Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Keliru, Analogi Es Batu di Dalam Gelas Sama dengan Lapisan Es Mencair di Kutub

Rabu, 16 Agustus 2023 18:59 WIB

Keliru, Analogi Es Batu di Dalam Gelas Sama dengan Lapisan Es Mencair di Kutub

Sebuah akun Facebook mengunggah sebuah kolase foto tangkap layar sebuah utas di Twitter (sekarang X) dengan menganalogikan es batu di dalam gelas sama dengan lapisan es mencair di kutub.

Selain mengunggah foto sebuah gelas yang diisi batang es, akun tersebut menampilkan tangkapan layar akun X @DokterTifa. “Pernah pesan Es Teh, lupa diminum? Batu2 es nya mencair, kan? Apakah lantas airnya jd tambah banyak & tumpah? Tidak, kan. Volume air nya tetap, tdk bikin air dlm es teh itu jd lbh banyak. Es yg mencair di Kutub, volume airnya tdk berubah sedikitpun. Hanya beda bentuk."

Sejak diunggah pada 1 Agustus 2023, unggahan ini mendapat 2,8 ribu komentar dan dibagikan oleh 1000 pengguna facebook.

Benarkah klaim analogi es batu dalam gelas sama dengan es yang mencair di Kutub yang volume airnya tidak berubah sedikitpun, hanya beda bentuk? Berikut pemeriksaan faktanya.

PEMERIKSAAN FAKTA

Untuk memverifikasi klaim tersebut Tim Cek Fakta Tempo menelusuri sumber asli dan membandingkan klaim tersebut di atas dengan hasil riset dan pernyataan pakar yang  kompeten. 

Tangkap layar tersebut merupakan cuitan akun X @DokterTifa tanggal 16 Agustus 2022. Cuitan tersebut merupakan sanggahannya terhadap hasil riset yang mengatakan Jakarta terancam tenggelam pada 2050 karena kenaikan permukaan air laut sebagai dampak pemanasan global.

Klaim: Analogi es batu dalam gelas sama dengan es yang mencair di Kutub, dimana volume airnya tidak berubah sedikitpun, hanya beda bentuk.

Fakta: es laut yang mencair mempengaruhi permukaan air laut, tidak sama seperti es batu di gelas. Benda yang mengapung, seperti gunung es atau es laut lainnya, memindahkan beratnya sendiri ke dalam air. 

Laman Science Line University of California menjelaskan tentang perbedaan es dalam gelas dan es di laut serta lapisan es di kutub utara. Dalam percobaan, es dalam gelas mengapung dan sebagian berada di atas garis air sebelum mencair. Ketika es mencair, itu  akan menempati volume air yang sama dengan massa air yang digantikannya sebelum mencair. 

Mencairnya es dalam gelas mengurangi berat dan volume total udara. Sebab, es memiliki tingkat kepadatan yang lebih rendah daripada udara. Massa jenis es adalah 0,9167 gram/cm3. Sementara massa jenis air adalah 0,997 gram/cm3.

Analogi yang benar, bila dikaitkan dengan naiknya permukaan laut karena mencairnya es dan lapisan es di kutub utara adalah dengan menaruh sekumpulan es di dalam corong di atas segelas air dan kemudian membiarkan es tersebut mencair dan mengalir ke dalam segelas air. Jelas permukaan air di dalam gelas akan naik.

Laman NASA Sea Level Change menulis, es laut yang mencair mempengaruhi permukaan air laut, tidak sama seperti es batu di gelas. Peneliti NASA Sea Level Change, Ethan Huang, yang membuat perbedaan  signifikan adalah rasa asin. Benda yang mengapung, seperti gunung es atau es laut lainnya, memindahkan beratnya sendiri ke dalam air.  

“Jadi, ketika es yang mengapung mencair dan menjadi cair, ia membutuhkan lebih banyak volume daripada air laut yang digantikannya ketika masih berupa es, sehingga menaikkan permukaan air laut walaupun tidak signifikan,” tulis Ethan Huang.

Gavin Schmidt, direktur Goddard Institute for Space Studies NASA mengatakan, permukaan air laut meningkat sebagian karena gletser yang mencair di daratan menambahkan lebih banyak air ke lautan di Bumi.

“Gletser besar yang jatuh ke laut akan meningkatkan permukaan laut lebih dari yang dilakukan oleh pencairan lapisan es yang mengambang” tulis Gavin Schmidt.

Laman, JPL California Institute of Technology menjelaskan tentang Gletser atau lapisan es dan salju besar yang berada di daratan sepanjang tahun. Gletser ditemukan di pegunungan di setiap benua kecuali Australia. 

Greenland dan Antartika memiliki lapisan es raksasa yang juga dianggap sebagai gletser. Ketika suhu meningkat, gletser mencair lebih cepat daripada menumpuk salju baru. Ketika lapisan es dan gletser mencair, air akhirnya mengalir ke lautan, menyebabkan permukaan air laut naik.

Dilansir National Geographic, peneliti yang fokus pada kesehatan planet Bumi menemukan bukti kuat suhu Bumi meningkat dengan signifikan. Mayoritas ilmuwan meyakini bahwa aktivitas manusia, terutama melalui pembakaran bahan bakar fosil dan pelepasan gas rumah kaca, telah secara nyata mempengaruhi tren pemanasan ini.

Ketika suhu meningkat dan es mencair, lebih banyak air mengalir ke laut dari gletser dan lapisan es, dan air laut menjadi hangat dan volumenya bertambah. Kombinasi efek ini telah memainkan peran utama dalam meningkatkan permukaan laut global rata-rata antara empat dan delapan inci (10 dan 20 sentimeter) dalam seratus tahun terakhir, menurut Panel Antarpemerintah tentang Perubahan Iklim (IPCC).

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil pemeriksaan fakta, Tim Cek Fakta Tempo menyimpulkan klaim dengan analogi es batu dalam gelas sama dengan es yang mencair di Kutub, dimana volume airnya tidak berubah sedikitpun dan tidak mempengaruhi naiknya permukaan air laut adalah keliru.

Es laut yang mencair tidak sama seperti es batu di gelas karena gunung es atau es laut lainnya, memindahkan beratnya sendiri ke dalam air atau lautan. Ketika es yang mengapung mencair, akan membutuhkan lebih banyak volume daripada air laut yang digantikannya ketika masih berupa es, sehingga menaikkan permukaan air laut walaupun tidak signifikan.

Hal yang signifikan mempengaruhi ketinggian air laut adalah gletser yang mencair di daratan, karena akan menambahkan lebih banyak air ke lautan. Masifnya pencairan gletser karena suhu Bumi meningkat dengan signifikan akibat pembakaran bahan bakar fosil dan pelepasan gas rumah kaca.

TIM CEK FAKTA TEMPO

**Punya informasi atau klaim yang ingin Anda cek faktanya? Hubungi ChatBot kami. Anda juga bisa melayangkan kritik, keberatan, atau masukan untuk artikel Cek Fakta ini melalui email cekfakta@tempo.co.id