis:

“……..kalaupun investasinya masuk ke Indonesia. mohon untuk rakyat Indonesia jangan ikut campur apalagi tebar tebar fitnah, yang bukan bukan tentang pemerintah.”

Kalimat tersebut yang kemudian dijadikan judul oleh situs K0mpas Inf0. Padahal kalimat tersebut hasil penambahan yang tidak bisa dipertanggungjawabkan.

 

KESIMPULAN

Dari fakta-fakta di atas bahwa narasi yang dibangun oleh akun Jazuli Andini adalah keliru.

 

Ika Ningtyas