Keliru, 74 Persen Orang Meninggal Akibat Vaksin Covid-19
Rabu, 11 September 2024 15:13 WIB
Sebuah akun Facebook [arsip] mengunggah sebuah video yang menyebutkan terdapat 74 persen orang yang meninggal mendadak akibat vaksin Covid-19.
Video ini berisi pengakuan seseorang bahwa ia mendengar cerita bahwa ada kliennya yang sering sakit setelah menerima vaksin Covid-19. Disebutkan juga, vaksin merusak 2 hal, yaitu membuat darah jadi beku dan merusak DNA.
Diunggah pada 6 agustus 2024, video ini mendapatkan 29 ribu suka, 5,2 ribu komentar, dan ditayangkan 1,8 juta kali oleh pengguna Facebook. Benarkah 74 persen kematian mendadak akibat vaksin Covid-19? Berikut pemeriksaan faktanya.
PEMERIKSAAN FAKTA
Tim Cek Fakta Tempo memeriksa klaim tersebut di atas dengan menggunakan sumber terbuka dan pernyataan resmi otoritas kesehatan.
Klaim 1: 74 Persen kematian mendadak disebabkan vaksin Covid-19
Fakta: Tempo menemukan narasi tentang kematian mendadak (sudden cardiac death) telah beredar di media sosial sejak Februari 2021. Narasi ini juga disebarkan melalui tulisan berjudul “The Vaccine Death Report” yang dipublikasikan pada laman Stop World Control.
Narasi ini kembali beredar pada 2024 setelah salinan hasil pemeriksaan dokter terhadap atlet pelajar di New Jersey beredar di media sosial. Hasil tes medis itu menuliskan “vaksinasi Covid mempengaruhi risiko Anda” terhadap “kematian jantung mendadak di lapangan”.
Dalam laporan berjudul “Analisis kematian setelah vaksinasi COVID-19 dan kematian berlebih selama pandemi pada kaum muda” yang dirilis Office for National Statistic disebutkan berdasarkan hasil analisis data dari tahun 2021-2022 tidak ada perubahan risiko kematian mendadak (sudden cardiac death) setelah vaksinasi pada remaja 12 hingga usia 29 tahun.
Laporan CDC pada 11 April 2024 berjudul ??”Penilaian Risiko Kematian Jantung Mendadak di Kalangan Remaja dan Dewasa Muda Setelah Menerima Vaksin COVID-19 - Oregon, Juni 2021-Desember 2022” juga tidak menemukan bukti bahwa kematian mendadak pada anak muda disebabkan karena mereka menerima vaksinasi Covid-19. “Para peneliti menentukan bahwa kematian pada ketiga kasus tersebut disebabkan oleh penyebab alami,” tulis laporan tersebut.
Dilansir Reuters, terkait klaim kematian mendadak yang beredar di media sosial, FDA mengatakan “hasil tinjauan terhadap informasi klinis yang tersedia, termasuk sertifikat kematian, otopsi, dan rekam medis, tidak menunjukkan adanya hubungan sebab akibat dengan vaksin Covid-19.”
CDC juga menuliskan bahwa semua vaksin Covid-19 telah melewati uji klinis yang ketat. Uji klinis untuk vaksin dilakukan dengan membandingkan hasil berapa banyak orang yang jatuh sakit, antara orang yang divaksinasi dan orang yang tidak divaksinasi. Hasil dari uji coba menunjukkan bahwa vaksin Covid-19 aman dan efektif, terutama terhadap penyakit parah, rawat inap, dan kematian.
Klaim 2: Vaksin Covid-19 menyebabkan pembekuan darah
Fakta: Dilansir Health University of Utah, pembekuan darah (blood clotting) merupakan komplikasi infeksi SARS-CoV-2 dan efek samping vaksin tertentu yang sangat langka. Penderita Covid-19 yang mendapatkan vaksin memiliki resiko pembekuan darah lebih rendah dibandingkan penderita orang yang belum menerima vaksinasi.
Dalam laporan European Medicines Agency (EMA) dan CDC memang ditemukan pembekuan darah sebagai efek samping dari vaksin Covid-19 AstraZeneca dan Johnson&Johnson. Namun efek ini sangat langka karena hanya ditemukan empat kasus dalam satu juta dosis Johnson & Johnson yang diberikan.
Dilansir Yale Medicine, pasien Covid-19 yang berisiko mengalami pembekuan darah adalah mereka yang memiliki riwayat medis pembekuan darah sebelumnya atau kelainan pembekuan darah turunan. Juga pada pasien Covid-19 yang parah yang mengalami gagal nafas atau membutuhkan oksigen dalam jumlah besar, imobilitas yang berkepanjangan dan memiliki riwayat hipertensi, diabetes, obesitas, atau kanker.
Penelitian yang diterbitkan Jurnal MedRxiv menemukan bahwa pasien dengan infeksi Covid-19 menghadapi risiko pembekuan darah yang jauh lebih tinggi daripada orang yang menerima vaksin mRNA.
Klaim 3: Vaksin Covid-19 merusak DNA
Fakta: Dilansir Johns Hopkins Medicine, vaksin COVID-19 dirancang untuk membantu sistem kekebalan tubuh melawan virus corona. Asam ribonukleat (RNA) yang terdapat dalam vaksin Covid-19 memang masuk ke dalam sel, tetapi bukan ke dalam inti sel tempat DNA (asam deoksiribonukleat, atau molekul dibutuhkan organisme, termasuk manusia untuk hidup, dan berkembang biak) berada. MRNA (messenger RNA) berfungsi untuk menghasilkan protein yang merangsang sistem kekebalan tubuh, dan kemudian dengan cepat rusak tanpa mempengaruhi DNA.
NIH juga menegaskan bahwa vaksin mRNA aman dan tidak dapat mengubah DNA. Vaksin yang diberikan bekerja materi genetik yang dirancang untuk dipecah dan dihilangkan, sehingga tidak berintegrasi dengan DNA manusia.
Laman National Human Genome Research Institute menuliskan bahwa tidak ada risiko vaksin mRNA mengubah DNA karena mRNA tidak memiliki kemampuan untuk mengubah DNA. Sel-sel secara konstan membuat mRNA sendiri. MRNA sintesis dalam vaksin berfungsi seperti mRNA lain yang dibuat oleh sel tubuh.
KESIMPULAN
Berdasarkan pemeriksaan fakta, Tim Cek Fakta Tempo menyimpulkan klaim yang menyebutkan vaksin Covid-19 menyebabkan 74 persen kematian mendadak, pembekuan darah, dan merusak DNA adalah keliru.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan otoritas kesehatan dunia dan akademisi, tidak ada bukti ilmiah yang menunjukan kematian mendadak yang terjadi disebabkan oleh vaksin Covid-19. Dari data yang diajukan, kematian tersebut terjadi secara alamiah dan disebabkan penyakit lain yang menyertai. Otoritas kesehatan sampai saat ini meyakini vaksin Covid-19 yang didistribusikan aman dan efektif mencegah virus Corona.
TIM CEK FAKTA TEMPO
**Punya informasi atau klaim yang ingin Anda cek faktanya? Hubungi ChatBot kami. Anda juga bisa melayangkan kritik, keberatan, atau masukan untuk artikel Cek Fakta ini melalui email [email protected]