Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Keliru, Klaim Pandemi Flu Spanyol Disebabkan Pneumonia Bakteri yang Berasal dari Masker

Kamis, 18 Februari 2021 20:04 WIB

Keliru, Klaim Pandemi Flu Spanyol Disebabkan Pneumonia Bakteri yang Berasal dari Masker

Sebuah tulisan panjang terkait pandemi flu Spanyol dan pemakaian masker beredar di Facebook. Tulisan itu mengklaim panemi flu Spanyol bukan disebabkan oleh virus, melainkan oleh bakteri yang memicu pneumonia. Tulisan ini juga menyebut penggunaan masker yang berkepanjangan akan menimbulkan gejala keracunan CO2.

Menurut tulisan tersebut, pemakaian masker membuat tubuh kekurangan oksigen. "Efek lainnya selain sistem imun menjadi lemah, sel-sel tubuh yang kurang oksigen akan terjadi kelainan pertumbuhan karena lingkungan kimiawi biologis yang tidak sehat sehingga tumbuh menjadi tumor, kanker dst," demikian narasi dalam tulisan itu.

Tulisan tersebut diunggah oleh akun ini pada 1 Februari 2021. Akun itu melengkapi tulisan tersebut dengan gambar yang memuat teks "I see brainwashed people, they don't know they're brainwashed". Hingga artikel ini dimuat, unggahan akun itu telah mendapatkan 67 reaksi dan 15 komentar serta dibagikan 11 kali.

Gambar tangkapan layar unggahan di Facebook yang berisi klaim keliru terkait flu Spanyol dan pemakaian masker.

PEMERIKSAAN FAKTA

Klaim: Pandemi flu Spanyol bukan disebabkan oleh virus, tapi pneumonia bakteri yang berasal dari masker

Fakta:

Menurut Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Amerika Serikat (CDC), pandemi influenza 1918 atau yang kerap disebut pandemi flu Spanyol disebabkan oleh virus H1N1 dengan gen yang berasal dari unggas. Meskipun tidak ada konsensus universal mengenai dari mana virus itu berasal, virus tersebut menyebar ke seluruh dunia selama 1918-1919.

CDC menjelaskan, ketika pandemi flu Spanyol terjadi, memang banyak ahli kesehatan yang mengira penyakit itu disebabkan oleh bakteri yang disebut "Pfeiffer's bacillus", yang sekarang dikenal sebagai Haemophilus influenzae. Namun, hal tersebut dikarenakan tidak adanya tes diagnostik ketika itu yang bisa menguji infeksi influenza. Dokter tidak mengetahui adanya virus influenza.

Dilansir dari AFP, sejarawan Universitas Sydney yang memiliki spesialisasi dalam kedokteran dan teknologi, Peter Hobbins, mengatakan otopsi yang dilakukan pada pasien yang meninggal karena flu Spanyol menunjukkan penyebab utama kematian adalah terisinya paru-paru oleh cairan, baik karena penyakit atau respons imun tubuh yang terlalu aktif terhadap infeksi.

Menurut Hobbins, penyebab sebenarnya pandemi flu Spanyol pada 1918 adalah strain baru virus Influenza A (H1N1). Dia menambahkan upaya di seluruh dunia telah dilakukan untuk membuat vaksin. Namun, ketika itu, tidak ditemukan secara jelas apa "agen penyebabnya, karena mikroskop yang digunakan tidak cukup bagus untuk melihat virus".

Dikutip dari Reuters, pada Oktober 2020, beredar klaim palsu bahwa, selama pandemi flu Spanyol, orang meninggal akibat pneumonia bakteri dari masker. Klaim itu juga menyebut bahwa direktur Institut Nasional untuk Alergi dan Penyakit Menular Amerika Serikat, Anthony Fauci, mengetahui hal itu dan menuliskannya dalam sebuah penelitian pada 2008.

