Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Belum Ada Bukti, Meninggalnya Dokter Wahyudi karena Meningkatnya Jumlah Demam Berdarah

Rabu, 8 Mei 2024 14:46 WIB

Belum Ada Bukti, Meninggalnya Dokter Wahyudi karena Meningkatnya Jumlah Demam Berdarah

Sebuah narasi beredar di WhatsApp tentang meninggalnya dr. Wahyudi Sp.PD yang berpraktik di RS Siloam Kebon Jeruk, Jakarta Barat, telah meninggal dunia karena demam berdarah dengue (DBD). Narasi itu juga beredar di Facebook oleh akun ini, ini, dan ini.

Sebagian unggahan menampilkan infografis berisi informasi secara rinci meninggalnya dr Wahyudi di usia 75 tahun, pada tanggal 2 Maret 2024, pukul 07.42 WIB. Pemakaman dilakukan lima hari kemudian.

Dikatakan bahwa dia mengalami batuk, pilek dan demam yang dianggap sakit biasa, kemudian diobati sendiri. Namun kondisinya tidak membaik, tubuhnya menjadi lemas, hingga terjatuh. Sebagian unggahan itu juga menyertakan video yang menampilkan seorang pria mengatakan jumlah kasus DBD sedang tinggi. Dia juga mengajak masyarakat menaruh perhatian lebih besar pada risiko DBD.

Tempo menerima permintaan pembaca untuk memeriksa kebenaran narasi tersebut. Benarkah dr Wahyudi meninggal dunia karena DBD? Dan, benarkah jumlah kasus DBD sedang tinggi?

PEMERIKSAAN FAKTA

Tempo menelusuri dua klaim yang ada dalam narasi tersebut, yakni benarkah dr Wahyudi yang berparktik di RS Siloam Kebon Jeruk, Jakarta, telah meninggal karena DBD? Dan, benarkah angka DBD di Indonesia sedang tinggi?

Ditemukan informasi selengkapnya terkait gambar dan video yang disertakan dalam narasi yang beredar, dari penelusuran menggunakan mesin pencari dan kata kunci. Berikut hasil penelusurannya:

Verifikasi Gambar

Narasi yang beredar sebagian disertai infografis terkait wafatnya dr Wahyudi. Informasi yang sama juga tercantum dalam poster ucapan duka dari RS Pantai Indah Kapuk (PIK) atas meninggalnya dr Wahyudi, di akun Facebook mereka, tertanggal 2 Maret 2024.

Namun, ucapan turut berbela sungkawa itu tidak disertai keterangan sakit yang diderita almarhum sebelum meninggal dunia. Klaim yang mengatakan dr Wahyudi meninggal dunia karena DBD belum terkonfirmasi.

Website kesehatan Alodokter.com mengatakan bahwa dr Wahyudi berpraktik di RS Siloam Kebon Jeruk, Jakarta, sebagai spesialis penyakit dalam. Namun, RS Siloam yang dihubungi Tempo melalui telepon dan surel belum memberikan tanggapan.

Verifikasi Video

Narasi yang beredar juga sebagian dilengkapi video seorang pria yang mengatakan jumlah kasus DBD sedang tinggi dan meminta masyarakat mewaspadainya. Video yang sama ditemukan di akun TikTok @mizaafrizal, tertanggal 17 Maret 2024.

Video itu sesungguhnya menampilkan Dokter Spesialis Anak RSIA Tumbuh Kembang Depok, Miza Afrizal, SpA. Dalam video itu, ia mengajak masyarakat waspada ketika ada anak yang demam selama 3 X 24 jam atau demamnya turun namun anak semakin lemas.

Apalagi jika disertai nyeri perut, mual dan muntah, nyeri sendi, serta kaki dan tangan yang dingin atau lembab, disarankan untuk segera memeriksakannya ke dokter. Meskipun belum tentu anak mengalami DBD, namun sebaiknya tetap diperiksakan untuk mengetahui kondisi kesehatan anak yang sesungguhnya.

Dosen spesialis anak Fakultas Kedokteran (FK) Universitas Muhammadiyah Surabaya (UM Surabaya) Gina Noor Djalilah pun pernah menyampaikan keterangan yang sama. Sebagian keterangan juga sama dengan pernyataan Dokter Spesialis Anak RS UNS, dr. Debby Andina Landiasari, Sp.A.

Jumlah DBD melonjak

Kementerian Kesehatan (Kemenkes) melalui situs resmi menyatakan bahwa sampai tanggal 1 Maret 2024, terdapat 16 ribu kasus DBD di 213 kabupaten/kota di seluruh Indonesia. Sebanyak 124 di antaranya menyebabkan kematian. Angka-angka itu tergolong tinggi.

Daerah yang paling banyak ditemukan kasus DBD adalah Tangerang, Bandung Barat, Kota Kendari, Subang, dan Lebak. Selain itu, keadaan demikian diperkirakan akan terus berlanjut sampai bulan April, seiring dengan musim hujan setelah masa El Nino.

Dilansir CNN Indonesia, dokter spesialis penyakit dalam sekaligus pengurus PB Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Soroy Lardo, mengatakan ada dua faktor yang menyebabkan penambahan kasus baru DBD. Yakni faktor hulu dan hilir.

Dia menjelaskan faktor hulu meliputi seberapa sehat gaya hidup masyarakat, serta kondisi lingkungannya. Sementara faktor hilir adalah perjalanan klinis masing-masing warga, termasuk kekebalan tubuh mereka terhadap penyakit.

KESIMPULAN

Verifikasi Tempo menyimpulkan narasi yang mengatakan dr Wahyudi meninggal dunia karena DBD dan jumlah kasus DBD sedang tinggi merupakan klaim yang belum bisa dibuktikan.

Dr Wahyudi yang berpraktik di RS Siloam meninggal dunia tanggal 2 Maret 2024, namun belum ada informasi akurat terkait penyebabnya. Di sisi lain, Kemenkes mencatat angka kasus DBD di Indonesia pada awal 2024 tergolong tinggi.

TIM CEK FAKTA TEMPO

**Punya informasi atau klaim yang ingin Anda cek faktanya? Hubungi ChatBot kami. Anda juga bisa melayangkan kritik, keberatan, atau masukan untuk artikel Cek Fakta ini melalui email cekfakta@tempo.co.id