Sebagian Benar: Klaim Prabowo soal Harga Sembako Terkendali pada Ramadhan dan Lebaran 2025
Kamis, 10 April 2025 19:16 WIB

SAAT wawancara dengan tujuh jurnalis di kediamannya di Hambalang, Bogor, Minggu, 6 April lalu, Presiden Prabowo Subianto, menyatakan harga-harga sembilan bahan pokok tetap terkendali menjelang Ramadhan dan Lebaran 2025. “Jelang Ramadhan dan Lebaran ini, saya terkesan harga-harga sembako bisa terkendali,” kata dia pada menit 10:48, dikutip dari Kanal YouTube Mata Najwa.
Menurut dia, harga sembako menjadi target pertamanya sebagai presiden. Dia menunjukkan cukup senang dengan kinerja Menteri Pertanian untuk mengendalikan harga terutama saat Ramadhan dan menjelang Lebaran. “Target pertama saya sebagai presiden harga-harga aman. Hampir tiap dua malam saya telepon Menteri Pertanian tanya harga daging, harga gabah, kita pantau. Saya senang Menteri Pertanian punya pos komando untuk memantau harga-harga di daerah”.
Benarkah harga komoditas pangan saat Ramadhan dan Lebaran tetap terkendali karena kinerja pemerintah?
PEMERIKSAAN FAKTA
Tempo memeriksa klaim tersebut dengan menggunakan data terbuka, pemberitaan media kredibel, dan wawancara pakar ekonomi. Hasil verifikasi menunjukkan kebijakan pemerintah memang berkontribusi pada pengendalian harga-harga komoditas pangan pada Ramadhan dan Lebaran. Akan tetapi terdapat faktor lain berupa penurunan biaya energi yang signifikan, ketersediaan pasokan pangan yang memadai akibat musim panen yang baik, dan daya beli masyarakat yang cenderung terbatas juga turut memberikan kontribusi besar terhadap kondisi ini.
Perubahan harga komoditas pangan dipengaruhi oleh sejumlah faktor, antara lain kondisi cuaca yang mempengaruhi musim tanam dan produksi pangan, distribusi dan logistik, tinggi rendahnya permintaan pasar, fluktuasi nilai rupiah dan perekonomian global, spekulasi pasar, dan kebijakan pemerintah.
Tinggi rendahnya perubahan harga komoditas pangan, dapat dianalisis melalui inflasi. Inflasi adalah kenaikan harga secara umum, termasuk harga pangan, yang terjadi secara terus-menerus dalam jangka waktu tertentu.
Puasa Ramadhan dimulai pada 28 Februari hingga 30 Maret 2025. Sedangkan Idul Fitri terjadi pada 31 Maret-1 April 2025. Inflasi pada periode dua bulan ini memang lebih rendah dibandingkan 2024 bahkan mengalami deflasi pada Februari 2025. Namun rendahnya inflasi dan deflasi lebih banyak disumbang oleh komponen pengeluaran perumahan, air, listrik, dan bahan bakar rumah tangga serta komponen komunikasi dan jasa. Sedangkan kelompok pengeluaran makanan, minuman dan tembakau cenderung mengalami kenaikan indeks meski tetap rendah.
Pada Februari 2025 terjadi deflasi berada di angka 0,09 persen. Deflasi terjadi karena adanya penurunan indeks kelompok pengeluaran, yaitu: kelompok perumahan, air, listrik, dan bahan bakar rumah tangga sebesar 12,08 persen serta kelompok informasi, komunikasi dan jasa keuangan sebesar 0,26 persen. Sementara kelompok pengeluaran yang mengalami kenaikan indeks, yaitu: kelompok makanan, minuman dan tembakau sebesar 2,25 persen
Inflasi y-o-y pada Maret 2025 sebesar 1,03 persen, melesat dibandingkan Februari 2024. Inflasi terjadi karena adanya kenaikan harga yang ditunjukkan oleh naiknya sebagian besar indeks kelompok pengeluaran, yaitu: kelompok makanan, minuman dan tembakau sebesar 2,07 persen. Sedangkan komponen pengeluaran perumahan, air, listrik, dan bahan bakar rumah tangga serta komponen komunikasi dan jasa mengalami penurunan indeks.
Inflasi Indonesia sejak Maret 2024-Maret 2025
Analisis Pakar
Wakil Direktur Riset Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat (LPEM-FEBUI), Jahen F. Rezki, mengatakan, terdapat beberapa faktor yang menyebabkan kenaikan harga tidak terlalu tinggi. Dari sisi penawaran antara lain terjadi penurunan harga pangan secara global seiring dengan peningkatan produksi yang lebih baik dari perkiraan di negara-negara penghasil utama, serta minimnya restriksi ekspor.
