[Fakta atau Hoaks] Benarkah Freeport Memberikan Jatah Saham kepada Presiden Jokowi dan Wakil Presiden Jusuf Kalla?

Selasa, 17 September 2019 14:46 WIB

[Fakta atau Hoaks] Benarkah Freeport Memberikan Jatah Saham kepada Presiden Jokowi dan Wakil Presiden Jusuf Kalla?

Informasi yang menyebut Freeport memberikan jatah saham sebesar 11 persen untuk Presiden Joko Widodo atau Jokowi dan 9 persen untuk Wakil Presiden Jusuf Kalla beredar di Facebook sejak Senin, 9 September 2019.

Narasi itu pertama kali diunggah oleh akun Abu Jamil Bi Abu yang dilengkapi dengan sebuah video berjudul “Presdir Freeport Bersaksi: Sidang Mendengarkan Kesaksian Perekam Perbincangan” yang berlogo KompasTV.

Gambar tangkapan layar unggahan sebuah akun Facebook yang menyebut Freeport memberikan jatah saham kepada presiden dan wakil presiden.

Video berdurasi 2 menit 51 detik itu berisi rekaman siaran langsung sebuah sidang dengan agenda mendengarkan keterangan saksi, yakni Presiden Direktur Freeport, terkait kasus permintaan saham perusahaannya.

Dalam video itu, salah satu hakim bertanya, "Apakah dalam pembicaraan itu juga ada permintaan saham untuk Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla?"

Presdir Freeport menjawab, "Dalam pembicaraan itu, pengusaha Riza menyampaikan, 'Kita bagi yang 20 persen itu, 11 persen kepada Bapak Presiden dan 9 persen juga kita bagi kepada Bapak Wakil Presiden."

Hakim kembali bertanya, "Ada permintaan saham kepada Bapak?" Presdir Freeport pun menjawab, "Saham yang dimaksud, 20 persen itu, akan dibagi, 11 persen kepada Presiden Jokowi dan 9 persen kepada Wakil Presiden Jusuf Kalla."

Namun, dalam video itu, tidak ada keterangan waktu dan lokasi sidang tersebut digelar.

Adapun narasi yang ditulis akun Abu Jamil Bi Abu adalah: “Presdir Freeport: saham 11% untuk Presiden 9% untuk wakil Presiden #EnakKaliJadiPresiden".

Unggahan ini pun viral dan telah dibagikan lebih dari 4 ribu kali hingga 17 September 2019. Unggahan itu juga mendapat 370 komentar.

PEMERIKSAAN FAKTA

Tim CekFakta Tempo menelusuri kanal Kompas TV di YouTube dan memasukkan kata kunci “Presdir Freeport Bersaksi”. Dalam pencarian ini, Tempo menemukan satu video yang sama dengan yang dibagikan oleh akun Abu Jamil Bi Abu.

Video milik KompasTV itu dipublikasikan pada 23 Maret 2016. KompasTV memberikan keterangan bahwa video itu berisi kesaksian Presiden Direktur PT Freeport Indonesia, Maroef Sjamsoeddin, dalam sidang Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) di DPR yang mengaku dimintai saham oleh Ketua DPR Setya Novanto.

Menurut Maroef, saham yang diminta Setya adalah sebesar 20 persen. Saham itu akan dibagikan kepada Presiden Joko Widodo atau Jokowi sebanyak 11 persen dan Wakil Presiden Jusuf Kalla sebanyak 9 persen.

Dalam arsip pemberitaan Tempo.co, sidang yang menghadirkan Presdir Freeport Indonesia itu sebenarnya berlangsung pada 3 Desember 2015. Hal ini berkaitan dengan kasus dugaan pencatutan nama Jokowi dalam perpanjangan kontrak Freeport Indonesia atau yang lebih dikenal dengan kasus Papa Minta Saham. Kasus ini melibatkan Ketua DPR saat itu, Setya Novanto.

Kasus itu berawal dari beredarnya rekaman yang memuat percakapan mengenai saham Freeport. Dalam percakapan yang diduga terjadi dalam pertemuan antara Setya, pengusaha Muhammad Riza Chalid, dan petinggi PT Freeport Indonesia itu, sejumlah nama pejabat dan tokoh disebut-sebut.

