Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Menyesatkan, Klaim Pandemic Treaty adalah Agenda Digitalisasi untuk Mengontrol Manusia

Jumat, 28 Juni 2024 17:00 WIB

Menyesatkan, Klaim Pandemic Treaty adalah Agenda Digitalisasi untuk Mengontrol Manusia

Akun k0nsp1r4s1.gl0b4l di Instagram, mengunggah konten berisi klaim bahwa perjanjian kesehatan global atau pandemic treaty adalah agenda digitalisasi untuk mengontrol dunia sepenuhnya. “Pandemic treaty digitalisasi for total control,” demikian narasi yang diunggah pemilik konten pada 21 Juni 2024. 

Konten itu terdiri dari potongan video podcast yang membahas tentang perjanjian kesehatan global atau pandemic treaty. Di bagian akhir video itu, muncul tangkapan layar isi cuitan Elon Musk: “In the future, there will be no phones, just neuralinks” dan teks yang menghubungkan bahwa neuralink dan starlink sebagai upaya mengontrol pikiran. “Neuralink+Starlink=mind control bukan omong kosong belaka”. 

Artikel ini akan memverifikasi dua klaim. Pertama, benarkah bahwa pandemic treaty adalah digitalisasi untuk mengontrol dunia? Kedua, benarkah neuralink dan starlink bagian dari agenda pandemic treaty tersebut untuk mengendalikan pikiran manusia?

PEMERIKSAAN FAKTA

Klaim 1: Pandemic Treaty adalah agenda digitalisasi untuk mengontrol dunia

Fakta: WHO Pandemic treaty merupakan sebutan lain untuk WHO Convention, Agreement or other International Instrument on Pandemic Prevention, Preparedness and Response (WHO CA+ on PPPR) atau konvensi WHO, terkait perjanjian atau instrumen internasional tentang pencegahan, kesiapsiagaan, dan respon pandemi.

WHO CA+ on PPPR merupakan evaluasi dan pengakuan atas kegagalan komunitas internasional untuk menunjukkan solidaritas dan kesetaraan menanggapi pandemi penyakit virus corona (COVID-19).

Siradj Okta (2021) dalam artikelnya di The Conversation, mengatakan dampak pandemi Covid-19 yang meluas, tidak terbatas pada negara tertentu saja, sehingga dunia membutuhkan solidaritas global, strategi global, dan juga kehadiran suatu otoritas agar perjanjian pandemi internasional dapat dipatuhi setiap anggota.

Pengalaman dari pandemi Covid-19, menunjukkan setiap negara merespons pandemi ini dengan cara yang berbeda-beda, sesuai kapasitas, pengetahuan, dana, dan kemauan politik pemimpinnya, walau ada panduan umum dari Organisasi Kesehatan Dunia.

Tujuan awal dari Pandemic Treaty tersebut adalah membahas masalah bagaimana memastikan bahwa negara-negara berpenghasilan tinggi dan perusahaan swasta berperilaku adil, tidak menimbun jutaan dosis vaksin berlebih atau menolak untuk berbagi pengetahuan dan produk yang dapat menyelamatkan jiwa, dan bahwa terdapat mekanisme untuk melakukan hal tersebut. 

Meski ada kritik terhadap pandemic treaty namun perjanjian tersebut tidak berisi agenda untuk mengontrol dunia melalui digitalisasi. Isi perjanjian tersebut secara umum terkait dengan produksi dan distribusi berkelanjutan dan transfer teknologi vaksin; peningkatan kapasitas penelitian dan pengembangan; mekanisme pembagian data dan informasi patogen; penguatan dan perlindungan pekerja kesehatan; serta pembiayaan.

Klaim 2: neuralink dan starlink bagian dari agenda pandemic treaty tersebut untuk mengendalikan pikiran manusia

Fakta: Starlink adalah nama jaringan satelit yang dikembangkan oleh perusahaan penerbangan luar angkasa swasta milik Elon Musk, SpaceX,  untuk menyediakan akses internet murah di daerah remote atau terpencil. Menurut situs Space, hingga Mei 2024 terdapat 6,078 satelit Starlink di dalam orbit, di mana sebanyak 6,006 aktif. 

Sedangkan Neuralink adalah perusahaan yang juga didirikan Elon Musk pada 2016 untuk menciptakan antarmuka komputer dan otak: perangkat yang terhubung dengan otak yang memungkinkan manusia mengendalikan komputer dengan pikiran. 

Pada 28 Januari 2024, Elon Musk mengumumkan menguji chip neuralink pertama kali pada manusia. Namun tidak ada informasi yang bisa diverifikasi atas keberhasilan uji coba itu, meski Elon Musk mengklaim bahwa kondisi penerima pulih dengan baik.

Lalu apakah Neuralink akan berhasil untuk mengendalikan seluruh pikiran manusia? Tidak ada yang bisa memastikan Neuralink berhasil dan digunakan untuk seluruh manusia. Dalam artikel di New Scientist, percobaan hewan yang dilakukan Neuralink sebelumnya tidak semuanya berhasil.

Pada tahun 2022, Physicians Committee for Responsible Medicine, sebuah organisasi advokasi, mengirimkan surat kepada Departemen Pertanian AS untuk meminta penyelidikan atas apa yang disebutnya sebagai pelanggaran yang sangat mengerikan terhadap Undang-Undang Kesejahteraan Hewan dengan memperlakuan monyet dalam eksperimen otak invasif.

Laporan Reuters pada tahun yang sama mengutip dokumen dan sumber yang mengindikasikan bahwa tes Neuralink telah membunuh 1.500 hewan, dalam beberapa kasus menyebabkan "penderitaan dan kematian yang tidak perlu".

Perangkat apa pun yang ditujukan untuk implantasi pada manusia harus melewati sejumlah rintangan peraturan untuk memastikan bahwa perangkat itu sendiri, proses pemasangan, dan penggunaannya secara berkelanjutan relatif aman dan bahwa setiap potensi risiko dipahami dengan baik.

Berdasarkan penjelasan di atas, Neuralink dan Starlink adalah dua proyek yang berbeda milik Elon Musk. Keduanya tidak terkait dengan isi pandemic treaty.

Dokumen perjanjian atau Pandemic Treaty versi 13 Maret 2024 dapat diunduh melalui tautan ini.

KESIMPULAN

Berdasarkan pemeriksaan fakta di atas, Tempo menyimpulkan bahwa konten berisi klaim pandemic treaty merupakan agenda digitalisasi untuk mengontrol manusia dan Neuralink-Starlink bagian dari agenda pandemic treaty adalah menyesatkan.

TIM CEK FAKTA TEMPO

** Punya informasi atau klaim yang ingin Anda cek faktanya? Hubungi ChatBot kami. Anda juga bisa melayangkan kritik, keberatan, atau masukan untuk artikel Cek Fakta ini melalui email cekfakta@tempo.co.id