“Selain itu terjadi penurunan biaya input pakan ternak dan peningkatan pasokan selama masa panen serta kondisi cuaca yang kondusif,” kata Jahen kepada Tempo melalui surat elektronik, Rabu, 9 April 2025.
Dari sisi kebijakan pemerintah, kata dia, operasi pasar pangan murah selama periode 24 Februari hingga 29 Maret 2025, serta penguatan Cadangan Beras Pemerintah (CBP) juga berpengaruh untuk mendukung stabilisasi pasokan dan harga beras melalui pengadaan beras domestik.
Sementara dari sisi permintaan, penurunan tingkat inflasi pada kelompok barang bergejolak dan komponen makanan, minuman, dan tembakau dapat terjadi akibat penurunan daya beli masyarakat. Kondisi ini juga ditunjukkan oleh adanya penurunan jumlah pemudik Lebaran 2025 dan peningkatan proporsi pendapatan yang digunakan untuk konsumsi.
Menurut Jahen, tantangan ke depan adalah bagaimana memastikan kestabilan harga secara konsisten sembari meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara umum.
Kepala Ekonom Bank Permata, Josua Pardede, mengatakan, stabilitas harga yang terjadi selama periode tersebut dipengaruhi beberapa faktor utama. Pertama, faktor biaya produksi yang rendah terutama biaya energi, turut menjaga stabilitas harga pangan melalui efek rantai distribusi yang lebih murah.
Penurunan tarif listrik, kata Josua, menjadi faktor dominan yang membantu menekan inflasi secara signifikan pada Februari, diikuti penurunan yang masih substansial sebesar 14,80% pada Maret.
Kedua, meski angka inflasi relatif terkendali, kelompok makanan, minuman, dan tembakau tetap mengalami inflasi yang moderat pada periode Januari-Maret 2025. Inflasi yoy pada kelompok ini tercatat sebesar 3,69% pada Januari, 2,25% pada Februari, dan 2,07% pada Maret. “Hal ini mengindikasikan bahwa meskipun secara agregat inflasi rendah, kenaikan harga masih terjadi pada komoditas tertentu, seperti minyak goreng, ikan segar, cabai rawit, dan bawang merah,” kata Josua kepada Tempo, 10 April 2025.
Ketiga, di sisi lain, beberapa komoditas pokok justru mengalami penurunan harga yang cukup signifikan, antara lain beras, daging ayam ras, telur ayam ras, dan tomat. Penurunan harga ini bisa dikaitkan dengan faktor pasokan yang memadai atau bahkan berlebih di pasar. Hal itu karena kemungkinan musim panen yang berhasil atau pola konsumsi masyarakat yang lebih konservatif. “Khususnya di Februari, komoditas beras dan daging ayam ras menjadi penyumbang utama deflasi month-to-month yang signifikan,” kata Josua.
Senada dengan Jahen, Josua juga menyatakan faktor daya beli masyarakat perlu dipertimbangkan. Rendahnya inflasi inti yang stabil di kisaran 2,36%-2,48% sepanjang periode ini menunjukkan bahwa konsumsi domestik cenderung moderat, bukan ekspansif. Artinya, stabilitas harga pangan yang terjadi mungkin juga mencerminkan adanya pelemahan daya beli masyarakat, yang mendorong produsen untuk menahan kenaikan harga agar daya saing produk tetap terjaga di pasar yang relatif lesu.
Jadi, klaim Presiden Prabowo tentang keberhasilan menjaga harga pangan selama Ramadhan dan Lebaran memang didukung oleh data BPS yang menunjukkan inflasi rendah. Namun demikian, rendahnya inflasi tersebut bukan sepenuhnya dipengaruhi oleh kebijakan pemerintah semata. Penurunan biaya energi yang signifikan, ketersediaan pasokan pangan yang memadai akibat musim panen yang baik, dan daya beli masyarakat yang cenderung terbatas juga turut memberikan kontribusi besar terhadap kondisi ini.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil cek fakta tersebut, Tempo menyimpulkan bahwa klaim harga-harga komoditas pangan tetap terkendali selama Ramadhan dan Lebaran karena kebijakan pemerintah, sebagian benar.
Keberhasilan tersebut tidak hanya karena intervensi kebijakan pemerintah seperti pengaturan harga energi, operasi pasar, dan pengendalian distribusi pangan, akan tetapi terdapat faktor eksternal maupun internal pasar yang secara bersamaan menciptakan situasi inflasi yang terkendali selama periode tersebut.
TIM CEK FAKTA TEMPO
**Punya informasi atau klaim yang ingin Anda cek faktanya? Hubungi ChatBot kami. Anda juga bisa melayangkan kritik, keberatan, atau masukan untuk artikel Cek Fakta ini melalui email [email protected]