Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Menyesatkan, Video dengan Klaim Jejak Awan Putih dari Pesawat di Atmosfer adalah Senjata Kimia

Senin, 24 Juni 2024 00:12 WIB

Menyesatkan, Video dengan Klaim Jejak Awan Putih dari Pesawat di Atmosfer adalah Senjata Kimia

Sebuah video berisi klaim bahwa jejak awan putih yang ditinggalkan oleh pesawat di atmosfer adalah senjata kimia, beredar di Facebook dan YouTube

Video itu memperlihat seorang pria menyatakan bahwa pesawat seharusnya tidak meninggalkan awan putih saat terbang di ketinggian 10 ribu meter. Awan putih itu menyebabkan sejumlah gejala di antaranya  mata panas, mata perih, kuping berbunyi, batuk, pilek, gangguan paru-paru, perut anak, dan demam. Diklaim bahwa ada 100 negara lebih yang terdampak karena senjata itu.

Benarkah bahwa jejak awan putih yang ditinggalkan pesawat di atmosfer adalah senjata kimia?

PEMERIKSAAN FAKTA

Sejak pandemi Covid-19, narasi mengenai bahaya asap putih yang dikeluarkan oleh pesawat terhadap manusia, terus beredar di media sosial. Pada Februari 2022 misalnya, asap putih dikaitkan sebagai cara untuk menyebarkan virus varian Omicron

Masih di bulan yang sama, sebuah foto pesawat dengan asap putih yang diklaim menyebabkan warga sakit flu, demam hingga mengaitkannya sebagai senjata biologi, juga beredar di media sosial. 

Padahal, jejak asap putih kita lihat di langit disebut contrails, yakni jejak uap air terkondensasi yang dihasilkan oleh mesin pesawat terbang atau jet. Contrails adalah gabungan dari Con yang artinya "kondensasi" dan trail yang artinya "jejak". 

Menurut situs Layanan Cuaca Amerika Serikat, contrails dibentuk oleh dua proses dasar. Metode pembentukan yang pertama mengandalkan pencampuran knalpot mesin yang panas dan lembab dengan udara bertekanan uap rendah pada suhu rendah. Saat kelembaban tambahan dan partikel dari knalpot bercampur dengan udara dingin, terjadi kondensasi dan lahirlah streamer. Jenis jejak ini kadang-kadang disebut jalur pembuangan. (Lihat gambar 1)

Metode pembentukan kedua terjadi ketika pesawat terbang melalui udara yang jernih namun memiliki kelembapan relatif mendekati 100 persen. Perubahan tekanan yang dihasilkan oleh aliran udara di atas ujung sayap menyebabkan penurunan suhu dan menghasilkan saturasi udara secara sempurna. Pusaran turbulen yang dihasilkan oleh ujung sayap melengkapi proses tersebut dan sebuah contrails dihasilkan di belakang ujung sayap (Gambar 2). Contrails ini tidak begitu menonjol seperti yang terbentuk dari knalpot mesin dan relatif jarang terjadi. Jejak yang dibentuk oleh proses ini kadang-kadang disebut jejak aerodinamis.

Dalam kondisi yang tepat, contrails dapat bertahan dalam jangka waktu yang lama dan terkadang berkembang menjadi lapisan cirrus yang lengkap.

Contrails paling sering terbentuk pada ketinggian jelajah pesawat, antara sekitar 32.000 dan 42.000 kaki (10.000 hingga 13.000 meter) di troposfer atas, menurut Rocky Mountain Institute (RMI), karena di sanalah kondisi tersebut ditemukan. Karena atmosfer selalu berubah, kondisi mungkin tidak tepat untuk pembentukan contrails pada ketinggian ini, itulah sebabnya tidak semua pesawat membuat contrails pada setiap penerbangan, menurut situs Space.

