Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Keliru, Video Berisi Klaim tentang Layanan Detoksifikasi Vaksin Covid-19

Sabtu, 25 Mei 2024 11:36 WIB

Keliru, Video Berisi Klaim tentang Layanan Detoksifikasi Vaksin Covid-19

Sebuah video pendek beredar di Facebook [arsip] dengan klaim bahwa terdapat cara untuk mengeluarkan kembali (detoksifikasi) vaksin Covid-19 yang masuk ke tubuh. Menurut narator video, detoksifikasi itu dibutuhkan pasca AstraZeneca mengakui bahwa vaksin Covid-19 buatan mereka memiliki  efek samping menyebabkan kematian, cedera  serius, cedera otak permanen karena  pembekuan darah dan pendarahan di otak.

Video juga menampilkan narasi-narasi efek samping lainnya dari berbagai merk vaksin. Kemudian menginformasikan adanya team detoks vaksin dan imunisasi, pengobatan sakit kronis pada bayi, anak, dewasa hingga manula yang sudah tersebar di berbagai kota di Indonesia.  

Benarkah ada detoksifikasi vaksin Covid-19?

PEMERIKSAAN KLAIM

Tim Cek Fakta Tempo mengkonfirmasi klaim di atas dengan mewawancarai epidemiolog dan peneliti Indonesia dari Universitas Griffith, Australia, Dicky Budiman. Menurut Dicky, tidak ada istilah medis baik di nasional maupun global mengenai detoksifikasi vaksin.

Istilah tersebut muncul, kata Dicky sejak era pandemi Covid-19 yang diedarkan oleh kalangan anti vaksin atau penganut teori konspirasi. Narasi layanan detoksifikasi cenderung menggunakan tindakan-tindakan berbahaya seperti berendam di air larutan pemutih. 

“Itu sama sekali tidak benar dan tidak ada rujukan ilmiahnya,” kata Dicky kepada Tempo melalui pesan suara, Kamis, 23 Mei 2024.

Pada orang yang sudah divaksin, lanjut Dicky, sudah terjadi reaksi imunitas yang sangat kompleks di dalam tubuhnya yang memberikan proteksi. Proses tersebut tidak bisa dibatalkan atau dikeluarkan. 

Faktanya, saat ini setelah program vaksinasi Covid-19 berlangsung, miliaran orang telah menjalani aktivitas secara normal di bidang sosial, ekonomi, politik dan lain sebagainya. Vaksin tetap memberikan manfaat lebih besar dengan kejadian efek samping yang jarang terjadi.

“Ini yang membuktikan bahwa vaksin bekerja efektif dan aman. Jadi detoks vaksin itu tidak ada. Ketika itu ada yang mengklaim, itu cenderung berbahaya karena memakai bahan-bahan yang iritatif,” kata Dicky.  

The Guardian melansir bahwa para ahli medis menentang detoksifikasi vaksin Covid-19 yang secara tidak akurat diklaim oleh beberapa orang dapat menghilangkan efek vaksinasi. Dalam salah satu video Tiktok, misalnya, Carrie Madej, seorang ahli osteopati yang berbasis di Georgia, secara keliru mengklaim bahwa mandi yang mengandung soda kue, garam epsom dan bahan pembersih boraks akan “mendetoksifikasi vaksin” dari siapapun yang telah menerima suntikan.

Para ahli mengatakan mandi seperti itu dapat mengiritasi kulit dan mata, tetapi tidak akan menghilangkan efek vaksin Covid-19.

Di Kansas, Dana Hawkinson, Direktur Medis Pencegahan dan Pengendalian Infeksi untuk Sistem Kesehatan mengatakan bahwa, boraks berpotensi menyebabkan kaustik dan berbahaya.

Angela Rasmussen, ahli virologi dan profesor Universitas Saskatchewan di Canada mengatakan kepada NBC News, “Setelah Anda disuntik, proses vaksinasi yang menyelamatkan nyawa telah dimulai. Anda tidak dapat membunyikan bel. Secara fisik hal itu tidak mungkin dilakukan.”  

KESIMPULAN

Hasil verifikasi Tempo, klaim bahwa ada cara detoks vaksin adalah keliru. 

Detoksifikasi vaksin tidak dapat dilakukan. Setiap orang yang sudah divaksin, maka sudah terjadi reaksi imunitas yang sangat kompleks di dalam tubuhnya yang tidak bisa di-undo atau di-reset. 

TIM CEK FAKTA TEMPO 

**Punya informasi atau klaim yang ingin Anda cek faktanya? Hubungi ChatBot kami. Anda juga bisa melayangkan kritik, keberatan, atau masukan untuk artikel Cek Fakta ini melalui email cekfakta@tempo.co.id