Keliru: Komdigi Kaji WhatsApp Call dengan Internet Premium

Kamis, 7 Agustus 2025 17:33 WIB

Keliru: Komdigi Kaji WhatsApp Call dengan Internet Premium

SEBUAH narasi beredar di X [arsip] bahwa Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) mengkaji penggunaan internet premium untuk layanan telepon dan video call melalui WhatsApp dan aplikasi serupa.

Konten itu disertai foto Menteri Komdigi Meutya Hafid. Dia diklaim mengkaji peraturan pembatasan layanan telepon dan panggilan video yang hanya bisa diakses menggunakan internet premium.

Namun, benarkah Menteri Meutya Hafid mengatakan pemberlakuan internet premium untuk layanan telepon dan panggilan video melalui WhatsApp?

PEMERIKSAAN FAKTA

Tempo memverifikasi narasi tersebut dengan membandingkannya pada media kredibel dan menggunakan layanan pencarian gambar terbalik. Hasilnya meski pejabat Komdigi pernah mewacanakan pembatasan komunikasi berbasis internet atau voice over IP (VoIP), namun Menteri Meutya Hafid menyatakan hal itu keliru.

Foto Meutya yang digunakan dalam narasi yang beredar sesungguhnya berasal dari laman Kementerian Komdigi. Saat itu, Meutya hadir dalam acara rapat kerja Kementerian Komdigi dan Komisi I DPR RI di Gedung DPR Jakarta, Senin, 7 Juli 2025.

Rapat tersebut membahas usulan tambahan anggaran Kementerian Komdigi sebesar Rp12,6 triliun. Anggaran itu ditujukan untuk beberapa hal yakni pembangunan akses internet di wilayah Papua, keberlanjutan Pusat Data Nasional (PDN), dan pengembangan kecerdasan buatan.

Dalam rapat tersebut, Meutya tidak membahas rencana penggunaan internet premium untuk mengakses panggilan video dari WhatsApp. 

Asal Mula Kontroversi Wacana Internet Premium

Awal kemunculan isu ini berasal dari keluhan pengusaha jasa telekomunikasi yang tergabung dalam Asosiasi Penyelenggara Telekomunikasi Seluruh Indonesia (ATSI). Dikutip dari CNN Indonesia, mereka mengeluh penyedia layanan over the top (OTT) seperti WhatsApp yang  menikmati keuntungan, padahal tidak berkontribusi besar pada pengembangan infrastruktur komunikasi di Indonesia. 

Mereka mendesak agar pemerintah mengatur model bisnis penyedia jasa OTT.

Direktur Strategi dan Kebijakan Infrastruktur Digital, Kementerian Komunikasi dan Digital, Denny Setiawan, kemudian melempar wacana menanggapi keluhan ini. Ia mengatakan, Komdigi mengkaji regulasi  untuk  mengatur layanan telepon dan panggilan video berbasis VoIP.  

Menurutnya, regulasi dibutuhkan untuk menyeimbangkan layanan penyedia jasa dengan kontribusi pengembangan infrastruktur komunikasi di Indonesia. "Masih wacana, masih diskusi. Artinya, kita cari jalan tengah, bagaimana (memenuhi) layanan masyarakat, tetap butuh kan WA ini. Tapi untuk yang membutuhkan kapasitas besar ini kan butuh kontribusi, operator yang bangun tapi nggak dapat apa-apa," kata Denny, Rabu, 16 Juli 2025.

Namun pernyataan Denny tersebut kemudian menjadi viral dan menuai kritik. Hal itu membuat Menteri Komdigi Meutya Hafid membantah adanya penyusunan kebijakan tersebut. Dalam siaran pers Kementerian Komdigi, Meutya mengatakan wacana tersebut tidak ada dalam prioritas kerja lembaga yang dipimpinnya.

Dia mengatakan, wacana pembatasan layanan telepon dan panggilan video belum pernah dibicarakan secara resmi di internal Komdigi. Ia meminta maaf atas isu yang meresahkan masyarakat tersebut.

“Saya tegaskan, pemerintah tidak merancang ataupun mempertimbangkan pembatasan WhatsApp Call. Informasi yang beredar tidak benar dan menyesatkan,” ujar Meutya, 18 Juli 2025.

Dia juga menjelaskan kerja-kerja kementeriannya saat ini berfokus pada agenda prioritas nasional, antara lain perluasan akses internet di wilayah tertinggal, peningkatan literasi digital, serta penguatan keamanan dan perlindungan data di ruang digital.

KESIMPULAN

Verifikasi Tempo menyimpulkan bahwa narasi yang mengatakan Kementerian Komdigi mewajibkan penggunaan internet premium untuk menikmati layanan telepon dan panggilan video WhatsApp dan aplikasi sejenisnya ialah klaim keliru.

TIM CEK FAKTA TEMPO

**Punya informasi atau klaim yang ingin Anda cek faktanya? Hubungi ChatBot kami. Anda juga bisa melayangkan kritik, keberatan, atau masukan untuk artikel Cek Fakta ini melalui email [email protected]