Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke [email protected].

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

[Fakta atau Hoaks] Benarkah Bayi di India Ini Memakan Usus Ibunya?

Jumat, 29 November 2019 15:57 WIB

[Fakta atau Hoaks] Benarkah Bayi di India Ini Memakan Usus Ibunya?

Narasi bahwa ada bayi yang dikandung selama 11 bulan yang memakan usus ibunya sampai habis beredar di media sosial. Dalam narasi itu, disebutkan pula bahwa bayi itu menggigit tangan perawat saat dilahirkan dan dokter harus memberinya suntikan hingga 17 kali untuk membunuh bayi itu.

Narasi itu dilengkapi dengan video seorang bayi yang diletakkan di atas kain sarung di sebuah pekarangan. Dalam video berdurasi 16 detik itu, bayi yang sedang menangis tersebut dikerubungi oleh warga. Kulit bayi itu pecah-pecah. Matanya pun merah. Menurut narasi itu, peristiwa ini terjadi di India.

Salah satu akun yang mengunggah narasi itu adalah akun Majoen di Facebook, yakni pada Kamis, 28 November 2019. Narasi yang diunggah oleh akun Majoen tersebut berbunyi:

"Bayi 11 bulan dalam perut ibunya. Habis usus ibunya dimakan oleh bayi ini. Kemudian dokter mengoperasi ibunya untuk mengeluarkan bayi ini. Ketika bayi ini keluar, dia menggigit tangan perawat. Setelah 3 jam, si perawat meninggal, ibu bayi ini pun meninggal setelah bayi ini keluar. Bayi ini lahir dengan berat 8 kg, setelah 3 jam bertambah naik beratnya menjadi 13 kg. Bayi ini lahir hari Jumat, tidak tahu Allah ingin kasih peringatan apa untuk kita semua. Bayi ini kemudian dibunuh, dokter memberinya suntik mematikan sampai 17 kali baru bayi ini mati. Ini kisah benar-benar terjadi di India, Wallahua'lam."

Hingga kini, video unggahan akun Majoen tersebut telah ditonton lebih dari 8 ribu kali. Unggahan itu juga telah dibagikan sebanyak 533 kali.

Gambar tangkapan layar unggahan akun Majoen di Facebook.

PEMERIKSAAN FAKTA

Pertama-tama, Tim CekFakta Tempo menggunakan tools inVID untuk mendapatkan cuplikan gambar dari video yang diunggah akun Majoen. Kemudian, gambar itu dimasukkan ke reverse image tools Google untuk mendapatkan informasi yang terkait video itu. Hasilnya, ditemukan video yang sama yang diunggah kanal Ashish Dhankhar di YouTube

Video itu diunggah oleh kanal Ashish Dhankhar pada 13 Juni 2019 dengan judul "Plastic baby". Dalam keterangan videonya, kanal Ashish Dhankhar menyatakan bahwa bayi "collodion" itu lahir di Bahraich, sebuah distrik di negara bagian Uttar Pradesh, India.

Berbekal informasi lokasi tersebut, Tempo memasukkan kata kunci "collodion baby in Bahraich". Hasilnya, ditemukan artikel dari situs media Lebanon, An-Nahar, terkait bayi "collodion" itu yang dimuat pada 27 November 2019. Menurut artikel tersebut, bayi itu memang lahir di India, yakni pada 13 Juni 2019. Bayi tersebut menderita kelainan genetik yang bernama harlequin ichthyosis.

Berita itu juga dimuat oleh situs media India, Amar Ujala. Bayi itu lahir di pusat kesehatan primer Gaighat, Bahraich, pada 13 Juni. Namun, saat bayi itu lahir, para petugas di pusat kesehatan tersebut syok. Bayi itu pun disarankan untuk dipindahkan ke rumah sakit distrik di Bahraich.

Orang tua bayi itu bernama Shahim dan Majida Begum. Majida mulai merasakan kandungannya sakit ketika subuh. Awalnya, dia ingin melahirkan di rumah. Namun, karena kondisinya memubruk, Majida dilarikan ke pusat kesehatan primer Gaighat. Di sana, Majida melahirkan bayi laki-laki itu pada pukul 06.30.

Petugas di pusat kesehatan primer Gaighat mengkonfirmasi bahwa bayi itu merupakan bayi "collodion" atau bayi "plastik". Kabar itu menyebar dan memicu warga Gaighat berkerumun di pusat kesehatan tersebut. Majida dan bayinya pun disarankan untuk dirujuk ke rumah sakit distrik. Saat itu, kondisi si bayi kritis.

Dilansir dari situs media India, Patrika, walaupun bayi itu disarankan untuk dirujuk ke rumah sakit distrik di Bahraich, orang tua si bayi memilih untuk membawanya pulang. Namun, beberapa jam kemudian, bayi itu meninggal.

Menurut dokter rumah sakit distrik di Bahraich, KK Verma, tubuh bayi "collodion" sebenarnya tidak terselimuti plastik, melainkan membran yang mirip plastik. Verma juga mengatakan bahwa kelainan yang diderita bayi itu bisa terjadi jika, saat masih berbentuk janin, bayi itu tidak berkembang secara maksimal. Selain itu, kondisi tersebut dapat disebabkan oleh kelalaian sang ibu ketika mengandung.

Dikutip dari situs resmi Foundation for Ichthyosis & Related Skin Types, bayi "collodion" adalah istilah untuk bayi yang dilahirkan dengan selaput mengkilat yang menyerupai plastik. Bayi "collodion" bukanlah entitas penyakit, melainkan bentuk dari ichthyosis, sebuah kelainan genetika kulit yang langka.

Ilustrasi kelainan genetik harlequin ichthyosis.

Seperti yang telah disebutkan di atas, tipe ichthyosis yang diderita oleh bayi yang dilahirkan di Bahraich, India, tadi adalah harlequin ichthyosis. Dikutip dari situs resmi Genetics Home Reference, harlequin ichthyosis adalah kelainan genetik parah yang utamanya menyerang kulit.

Bayi dengan kondisi ini dilahirkan dengan kulit yang sangat keras dan tebal yang menutupi sebagian besar tubuhnya. Kulit tersebut membentuk piring besar seperti berlian yang dipisahkan oleh retakan yang dalam. Kelainan kulit ini memengaruhi bentuk kelopak mata, hidung, mulut, dan telinga, serta membatasi pergerakan lengan dan kaki. Pergerakan dada yang terbatas dapat menyebabkan kesulitan bernapas, bahkan gagal napas.

KESIMPULAN

Berdasarkan pemeriksaan fakta di atas, narasi bahwa ada bayi yang dikandung selama 11 bulan memakan usus ibunya sampai habis merupakan narasi yang menyesatkan. Bayi itu memang lahir di India. Namun, bayi tersebut tidak seperti yang dideskripsikan oleh akun Majoen di Facebook. Bayi itu menderita kelainan genetik harlequin ichthyosis.

IBRAHIM ARSYAD

Anda punya data/informasi berbeda, kritik atau masukan untuk artikel cekfakta ini? Kirimkan ke [email protected]