Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Keliru, Konten Berisi Klaim 1 Juta Ton Beras Sintetis Beracun Asal Cina Beredar di Bukittinggi

Selasa, 17 Oktober 2023 20:36 WIB

Keliru, Konten Berisi Klaim 1 Juta Ton Beras Sintetis Beracun Asal Cina Beredar di Bukittinggi

Sebuah video beredar lewat WhatsApp dan Facebook [arsip] berisi klaim tentang satu juta ton beras sintetis beracun asal Cina yang sudah masuk ke Indonesia dan beredar di Kota Bukittinggi, Sumatera Barat.

Unggahan itu memperlihatkan pembongkaran barang kapal menggunakan alat berat crane. Diperlihatkan juga potongan video berita tentang ditemukannya beras yang diduga sintetis di Kota Bukittinggi. Video pengolahan bahan makanan di lahan pertanian maupun pasca panen, juga ditampilkan.

Namun, benarkah video itu memperlihatkan beras sintetis beracun yang diimpor dari Cina?

PEMERIKSAAN FAKTA

Tempo mencermati video tersebut dan menemukan sesungguhnya barang yang dibongkar dari kapal adalah beras yang diimpor oleh Badan Urusan Logistik (Bulog) dari Vietnam, bukan Cina. Informasi itu terdengar dalam audio video.

Direktur Utama Bulog Budi Waseso (Buwas) pun telah mengkonfirmasi bahwa adanya beras sintetik beracun dari Cina adalah narasi yang keliru. Pihaknya belum merealisasikan impor beras dari Cina. 

"Beras impor dari negara asal yang masuk ke gudang Bulog itu sudah melalui beberapa kali proses pemeriksaan," kata Buwas, Sabtu 14 Oktober 2023.

Makanan impor asal luar negeri juga harus mengantongi izin edar dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (POM) sebelum dijual ke pasaran.

Tempo juga memverifikasi narasi tersebut menggunakan layanan reverse image search dari mesin pencari Google dan Yandex. Berikut hasil penelusurannya:

Video 1

Bagian awal video yang beredar memperlihatkan video berita tentang seorang wanita di Kota Bukittinggi, yang merasakan sakit tenggorokan dan pusing setelah mengkonsumsi beras yang diduga sintetik. Video yang sama ditemukan di akun TikTok iNews.

Berita itu tentang seorang perempuan yang menduga nasi yang telah dikonsumsinya bersifat sintetis alias tidak alami. Namun sesungguhnya nasi tersebut telah dites di laboratorium dan dinyatakan nasi alami yang diolah dari beras lokal Sumatera Barat, sebagaimana diberitakan Detik.com.

Video 2

Pada menit ke-2:22 video yang beredar memperlihatkan sebuah mesin yang memiliki sejumlah jarum untuk mencoblos potongan daging yang dimasukkan ke dalam mesin. Tampilan yang sama ditemukan di salah satu berita media asal Bosnia dan Herzegovina, Srpskainfo.com.

Berita itu menyatakan video potongan daging dalam mesin itu merupakan proses wajar dalam pengolahan daging mentah. Mesin itu berfungsi memasukkan air garam dan bumbu ke dalam daging untuk mengawetkan dan membuat menjadi lezat, melalui jarum-jarum yang ditusukkan ke daging.

Video 3

Pada menit ke-02:28 video yang beredar juga memperlihatkan sebuah traktor menyemprotkan cairan ke tanaman di kanan dan kirinya.

Video yang sama diunggah akun Agrimedia pada 2021, di platform berbagi video berbahasa Persia, Aparat. Keterangan yang disertakan menyatakan video itu tentang metode modern penyemprotan tanaman, tanpa menyinggung adanya kandungan racun. 

KESIMPULAN

Berdasarkan verifikasi Tempo, narasi yang mengatakan adanya satu juta ton beras sintetis beracun asal Cina, sudah masuk Indonesia dan beredar di Kota Bukittinggi, adalah keliru.

Video yang beredar sesungguhnya terkait beras Bulog asal Vietnam dan hal lain. Video tidak menunjukkan adanya beras beracun asal Cina. Selain itu, Indonesia telah memiliki sejumlah regulasi untuk mencegah masuk makanan yang tidak aman.

TIM CEK FAKTA TEMPO

**Punya informasi atau klaim yang ingin Anda cek faktanya? Hubungi ChatBot kami. Anda juga bisa melayangkan kritik, keberatan, atau masukan untuk artikel Cek Fakta ini melalui email cekfakta@tempo.co.id