Asal Mula Narasi bahwa Contrails adalah Senjata Biologi

Menurut laporan BBC, asal mula jejak asap putih disebut mengandung bahaya kimia berbahaya atau chemtrail mulai muncul pada tahun 1950-an dan 1960-an, beberapa dekade sebelum teori konspirasi tersebut lahir, sebagian besar wilayah Inggris disemprot dengan bahan kimia di udara dalam serangkaian uji rahasia perang bakteri. Dan pada tahun 1950, San Francisco disemprot dengan bahan kimia dari sebuah kapal untuk mengukur dampak serangan senjata biologis terhadap daerah berpenduduk .

Para ahli teori konspirasi Chemtrails kemudian menunjuk pada eksperimen rahasia semacam itu untuk mendukung tujuan mereka hingga saat ini. Mereka menyebarkan narasi bahwa contrail sama dengan chemtrail di masa 1950-an dan 1960-an. Termasuk narasi di dalam konten video yang menyebut contrails menyebabkan mata panas, mata perih, kuping berbunyi, batuk, pilek, gangguan paru-paru, perut anak, dan demam.

Menurut BBC, pendengung chemtrail sangat aktif di platform seperti Facebook dan Telegram, di mana mereka mendiskusikan dugaan "penyemprotan" dan pelacakan pesawat. Grup media sosial chemtrail juga sering memuat postingan anti-vaksin dan mempromosikan penolakan perubahan iklim, memicu peningkatan pemikiran konspirasi selama pandemi Covid-19, dan munculnya teori konspirasi QAnon selama masa kepresidenan Trump.

Fenomena ini bersifat internasional, dengan pengikut di seluruh Inggris, Eropa, Australia, dan Amerika–bahkan di mana pun pesawat komersial atau militer terbang. Dan hal ini didukung oleh beberapa selebritas dan influencer media sosial populer.

Contrails dan bahaya bagi lingkungan

Menurut Rocky Mountain Institute, meski contrails hanyalah jejak uap air dari pesawat yang terkondensasi di atmosfer, namun sejumlah ilmuwan saat ini memiliki konsensus tentang dampak contrails yang terus-menerus terhadap iklim mungkin sebanding dengan emisi CO2 dari penerbangan.

Industri penerbangan menyumbang sekitar 2,4 persen emisi CO2 global. Namun, faktor non-CO2–termasuk contrails–juga berkontribusi terhadap pemanasan atmosfer. Meskipun dampak pastinya masih belum pasti, perkiraan median yang dirata-ratakan pada seluruh penerbangan menemukan bahwa contrails dapat menyebabkan efek pemanasan yang sebanding dengan tambahan 61 persen total emisi CO2 penerbangan.

Tergantung pada kondisi atmosfer, contrails dapat menghilang atau menjadi persisten dan berevolusi menjadi awan contrail-cirrus. Formasi ini bisa bertahan berjam-jam. Pada siang hari, awan contrail-cirrus yang persisten membantu memantulkan sebagian radiasi matahari yang masuk, sehingga berpotensi mengakibatkan sedikit pendinginan. Namun, jika jejak yang terus-menerus terbentuk selama atau meluas hingga malam hari, jejak tersebut dapat memerangkap radiasi panas yang keluar dari permukaan bumi, sehingga berpotensi menimbulkan pemanasan yang signifikan.

KESIMPULAN

Dari pemeriksaan fakta di atas, klaim bahwa jejak asap putih yang ditinggalkan oleh pesawat adalah senjata biologi (chemtrail) yang membahayakan manusia adalah menyesatkan.

Jejak asap putih kita lihat di langit disebut contrails yakni jejak uap air terkondensasi yang dihasilkan oleh mesin pesawat terbang atau jet. 

TIM CEK FAKTA TEMPO

**Punya informasi atau klaim yang ingin Anda cek faktanya? Hubungi ChatBot kami. Anda juga bisa melayangkan kritik, keberatan, atau masukan untuk artikel Cek Fakta ini melalui email cekfakta@tempo.co.id