Menurut Reuters, klaim tersebut keliru. Pada 2008, Fauci memang menerbitkan riset terkait pandemi flu Spanyol. Namun, pneumonia bakteri yang ia maksud dalam riset itu didahului oleh virus influenza. "Bukti yang kami teliti mendukung skenario di mana kerusakan akibat virus diikuti oleh pneumonia bakteri yang menyebabkan sebagian besar kematian." Penelitian ini pun tidak menyinggung soal masker.

Klaim: Pemakaian masker membuat tubuh kekurangan oksigen yang akhirnya memicu kanker

Fakta:

Berdasarkan arsip berita Tempo, spesialis pengobatan kritis dari Hospital and Clinic University of Iowa, Gregory A. Schmidt, menuturkan bahwa menggunakan masker tidak akan mengganggu sirkulasi udara, baik kadar oksigen maupun kadar CO2, dalam tubuh.

Schmidt membuktikannya dengan mengukur tingkat saturasi oksigen dan CO2 di dalam tubuh Danica, seorang terapis pernapasan, ketika memakai masker dengan pulse oxymeter. Sebagai informasi, tingkat normal saturasi oksigen dalam darah berada pada level 95-100 persen, sementara CO2 pada level 35-45 persen.

Hasilnya, saat masker dan pelindung wajah (face shield) digunakan selama dua jam, tingkat saturasi oksigen Danica berada pada level 98 persen dan CO2 pada rentang 33-35 persen. Demikian pula ketika durasi pemakaian masker diperpanjang menjadi 4 jam, tingkat saturasi oksigen Danica mencapai 98 persen dan CO2 berada pada level 34 persen. Pada durasi penggunaan masker 6 jam, tingkat saturasi oksigen mencapai 99 persen dan CO2 sebesar 32 persen.

Menurut Gregory, oksigen dan CO2 berukuran sangat kecil sehingga mudah melewati celah-celah masker. Sedangkan droplet, atau cipratan air liur (yang menjadi medium penularan virus Corona Covid-19), berukuran lebih besar dibandingkan oksigen dan CO2 sehingga tidak mudah menerobos masker.

Terkait klaim bahwa sel tubuh yang kekurangan oksigen akan mengalami kelainan sehingga tumbuh menjadi tumor atau kanker, tidak ditemukan bukti yang mendukung klaim tersebut. Dikutip dari situs resmi Cleveland Clinic, jika kadar oksigen dalam darah terlalu rendah, tubuh memang tidak akan bekerja dengan baik. Darah membawa oksigen ke sel-sel di seluruh tubuh untuk menjaganya tetap sehat.

Namun, terlalu rendahnya kadar oksigen dalam darah, yang kerap disebut hipoksemia, itu biasanya menyebabkan masalah ringan seperti sakit kepala dan sesak napas. Dijumpai pula kasus-kasus yang parah, namun efeknya adalah dapat mengganggu fungsi jantung dan otak.

Berbagai kondisi bisa mengganggu kemampuan tubuh untuk mengirimkan oksigen ke darah dalam kadar yang normal. Beberapa penyebab paling umum dari hipoksemia adalah kondisi jantung (termasuk kelainan jantung), kondisi paru-paru (asma, emfisema, dan bronkitis), lokasi dataran tinggi (kadar oksigen di udara lebih rendah), obat nyeri yang kuat atau masalah lain yang memperlambat pernapasan, apnea atau gangguan pernapasan saat tidur, dan peradangan atau jaringan parut pada paru-paru (seperti pada fibrosis paru).

KESIMPULAN

Berdasarkan pemeriksaan fakta Tempo, klaim bahwa pandemi flu Spanyol disebabkan oleh pneumonia bakteri yang berasal dari masker dan memakai masker membuat tubuh kekurangan oksigen yang akhirnya memicu kanker, keliru. Menurut sejumlah ahli, pandemi influenza 1918 atau flu Spanyol disebabkan oleh virus H1N1. Terkait masker, penggunaannya tidak akan menyebabkan kekurangan oksigen, karena masker tidak mengganggu sirkulasi udara dalam tubuh.

TIM CEK FAKTA TEMPO

Anda punya data/informasi berbeda, kritik atau masukan untuk artikel cek fakta ini? Kirimkan ke cekfakta@tempo.co.id