Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Keliru, Pakai Masker Membuat CO2 Menumpuk dan Keasaman Tubuh Naik Sehingga Rentan Virus

Jumat, 22 Januari 2021 19:12 WIB

Keliru, Pakai Masker Membuat CO2 Menumpuk dan Keasaman Tubuh Naik Sehingga Rentan Virus

Klaim bahwa memakai masker bisa membuat karbon dioksida atau CO2 menumpuk dan keasaman tubuh meningkat sehingga rentan terhadap virus dan bakteri beredar di Facebook. Klaim ini diunggah oleh akun Setyo Hajar Dewantoro pada 21 Januari 2021, yang dilengkapi dengan gambar tangkapan layar berita dari situs media Detik.com. Berita ini menyebut tubuh tidak bisa mentolerir derajat keasaman atau pH di bawah 7 atau terlalu asam.

“Gini lo ya soal masker itu. Masker membuat sirkulasi udara di tubuh jadi tidak natural. Anda menghirup kembali CO2 yang mestinya Anda buang. Tentu saja itu membuat CO2 makin menumpuk di dalam darah, membuat kadar keasaman tubuh meningkat. Itu membuat badan jadi rentan pada virus dan bakteri,” demikian klaim yang ditulis oleh akun Setyo Hajar Dewantoro.

Kemudian, akun tersebut juga mengklaim bahwa orang-orang yang rajin menggunakan masker, apalagi dalam jangka panjang, justru memiliki kemungkinan positif Covid-19 yang lebih tinggi saat menjalani tes swab PCR atau tes rapid antigen. "Kalo diswab PCR dan rapid test antigen, orang-orang yang rajin pake masker apalagi dalam jangka panjang ya probabilitas positif jadi tinggi,” katanya.

Gambar tangkapan layar unggahan akun Facebook Setyo Hajar Dewantoro yang memuat klaim keliru terkait pemakaian masker di tengah pandemi Covid-19.

PEMERIKSAAN FAKTA

Berdasarkan verifikasi Tim CekFakta Tempo, klaim bahwa memakai masker meningkatkan kadar CO2 dan keasaman dalam tubuh, yang kemudian membuat rentan terinfeksi virus dan bakteri, tidak sesuai dengan penelitian yang ada. Masker justru menjadi pelindung agar terhindar dari infeksi SARS-CoV-2, virus Corona penyebab Covid-19. Berita Detik.com yang digunakan untuk melengkapi klaim itu pun tidak berisi penjelasan bahwa masker bisa meningkatkan kadar CO2 atau pun keasaman dalam tubuh.

Mula-mula, Tempo memeriksa isi berita Detik.com tersebut, yang merupakan berita lama yang dimuat pada 9 Maret 2010 dan berjudul "Agar pH Tubuh Tidak Terlalu Asam". Tidak ada satu pun kalimat dalam berita ini yang menjelaskan bahwa meningkatnya keasaman dalam tubuh disebabkan oleh penggunaan masker. Menurut berita itu, tubuh terlalu asam diduga karena diet dan stres.

Tubuh menjadi terlalu asam ketika seseorang terlalu sering makan makanan olahan, makanan kemasan, makanan manis, pasta, produk susu (susu, keju, es krim), minuman beralkohol, obat-obatan, dan garam meja. Makan daging juga meningkatkan keasaman tubuh. Sementara stres ikut memainkan peran penting dalam membuat tubuh terlalu asam. Ini menjawab mengapa orang yang terus hidup dalam ketegangan dan kekakuan cenderung memiliki asam yang cukup banyak.

Tempo kemudian menelusuri informasi tentang keterkaitan antara pemakaian masker dengan kadar CO2 dalam tubuh. Spesialis pengobatan kritis dari Hospital and Clinic University of Iowa, Gregory A. Schmidt, menuturkan bahwa menggunakan masker tidak akan mengganggu sirkulasi udara, baik kadar oksigen maupun kadar CO2 dalam tubuh.

Mereka mengukur tingkat saturasi oksigen dan CO2 di dalam tubuh Danica, seorang terapis pernapasan, ketika memakai masker dengan pulse oxymeter. Sebagai informasi, tingkat normal saturasi oksigen dalam darah berada pada level 95-100 persen, sementara CO2 pada level 35-45 persen.

Hasilnya, saat masker dan pelindung wajah (face shield) digunakan selama dua jam, tingkat saturasi oksigen Danica berada pada level 98 persen dan CO2 pada rentang 33-35 persen. Demikian pula ketika durasi pemakaian masker diperpanjang menjadi 4 jam, tingkat saturasi oksigen Danica mencapai 98 persen dan CO2 berada pada level 34 persen. Pada durasi penggunaan masker 6 jam, tingkat saturasi oksigen mencapai 99 persen dan CO2 sebesar 32 persen.

Menurut Gregory, oksigen dan CO2 berukuran sangat kecil sehingga mudah melewati celah-celah masker. Sedangkan droplet, atau cipratan air liur (yang menjadi medium penularan virus Corona), berukuran lebih besar dibandingkan oksigen dan CO2 sehingga tidak mudah menerobos masker.

Menurut arsip berita Tempo, dokter spesialis paru Rumah Sakit Umum Pusat Persahabatan, Andika Chandra Putra, juga mengatakan bahwa pemakaian masker untuk mencegah penularan Covid-19 tidak akan menimbulkan hypoxia atau kondisi berkurangnya kadar oksigen dalam darah. Bahkan, penggunaan masker N95, masker dengan kerapatan tertinggi dibandingkan masker bedah dan kain, secara sering sekalipun tidak sampai dilaporkan mengubah fungsi paru-paru.

KESIMPULAN

Berdasarkan pemeriksaan fakta Tempo, klaim bahwa memakai masker membuat karbon dioksida atau CO2 menumpuk dan keasaman tubuh meningkat sehingga rentan terhadap virus dan bakteri, keliru. CO2 dan oksigen berukuran sangat kecil sehingga bisa keluar-masuk dengan mudah melewati masker. Sementara droplet berukuran lebih besar, sehingga akan terhalang ketika memakai masker. Dengan demikian, pemakaian masker justru melindungi seseorang dari Covid-19, yang juga harus disertai dengan menjaga jarak serta mencuci tangan.

IKA NINGTYAS

Anda punya data/informasi berbeda, kritik, atau masukan untuk artikel cek fakta ini? Kirimkan ke cekfakta@tempo.co.id