Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

[Fakta atau Hoaks] Benarkah Vaksin Covid-19 Tanamkan Microchip yang Diprogram untuk Bantai 7,5 Miliar Nyawa?

Jumat, 18 September 2020 20:35 WIB

[Fakta atau Hoaks] Benarkah Vaksin Covid-19 Tanamkan Microchip yang Diprogram untuk Bantai 7,5 Miliar Nyawa?

Klaim bahwa vaksin Covid-19 akan menanamkan microchip yang diprogram secara remote untuk membantai 7,5 miliar nyawa beredar di Facebook. Klaim ini terdapat dalam gambar tangkapan layar yang berisi foto microchip serta foto scan tangan manusia.

"Ketika di vaksin, microchip yg sangat kecil dipasang tanpa terasa dg diam2. Tujuannya lain selain utk corona juga utk membunuh yg diprogram secara remote orang yg tdk disukai oleh Dajjal baru. New Dajjal siap membunuh 7.5 milyard manusia," demikian narasi dalam gambar itu.

Salah satu akun yang membagikan gambar tersebut adalah akun Novi Hardian, yakni pada 16 September 2020. Akun ini pun menulis, “Waspadalah bagi umat Islam semua dengan adanya vaksin yang mau di programkan pemerintah. Pada awal tahun 2021 umat Islam harus berani tegas menolaknya kalau tidak mau dibuat target pembantaian 7,5 miliar nyawa.

Unggahan dengan narasi serupa juga ditemukan di Twitter. Unggahan itu dibagikan oleh akun @DarajatKrisna pada 2 September 2020. Disertai sebuah video pendek, akun ini mencuit bahwa penanaman microchip dalam tubuh melalui vaksin Covid-19 bertujuan untuk perbudakan global.

Bantu sadarkan masyarakat dulur. Penanaman microchip dalam tubuh lewat embel-embel vaksin Covid-19 untuk tujuan perbudakan global segera dimulai. Ini bisa membatalkan sholat bila chip berhasil ditanam dalam tubuh. Lupakan WHO, mari kembali kepada fitrah Tuhan. Jgn mau diperbudak.

Gambar tangkapan layar unggahan akun Facebook Novi Hardian.

Apa benar vaksin Covid-19 akan menanamkan microchip yang diprogram untuk membantai 7,5 miliar nyawa dan melakukan perbudakan global?

PEMERIKSAAN FAKTA

Berdasarkan verifikasi Tim CekFakta Tempo, klaim bahwa vaksin Covid-19 akan menanamkan microchip yang diprogram untuk "membantai 7,5 miliar nyawa" maupun "melakukan perbudakan global" keliru. Vaksin diberikan dengan cara disuntikkan ke dalam tubuh, dan tidak menanamkan microchip apapun. Ukuran microchip tidak cukup kecil untuk melalui jarum suntik.

Beberapa vaksin Covid-19 yang sedang menjalani uji klinis fase III diberikan dengan cara disuntikkan ke dalam tubuh. Vaksin Covid-19 Sinovac misalnya, yang kini sedang dalam tahap uji klinis di Kota Bandung, Jawa Barat, diuji coba kepada relawan dengan cara disuntikkan ke dalam tubuh lewat jarum suntik.

Cara pemberian vaksin lainnya adalah dengan disemprotkan melalui hidung. Saat ini, otoritas kesehatan di Cina telah menyetujui kandidat vaksin Covid-19 yang disemprotkan lewat hidung untuk diuji kepada manusia (uji klinis fase I) pada 9 September 2020. Vaksin ini dikembangkan oleh peneliti Xiamen University dan Hong Kong University bersama pabrik vaksin di Beijing, Wantai Biological Pharmacy Enterprise Co.

Dikutip dari Science20, kebanyakan microchip RFID (Radio Frequency Identification) terlalu besar untuk dimasukkan ke dalam jarum berukuran normal yang digunakan untuk vaksin. Mungkin saja membuat chip dengan ukuran yang lebih kecil, tapi tidak berguna apabila tidak memiliki antena sebagai penerima sinyal.

Sebuah chip harus memiliki kapasitas yang cukup besar untuk mengambil daya dari gelombang mikro, yang kemudian mengirim kembali sinyal yang cukup kuat sehingga bisa diterima oleh penerima. Chip RFID terkecil yang tersedia secara komersial, lengkap dengan antenanya, hanya dapat terbaca dari jarak milimeter. Sementara chip RFID terkecil yang tidak tersedia secara komersial hanya dapat terbaca dari jarak mikron.

Sejak April 2020, isu tentang microchip yang ditanamkan ke dalam tubuh manusia melalui vaksin beredar seiring dengan rumor bahwa pendiri Microsoft, Bill Gates, membuat vaksin Covid-19 yang dipasang microchip. Rumor tersebut telah dibantah oleh Tempo melalui dua artikel berikut:

Vaksin memiliki efek samping, tapi tidak mematikan

Vaksin, seperti obat-obatan lainnya, dapat menyebabkan efek samping. Yang paling umum terjadi adalah efek samping ringan. Vaksin telah banyak digunakan untuk mencegah berbagai penyakit berbahaya yang bisa berujung serius atau bahkan kematian. Vaksinasi adalah cara terbaik untuk mencegah seseorang terinfeksi penyakit tertentu.

Dilansir dari BBC, Organisasi Kesehatan Dunia atau WHO mencatat vaksin mampu menurunkan kematian akibat campak hingga 80 persen sepanjang 2000-2007. Demikian pula dengan polio yang hampir tidak bisa dijumpai lagi di tengah masyarakat dibandingkan beberapa dekade lalu di mana jutaan orang menjadi korban polio.

Riset WHO lainnya mengestimasi efek ekonomi dari vaksinasi periode 2001-2020, yang menyebut vaksinasi 10 jenis penyakit menular dapat mencegah 20 juta kematian di 73 negara, termasuk Indonesia. Vaksinasi juga dapat menyelamatkan kerugian yang ditimbulkan sebesar 350 miliar dolar Amerika Serikat (hampir Rp 5 ribu triliun) untuk biaya perawatan kesehatan. Adapun nilai ekonomi dan sosial yang lebih luas dari vaksinasi diperkirakan mencapai 820 miliar dolar AS (sekitar Rp 11.700 triliun) di 73 negara tersebut.

KESIMPULAN

Berdasarkan pemeriksaan fakta Tempo, klaim bahwa "vaksin Covid-19 akan menanamkan microchip yang diprogram untuk membantai 7,5 miliar nyawa dan melakukan perbudakan global" keliru. Vaksin diberikan dengan cara disuntikkan ke dalam tubuh, dan ukuran microchip tidak cukup kecil untuk melalui jarum suntik. Vaksin pun merupakan salah satu cara untuk memberikan kekebalan pada tubuh terhadap penyakit tertentu yang berbahaya atau mematikan, sebagaimana yang telah terjadi pada vaksin campak dan polio.

IKA NINGTYAS

Anda punya data/informasi berbeda, kritik atau masukan untuk artikel cek fakta ini? Kirimkan ke cekfakta@tempo.co.id