Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Menyesatkan, Video Menkes Budi Gunadi Membahas Lockdown Terkait 'Great Reset'

Kamis, 24 Oktober 2024 16:02 WIB

Menyesatkan, Video Menkes Budi Gunadi Membahas Lockdown Terkait 'Great Reset'

Sebuah konten beredar di Instagram [arsip] dan Facebook pada akun ini dan ini, yang diklaim Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin menyebut tentang lockdown dan sertifikasi digital untuk vaksinasi.

Konten itu berisi video yang memperlihatkan Budi berbicara dalam bahasa Inggris di sebuah forum. Dalam teks yang menerjemahkan pernyataan Budi tersebut, tertulis bahwa lockdown saat pandemi berkaitan dengan tata ulang dunia (great reset). Dia juga menyebut bahwa Kementerian Kesehatan menyiapkan sertifikasi digital untuk vaksinasi sesuai format dari Badan Kesehatan Dunia (WHO).

Namun, benarkah Budi mengatakan dua hal tersebut?

PEMERIKSAAN FAKTA

Potongan video Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin itu adalah momen saat dia berbicara dalam pertemuan B20 Summit 2022 di Nusa Dua, Bali pada 13-14 November 2022. Acara itu digelar Kamar Dagang dan Industri (KADIN) Indonesia, yang dihadiri 3.300 pimpinan perusahaan dan perwakilan negara. Rekaman utuh acara tersebut ditayangkan di kanal YouTube ASEAN BAC INDONESIA 2023.

Tidak menyebut great reset

Pernyataan Budi dimulai pada detik ke-1:17:52 saat ia menjawab pertanyaan dari moderator tentang bagaimana dunia bisnis bisa mengambil peran besar dalam isu-isu kesehatan atau jika pandemi terjadi kembali. Menkes Budi menyatakan agar kalangan bisnis yang hadir mengarahkan investasi mereka ke bidang kesehatan. Dia mengatakan dengan layanan kesehatan yang memadai, masyarakat akan berumur lebih panjang.

Dia juga mengatakan bahwa krisis kesehatan seperti pandemi berbeda dengan krisis keuangan. Bila krisis keuangan bisa dikendalikan dengan pinjaman dari Dana Moneter Internasional (IMF) ke negara yang kesulitan, krisis kesehatan memiliki dampak yang lebih luas. Misalnya pandemi Covid-19 yang berdampak pada kesehatan dan aktivitas masyarakat, hingga perekonomian. Selain itu, penanggulangan pandemi menghadapi tantangan kesenjangan akses masyarakat terhadap alat diagnosa, terapi, dan vaksin.

Pada jawaban tersebut dia tidak menyebut bahwa lockdown adalah bagian untuk great reset, sebuah istilah yang menurut BBC, digagas Professor Klaus Schwab, kepala Forum Ekonomi Dunia (WEF) pada 2020. Gagasan itu muncul untuk memanfaatkan pandemi Covid-19 mengatur ulang dunia hingga tercipta masa depan yang lebih sehat, lebih adil, dan lebih sejahtera. Namun gagasan itu  mendapatkan kritik dan penolakan dari beberapa tokoh dan lembaga resmi. 

Kejadian itulah yang menjadi bahan disinformasi dan teori konspirasi, yang disebarkan di internet. Berdasarkan riset BBC, jumlah unggahan dengan kata ‘great reset’ di Facebook tahun 2020 dan 2021 sangat tinggi mencapai puluhan ribu karena juga diamplifikasi oleh tokoh-tokoh dunia seperti Donald Trump.

Terkait Sertifikasi Digital Vaksin

Berikutnya Menkes Budi menilai penyediaan sertifikat vaksin digital lintas negara yang diinisiasi Badan Kesehatan Dunia (WHO) bisa menjadi persiapan bila di masa depan kembali terjadi pandemi kembali. Data itu bisa digunakan masyarakat melakukan perjalanan, jika terjadi pandemi lagi, sehingga menghindari lockdown.

Dilansir website WHO, mereka menginisiasi dibangunnya Jaringan Sertifikasi Kesehatan Digital Global WHO (GDHCN) untuk memperkuat kesiapsiagaan terhadap pandemi dan memberikan layanan kesehatan yang lebih baik untuk semua.

GDHCN bukanlah microchip yang ditanam di dalam tubuh setelah vaksin. Narasi soal ini adalah keliru karena vaksin tidak mengandung microchip. Sertifikat digital yang disebut WHO berupa dokumen dalam file digital yang berisi sejumlah data, seperti digitalisasi sertifikat vaksinasi atau profilaksis internasional, verifikasi resep lintas batas, ringkasan pasien internasional, verifikasi sertifikat vaksinasi di dalam dan lintas batas, dan sertifikasi profesional kesehatan masyarakat (melalui Akademi WHO).

Rancangan WHO memperlihatkan bahwa GDHCN akan melibatkan pemerintah antar negara, hingga terbentuk jaringan terpercaya dalam penanganan data-data tersebut. Data tersebut bisa digunakan untuk verifikasi catatan kesehatan untuk mendukung pengobatan berkesinambungan.

Pemeriksa fakta Reuters.com dan AAp.com.au menyatakan dengan GDHCN, WHO berupaya menyediakan sertifikat vaksin dan data kesehatan lainnya, secara digital, tanpa ikut menentukan siapa orang yang boleh berpergian ke luar negeri, dan siapa yang dilarang.

GDHCN tidak akan memberi kewenangan WHO dalam mengendalikan izin orang bepergian. Penentuan seseorang boleh atau tidak pergi ke luar negeri tetap ditentukan keputusan pemerintah di negara asalnya maupun di negara tujuan.

KESIMPULAN

Verifikasi Tempo menyimpulkan bahwa narasi yang mengatakan Menkes Budi menyatakan membuat sertifikat vaksin digital yang sesuai dengan format WHO, dan hal itu berkaitan dengan great reset adalah klaim yang menyesatkan.

Menkes memang mengatakan kalimat itu dalam pertemuan B20 Summit 2022 di Nusa Dua, Bali. Namun hal itu tidak berkaitan dengan isu great reset. Great reset adalah gagasan Professor Klaus Schwab yang belum jelas definisi dan penerapannya, yang telah ditolak berbagai pihak.

TIM CEK FAKTA TEMPO

**Punya informasi atau klaim yang ingin Anda cek faktanya? Hubungi ChatBot kami. Anda juga bisa melayangkan kritik, keberatan, atau masukan untuk artikel Cek Fakta ini melalui email cekfakta@tempo.co.id