Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Sesat, Klaim bahwa BMKG Peringatkan Tsunami di NTT pada 7 April 2021

Rabu, 7 April 2021 14:09 WIB

Sesat, Klaim bahwa BMKG Peringatkan Tsunami di NTT pada 7 April 2021

Klaim bahwa Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) mengeluarkan peringatan akan adanya tsunami di Nusa Tenggara Timur (NTT) pada 7 April 2021 beredar di Facebook. Klaim itu dilengkapi dengan gambar tangkapan layar sebagian artikel yang dimuat oleh situs media CNN Indonesia pada 6 April 2021. Artikel tersebut berjudul "BMKG Peringatkan Potensi Gelombang Mirip Tsunami di NTT". Artikel itu juga memuat foto Kepala BMKG Dwikorita Karnawati.

Akun ini membagikan klaim tersebut pada 6 April 2021. Akun itu menulis, "Mohon yg punya signal infokan ke saudra2 yg tinggal area bantaran laut ... CNN WARNING UNTUK WASPADA AKAN ADA THUNAMI MOHON SKLI UNTK MENGHINDARI AREA PINGGIRAN PANTAI ... BERLAKU BESOK TGL 7 APRIL 2021... CEK CNN 6 APRIL 2021..."

Sementara dalam gambar tangkapan layar artikel CNN Indonesia yang diunggah oleh akun tersebut, tertulis: "Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) menyampaikan peringatan potensi gelombang tinggi dari laut mirip tsunami yang memasuki wilayah daratan Nusa Tenggara Timur (NTT) hingga besok, Rabu (7/4). "Dampak yang terjadi hari ini hingga sekitar tanggal 7 adalah yang sangat dirasakan selain hujan lebat, tapi juga angin yang..."

Gambar tangkapan layar unggahan di Facebook yang berisi klaim sesat bahwa BMKG memperingatkan akan adanya tsunami di NTT pada 7 April 2021.

PEMERIKSAAN FAKTA

Untuk memverifikasi klaim itu, Tim CekFakta Tempo mula-mula menelusuri artikel berjudul "BMKG Peringatkan Potensi Gelombang Mirip Tsunami di NTT" yang dimuat oleh CNN Indonesia tersebut. Pada 6 April 2021, CNN Indonesia memang mempublikasikan artikel dengan judul itu, yang dilengkapi dengan foto Kepala BMKG Dwikorita Karnawati.

Namun, sesuai judul tersebut, artikel itu hanya menyatakan bahwa ada potensi gelombang tinggi dari laut yang mirip tsunami di NTT hingga 7 April 2021. Tidak terdapat informasi bahwa gelombang tinggi itu masuk dalam kategori tsunami. Justru, di paragraf ketiga, yang tidak tercantum dalam gambar tangkapan layar yang diunggah oleh akun Facebook di atas, terdapat penjelasan bahwa gelombang itu tidak akan sekuat tsunami, walaupun merusak.

Berikut bunyi paragraf 1-3 dan paragraf 7-8 artikel CNN Indonesia ini:

Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) menyampaikan peringatan potensi gelombang tinggi dari laut mirip tsunami yang memasuki wilayah daratan Nusa Tenggara Timur (NTT) hingga besok, Rabu (7/4).

"Dampak yang terjadi hari ini hingga sekitar tanggal 7 adalah yang sangat dirasakan selain hujan lebat, tapi juga angin yang kencang dan gelombang tinggi yang dikhawatirkan ini mirip tsunami," tutur Kepala BMKG Dwikorita Karnawati melalui siaran langsung di Youtube Sekretariat Presiden, Selasa (6/4).

Dwikorita menuturkan gelombang tersebut tidak akan sekuat tsunami, namun gelombang yang terbentuk cukup tinggi dan berpotensi ke daratan sehingga dapat merusak. Mengutip paparan yang disampaikan Dwikorita, gelombang tinggi diproyeksi di sejumlah wilayah perairan dengan ketinggian yang berbeda-beda.

...

Dwikorita menjelaskan kondisi ini bisa terjadi karena siklon tropis seroja masih berada di perairan sekitar NTT hingga besok. Namun begitu, Dwikorita menegaskan siklon tropis seroja akan menjauh dari perairan NTT dan Indonesia setelah tanggal 7 April.

Meskipun kecepatan pusaran siklon akan terus menguat, kata dia, namun dampaknya diprediksi akan melemah di wilayah Indonesia.

Penjelasan Kepala BMKG Dwikorita Karnawati soal adanya potensi gelombang tinggi dari laut yang mirip dengan tsunami di NTT tersebut juga dimuat oleh situs media Bisnis.com pada 6 April 2021. Sama dengan yang tertulis dalam artikel CNN Indonesia, artikel Bisnis.com juga hanya menyinggung soal adanya potensi gelombang tinggi yang mirip tsunami di NTT hingga 7 April 2021.

