Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

[Fakta atau Hoaks] Benarkah WHO Sebut Obat Ibuprofen Bisa Membuat Corona Hidup Lebih Lama?

Senin, 23 Maret 2020 18:29 WIB

[Fakta atau Hoaks] Benarkah WHO Sebut Obat Ibuprofen Bisa Membuat Corona Hidup Lebih Lama?

Pesan berantai yang berisi narasi bahwa obat ibuprofen bisa membuat virus Corona COVID-19 hidup lebih lama beredar di grup-grup percakapan WhatsApp sejak Sabtu, 21 Maret 2020. Informasi itu diklaim berasal dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Dalam pesan berantai itu, juga disebutkan sejumlah merk obat yang mengandung ibuprofen.

Berikut narasi utuh pesan berantai yang beredar tersebut:

Info tambahan, dari WHO.Jika ada gejala sakit terkena- Batuk- Pilek- Panas tinggi“ jangan “minum obat yg mengandung “ ibuprofen”Ini akan menambah hidup virus corona convid 19

Pertolongan pertama yang dilakukan adalahMinum obat flu n demam yg mengandung“ paracetamol”Di Indonesia obat2 tersebut terdapat pada obat sbb:- Panadol- Paramex- Neozep

Berikut beberapa obat2 yg mengandung ibuprofen:- Proris- Advil- Motrin- Nuprin- Brufen- Intrafen- Neo rheumacyl- Oskadon SP- Bodrex Extra

Hati hati minum obat yaStay safe n stay healthy semuanya

Gambar tangkapan layar pesan berantai di WhatsApp mengenai obat ibuprofen.

Apa benar WHO menyebut obat ibuprofen bisa membuat virus Corona COVID-19 hidup lebih lama?

PEMERIKSAAN FAKTA

Dilansir dari Poynter, perdebatan mengenai penggunaan obat pereda rasa nyeri, ibuprofen, pada pasien COVID-19 berawal ketika Menteri Kesehatan Prancis Olivier Veran mencuit di Twitter mengenai obat tersebut pada 14 Maret 2020 lalu. Menurut dia, obat anti-inflamasi seperti ibuprofen dapat memperburuk gejala.

Pendapat Veran tersebut merujuk pada sebuah studi yang dilakukan oleh Badan Nasional Perancis untuk Keselamatan Obat pada 2019. Penelitian itu menyatakan bahwa ibuprofen dapat menyebabkan komplikasi terhadap semua pasien penyakit menular.

Namun, di saat yang sama, otoritas kesehatan di Spanyol maupun Austria melaporkan bahwa tidak ada bukti yang menunjukkan ibuprofen bisa memperburuk pasien COVID-19. Bahkan, Austria menyebut bahwa klaim "ibuprofen memperburuk gejala COVID-19" sebagai hoaks.

Pada 17 Maret 2020, WHO angkat bicara terkait klaim tersebut. Menurut juru bicara WHO, Christian Lindmeier, meskipun tidak ada bukti yang menghubungkan ibuprofen dengan komplikasi terhadap pasien COVID-19, ia merekomendasikan untuk memilih alternatif lain, seperti asetaminofen, sembari para ilmuwan menyelidiki masalah tersebut.

Dua hari kemudian, yakni pada 19 Maret 2020, WHO menegaskan pernyataannya mengenai klaim "ibuprofen memperburuk gejala COVID-19". Melalui akun Twitter resminya, WHO menyatakan bahwa, berdasarkan informasi yang tersedia sejauh ini, WHO tidak merekomendasikan untuk menentang penggunaan ibuprofen.

"Kami juga berkonsultasi dengan para dokter yang merawat pasien COVID-19 dan tidak menemukan laporan tentang efek negatif ibuprofen, di luar efek samping yang diketahui yang membatasi penggunaannya pada populasi tertentu. WHO juga tidak menemukan data berbasis klinis atau populasi yang dipublikasikan tentang topik ini," demikian pernyataan WHO.

Gambar tangkapan layar cuitan WHO di Twitter mengenai obat ibuprofen.

Situs media asing BuzzFeed News memberitakan pernyataan WHO tersebut sekaligus menambahkan pendapat dari sejumlah ahli. Menurut para ahli yang diwawancarai, kekhawatiran mengenai pemberian ibuprofen dan obat serupa yang disebut sebagai obat anti-inflamasi nonsteroid (NSAID) terhadap pasien COVID-19 tidak berdasar.

"Saya tidak berpikir membuat rekomendasi untuk menghindari kategori obat ini, yang sangat bermanfaat, bijaksana pada saat ini," ujar Daniel Solomon, profesor kedokteran di Harvard Medical School sekaligus dokter spesialis reumatologi di Brigham and Women's Hospital kepada BuzzFeed News.

Michele Barry, Direktur Pusat Inovasi Kesehatan Global di Stanford University, mengatakan, "Tidak melalui tahap ulasan oleh teman sejawat (peer reviewed). Tidak berdasarkan bukti." Adapun David Juurlink, kepala divisi farmakologi klinis di University of Toronto, menyebutnya "sangat spekulatif".

KESIMPULAN

Berdasarkan pemeriksaan fakta di atas, WHO tidak menyebut bahwa obat ibuprofen bisa membuat virus Corona COVID-19 hidup lebih lama. Justru, WHO tidak merekomendasikan untuk menentang penggunaan ibuprofen berdasarkan informasi yang tersedia sejauh ini. Alasannya, WHO tidak menemukan laporan tentang efek negatif ibuprofen terhadap pasien COVID-19, di luar efek samping yang diketahui yang membatasi penggunaannya pada populasi tertentu. WHO juga tidak menemukan data berbasis klinis atau populasi yang dipublikasikan tentang klaim tersebut.

ZAINAL ISHAQ

Anda punya data/informasi berbeda, kritik atau masukan untuk artikel cek fakta ini? Kirimkan ke cekfakta@tempo.co.id