Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Keliru, Konten dengan Klaim UNHCR Bisa Dijerat UU Keimigrasian karena Lindungi Rohingya

Kamis, 28 Maret 2024 16:08 WIB

Keliru, Konten dengan Klaim UNHCR Bisa Dijerat UU Keimigrasian karena Lindungi Rohingya

Sebuah video beredar di Facebook dan Instagram [arsip] berisi klaim tentang Komisaris PBB untuk Pengungsi (UNHCR) terancam hukuman atas pasal 124 Undang-undang (UU) Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian.

Video itu memperlihatkan naskah UU Keimigrasian dan memuat narasi bahwa UNHCR terancam melanggar UU tersebut karena melindungi orang-orang etnis Rohingya yang diklaim sebagai imigran gelap.

Namun, benarkah UNHCR bisa dihukum berdasarkan UU Keimigrasian?

PEMERIKSAAN FAKTA

UU Keimigrasian tidak dapat digunakan untuk menjerat Badan Pengungsi PBB atau UNHCR sebab status etnis Rohingya bukan imigran ilegal melainkan pengungsi. Kedatangan pengungsi etnis Rohingya ke Indonesia bukan diselundupkan oleh UNHCR.

Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM) melalui websitenya menjelaskan adanya perbedaan antara istilah imigran dan pengungsi. Imigran dikatakan sebagai orang yang pergi ke negara lain dengan tujuan menetap secara permanen.

Sementara pengungsi ialah orang yang lari dari negaranya ke negara lain, untuk mendapatkan hidup yang lebih layak, disebabkan adanya perang, bencana, persekusi, krisis ekonomi atau politik, dan ancaman-ancaman lainnya.

Pasal 124 UU Keimigrasian hanya mengatur ancaman hukum bagi pihak yang melindungi atau memberikan pekerjaan pada warga negara asing ilegal.  Namun, UU tersebut tidak mengatur penanganan terhadap pengungsi dari luar negeri. 

Presiden RI Joko Widodo, Pemkab Aceh Barat, dan Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) Aceh telah menyatakan orang Rohingya di Indonesia berstatus pengungsi, bukan imigran ilegal.

Peraturan penanganan pengungsi dari luar negeri tercantum dalam Peraturan Presiden (Perpres) nomor 125 tahun 2016  yang ditandatangani Presiden Jokowi.

Perpres tersebut menyatakan bahwa penanganan pengungsi dari luar negeri di Indonesia dilakukan berdasarkan kerja sama antara pemerintah pusat dengan UNHCR dan atau organisasi internasional di bidang urusan migrasi atau di bidang kemanusiaan yang memiliki perjanjian dengan pemerintah pusat.

Keberadaan UNHCR di Indonesia tidak diatur dalam UU Keimigrasian, melainkan diatur dalam Perpres tentang penanganan pengungsi dari luar negeri. Dalam Perpres itu, penanganan pengungsi dari luar negeri di Indonesia, dilakukan berdasarkan pada kerja sama antara pemerintah pusat di Indonesia dan UNHCR.

Dilansir dari website UNHCR Indonesia, kerjasama mereka dengan Pemerintah RI telah terjalin sejak tahun 1979. Saat itu Pemerintah Indonesia meminta bantuan UNHCR untuk membantu menangani pengungsi asal Vietnam yang kemudian ditempatkan di Pulau Galang, Kota Batam, Kepulauan Riau.

Kamp pengungsian di Pulau Galang itu ditutup tahun 1966. Setelahnya, UNHCR terus beroperasi di Indonesia, dalam membantu penanganan pengungsi dari luar negeri. Selain di Jakarta, mereka juga memiliki kantor di Medan, Pekanbaru, Tanjung Pinang dan Makassar.

Status Pengungsi Rohingya

UNHCR melalui websitenya juga menjelaskan Indonesia belum menjadi Negara Pihak dari Konvensi 1951 tentang Status Pengungsi dan Protokol 1967, serta belum memiliki sebuah sistem penentuan status pengungsi dari luar negeri. 

Kemudian Pemerintah RI memberikan kewenangan pada UNHCR untuk menjalankan mandat perlindungan pengungsi dan menangani permasalahan pengungsi di Indonesia. Artinya pemberian status pengungsi dari luar negeri, di Indonesia, mengikuti mekanisme UNHCR.

Penanganan pengungsi yang dilakukan UNHCR meliputi pendataan, penempatan ke negara ketiga, pemulangan secara sukarela ke negara asal, atau integrasi lokal pada negara pemberi suaka. Mereka juga berupaya mencari solusi lainnya.

KESIMPULAN

Verifikasi Tempo menyimpulkan narasi yang mengatakan UNHCR terancam hukuman yang tercantum dalam pasal 124 UU Keimigrasian karena melindungi pengungsi Rohingya adalah klaim keliru.

Orang-orang Rohingya di Indonesia memiliki status sebagai pengungsi, bukan imigran ilegal atau imigran gelap. Peran UNHCR dalam menangani pengungsi dari luar negeri di Indonesia juga diatur dalam Perpres 125 tahun 2016, bukan dalam UU Keimigrasian.

TIM CEK FAKTA TEMPO

** Punya informasi atau klaim yang ingin Anda cek faktanya? Hubungi ChatBot kami. Anda juga bisa melayangkan kritik, keberatan, atau masukan untuk artikel Cek Fakta ini melalui email cekfakta@tempo.co.id