Menurut artikel Bisnis.com, Dwikorita meminta warga NTT mewaspadai dampak Siklon Tropis Seroja hingga berbentuk gelombang tinggi yang mirip tsunami. Menurut dia, dampak badai ini dapat berupa hujan lebat, angin kencang, dan gelombang tinggi. Dampak itu diperkirakan terjadi mulai 6 April 2021 hingga sekitar 7 April 2021.

"Yang dikhawatirkan ini mirip tsunami, jadi gelombang tingginya itu masuk ke darat. Meskipun tidak sekuat tsunami, tidak sekuat gelombang tsunami, tapi sama-sama masuk ke darat dan dapat merusak," katanya melalui video yang diunggah di kanal YouTube Setpres pada 6 April 2021.

Dwikorita menjelaskan ketinggian gelombang saat ini di Samudera Hindia bisa mencapai 6 meter. Sementara itu, gelombang berkisar 4-6 meter terpantau di perairan NTT.

Isu tentang akan adanya tsunami di wilayah NTT pada 7 April 2021 juga telah dibantah oleh BMKG. Menurut Kepala Stasiun Meteorologi Maritim Tenau BMKG, Syaeful Hadi, seperti dikutip dari Republika.co.id, menyatakan bahwa informasi tersebut keliru. "Berita tersebut tidak benar dan BMKG tidak pernah membuat berita tersebut," katanya pada 7 April 2021.

Menurut Syaeful, fenomena yang berpeluang terjadi di sejumlah wilayah perairan NTT adalah gelombang tinggi. Gelombang setinggi 1,25-1,5 meter berpeluang terjadi di Selat Sape selatan, Selat Sumba barat, Laut Sawu, Selat Ombai, serta perairan utara Kupang dan Rote Ndao. Tinggi gelombang 2,5-4 meter berpeluang terjadi di perairan selatan Kupang dan Rote Ndao serta Samudera Hindia selatan Kupang dan Rote Ndao.

Selain itu, tinggi gelombang 4-6 meter berpeluang terjadi di Samudera Hindia selatan Sumba dan Sabu Raijua. Syafeul mengatakan gelombang tinggi dan curah hujan yang signifikan ini dapat mempengaruhi dinamika pesisir di wilayah NTT. Karena itu, Syaeful mengimbau warga pesisir Kota Kupang maupun daerah lainnya yang berpotensi terdampak agar waspada terhadap fenomena banjir rob.

Bantahan juga dilontarkan oleh Kepala Pusat Meteorologi Maritim BMKG, Eko Prasetyo. Seperti dilansir dari Liputan6.com, fenomena yang terjadi di wilayah NTT adalah gelombang tinggi, bukan tsunami. "Jadi, mohon diluruskan bahwasanya itu bukan tsunami. Itu hanya lintasan air laut yang masuk ke darat, bukan tsunami," kata Eko pada 7 April 2021.

Menurut Eko, gelombang besar yang merupakan imbas dari badai tersebut hanya ditemui di lautan, bukan di darat. Hal itu, kata dia, biasa terjadi. Bahkan, kalau pun air laut masuk ke darat, radiusnya tidak sampai 100 meter dari garis pantai. "Hanya memang ketika kemarin berbarengan dengan (siklon tropis) Seroja, ada air laut yang masuk ke daratan, seperti kejadian di Manado beberapa bulan lalu," ujarnya.

Saat ini, menurut Eko, gelombang di lautan sekitar NTT masih cukup tinggi. Tingginya berkisar 3,5 meter-5 meter. "Di daratan sudah enggak ada, sudah enggak berimbas di daratan," katanya. Untuk itu, Eko meminta warga NTT atidak resah dengan adanya kabar tsunami yang bakal menerjang wilayahnya. "Masyarakat tidak perlu panik. Tidak ada tsunami. Tapi masyarakat perlu mencermati bahwa fenomena gelombang tinggi masih terjadi," tuturnya.

KESIMPULAN

Berdasarkan pemeriksaan fakta Tempo, klaim bahwa BMKG mengeluarkan peringatan akan adanya tsunami di NTT pada 7 April 2021, menyesatkan. Informasi itu diklaim berasal dari artikel CNN Indonesia. Namun, dalam artikel CNN Indonesia yang dimaksud, tertulis bahwa BMKG hanya menyebut adanya potensi gelombang tinggi dari laut yang mirip tsunami di NTT hingga 7 April 2021. Tidak terdapat informasi bahwa gelombang tinggi itu adalah tsunami. Justru, terdapat penjelasan bahwa gelombang ini tidak akan sekuat tsunami, walaupun merusak. BMKG juga telah membantah isu bahwa akan ada tsunami di NTT pada 7 April 2021. Menurut BMKG, fenomena yang terjadi di NTT saat ini adalah gelombang tinggi, bukan tsunami.

TIM CEK FAKTA TEMPO

Anda punya data/informasi berbeda, kritik, atau masukan untuk artikel cek fakta ini? Kirimkan ke cekfakta@tempo.co.id