Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Belum Ada Bukti, Klaim Tapera Jadi Solusi Atasi Backlog Perumahan

Jumat, 28 Juni 2024 16:36 WIB

Belum Ada Bukti, Klaim Tapera Jadi Solusi Atasi Backlog Perumahan

Direktur Jenderal Pembiayaan Infrastruktur Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan (PUPR), Herry Trisaputra Zuna, mengklaim bahwa iuran Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) dapat menjadi solusi untuk mengatasi persoalan backlog. Backlog perumahan (angka ketimpangan pemilikan rumah) masih menjadi tantangan klasik, karena angkanya tak kunjung menurun. 

Ia mengatakan bahwa penyebab terbesarnya adalah kecilnya porsi anggaran pemerintah untuk sektor perumahan. Maka, Tapera bisa mengatasi masalah backlog itu.

“Bahkan BP Tapera punya tenor 35 tahun. Bisa ngga menyelesaikan backlog? Justru dengan makin banyaknya peserta Tapera makin besar kemungkinan kita untuk menyelesaikan backlog,” ujarnya, sebagaimana dilansir Bisnis.com.

Benarkah iuran Tapera dapat menjadi solusi untuk mengatasi persoalan backlog perumahan?

PEMERIKSAAN KLAIM

Direktur Ekonomi dari Center of Economic and Law Studies (CELIOS), Nailul Huda, menilai klaim pemerintah soal Tapera bisa atasi backlog kepemilikan rumah tidak bisa diverifikasi. “Pasalnya, belum tentu Tapera akan efektif mengatasi masalah tersebut dengan masih besarnya angka ketimpangan pemilikan rumah,” ujarnya.

Meski begitu, terlihat tren penurunan secara umum dalam backlog perumahan selama periode 2010 hingga 2023. Pada tahun 2010, backlog tercatat sebesar 13,5 juta unit, dan meskipun ada fluktuasi kecil, tren keseluruhan menunjukkan penurunan yang berkelanjutan. Pada 2023, backlog mencapai titik terendah, yaitu 9,9 juta unit.

Walau terjadi penurunan, angka backlog masih cukup besar. Salah satunya karena kenaikan harga rumah yang lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan gaji rata-rata masyarakat.

Nailul merujuk data rata-rata kenaikan gaji masyarakat di tahun 2023 adalah 1,8%. Sedangkan dalam laporan indeks harga properti residensial Bank Indonesia terdapat kenaikan rata-rata harga rumah mencapai 1,96%. Bahkan untuk kategori tipe bangunan kecil naik hingga 2,11% dan menengah 2,44%. “Artinya, kesempatan masyarakat khususnya kelas menengah ke bawah untuk bisa memiliki rumah semakin kecil,” ungkapnya.

Selain itu, data Badan Pusat Statistik (BPS) menyebutkan 11% masyarakat dengan pendapatan 20% terbawah mendapatkan rumah dari warisan ataupun hibah. Angka tersebut tertinggi dibandingkan dengan masyarakat berpendapatan menengah dan atas. Masyarakat miskin memiliki ketergantungan akan hibah atau warisan rumah untuk memiliki hunian, itupun masuk kategori rumah kurang atau tidak layak.

Lagipula, telah terjadi perubahan preferensi tempat tinggal oleh kaum muda (Gen Milenial dan Gen Z), terutama yang hidup di perkotaan. Mereka cenderung memilih hunian dekat tempat kerja, seperti menyewa kost atau unit apartemen. Kondisi tersebut menjadi salah satu faktor yang menurunkan angka permintaan rumah.

Nailul merekomendasikan, pemerintah sebaiknya lebih dulu memecahkan masalah spekulasi lahan yang membuat harga rumah tidak terjangkau oleh kelas menengah ke bawah. “Jika tidak mampu menyediakan rumah yang terjangkau, bukan berarti pemerintah bisa memaksa masyarakat menabung untuk rumah,” tegasnya.

KESIMPULAN

Pernyataan Direktur Jenderal Pembiayaan Infrastruktur Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan (PUPR), Herry Trisaputra Zuna bahwa iuran Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) dapat menjadi solusi untuk mengatasi persoalan backlog adalah belum ada bukti.

Besarnya angka ketimpangan pemilikan rumah atau backlog salah satunya karena kenaikan harga rumah yang lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan gaji rata-rata masyarakat. Pemerintah sebaiknya lebih dulu memecahkan masalah spekulasi lahan yang membuat harga rumah tidak terjangkau oleh kelas menengah ke bawah.

**Punya informasi atau klaim yang ingin Anda cek faktanya? Hubungi ChatBot kami. Anda juga bisa melayangkan kritik, keberatan, atau masukan untuk artikel Cek Fakta ini melalui email cekfakta@tempo.co.id

Artikel ini merupakan hasil kolaborasi program Panel Ahli Cek Fakta The Conversation Indonesia bersama Kompas.com dan Tempo.co, didukung oleh Aliansi Jurnalis Independen (AJI)