Kasus itu pun diusut oleh MKD yang kemudian menyidangkan dugaan pelanggaran etik oleh Setya. Pada hari kedua sidang, MKD memanggil Maroef Sjamsoedin, Presdir Freeport Indonesia. Maroef dicecar pertanyaan seputar rekaman percakapan dirinya dengan Setya dan Riza.

Anggota MKD dari Fraksi Partai Nasdem, Akbar Faisal, mempertanyakan asal-usul rekaman percakapan yang beredar di publik itu. Akbar berpendapat pertemuan itu adalah upaya untuk mendapatkan kekhususan dalam perpanjangan kontrak Freeport Indonesia.

Maroef membantah tuduhan itu. Sejak didapuk menjadi bos Freeport Indonesia, Maroef menganggap Komisi VII DPR sebagai mitra kerjanya. Freeport Indonesia, kata dia, adalah aset nasional yang harus patuh terhadap Undang-Undang di Indonesia.

"Kami harus patuh terhadap Undang-Undang Indonesia, ini juga menyangkut faktor sosial karena Freeport memiliki 30 ribu karyawan di sini," ujar Maroef. "Freeport menanamkan investasi yang besar. Ini persiapannya lima sampai sepuluh tahun untuk operasi dan berproduksi," katanya.

Setelah kasus ini, Maroef mundur dari jabatannya pada Januari 2016.

Rekaman percakapan yang melibatkan Setya Novanto itu juga sempat diputar dalam sidang MKD pada 2 Desember 2015.

Berikut cuplikannya:

- Muhammad Riza Chalid (MR): Bapak itu sudah jalan divestasi sudah berapa persen?- Presdir Freeport Indonesia Maroef Sjamsoeddin (MS): 30 persen yang sudah jalan.- MR: Yang sudah jalan 9 persen dong.- MS: 9,3 persen. Dipegang BUMN.- Ketua DPR Setya Nobanto (SN): Kalau enggak salah itu Pak Luhut sudah bicara.- MR: Pak Luhut sudah bicara.-SN: Pak Luhut bicara dengan Jim Bob. Pak Luhut udah ada unek-unek Pak.- MR: Pak, kalau gua, gua bakal ngomong ke Pak Luhut janganlah ambil 20 persen, ambillah 11 persen, kasihlah Pak JK 9 persen. Harus adil, kalau enggak, ribut.- SN: Iya. Jadi, kalau pembicaraannya Pak Luhut di San Diago dengan Jim Bob empat tahun lalu, itu, dari 30 persen itu, dia memang di sini 10 persen. Sepuluh persen dibayar pakai dividen. Jadi dipinjemin tapi dibayar tunai pakai dividen. Caranya gitu, sehingga mengganggu konstelasi ini. Begitu dengar adanya Istana cawe-cawe, Presiden enggak suka, Pak Luhut ganti dikerjain. Kan begitu. Sekarang kita tahu kuncinya. Kuncinya kan begitu begitu lho. Ha-ha-ha. Kita kan ingin beliau berhasil. Di sana juga senang kan gitu. Strateginya gitu lho. Ha-ha-ha.

KESIMPULAN

Pemeriksaan fakta di atas menunjukkan bahwa unggahan akun Abu Jamil Bi Abu di Facebook adalah sesat karena menggunakan video yang benar, tapi narasinya keliru dan mengarahkan pada tafsir yang salah.

Konteks pernyataan Presdir Freeport Indonesia terkait saham 11 persen untuk presiden dan 9 persen untuk wakil presiden adalah permintaan yang dilontarkan oleh Ketua DPR saat itu, Setya Novanto. Hal itu membuat Setya terseret kasus pencatutan nama Presiden Joko Widodo atau Jokowi dalam perpanjangan kontrak Freeport Indonesia atau yang lebih dikenal dengan kasus Papa Minta Saham.

IKA NINGTYAS

Anda punya data/informasi berbeda, kritik atau masukan untuk artikel cekfakta ini? Kirimkan ke [email protected]