Menyesatkan, Video Berisi Klaim Makanan Palsu dan Ilegal Buatan Cina

Sabtu, 9 Maret 2024 13:50 WIB

Menyesatkan, Video Berisi Klaim Makanan Palsu dan Ilegal Buatan Cina

Sebuah video beredar di WhatsApp, YouTube, dan akun Facebook ini dan ini, yang dinarasikan sebagai produk-produk makanan palsu yang pernah dibuat di Cina untuk memenuhi kebutuhan rakyatnya yang sangat banyak.

Video memperlihatkan sejumlah makanan dan proses pembuatannya, yang dikatakan sebagai produk palsu, ilegal, dan tidak sehat. Dalam narasi, Cina disebut membuat produk-produk palsu itu untuk memenuhi kebutuhan makanan 1,4 miliar warganya.

Produk-produk palsu yang disebutkan dalam video itu ialah susu formula untuk bayi, minyak goreng, telur, beras, daging, dan honeycomb atau sarang madu. Dikatakan produk-produk itu dibuat dari bahan bekas atau zat kimia.

Berikut judul konten tersebut: Ternyata China Juga Bikin Makanan Palsu! Deretan Skandal Produk Palsu dan Kontroversial Asal China

Tempo menerima permintaan pembaca untuk memeriksa kebenaran narasi tersebut. Benarkah video memperlihatkan sejumlah produk makanan palsu yang dibuat Cina?

PEMERIKSAAN FAKTA

Tempo memverifikasi unggahan itu menggunakan layanan reverse image search dari mesin pencari Google. Ditemukan sejumlah berita yang disertai foto dan video yang sama dengan dalam konten yang beredar tersebut.

Berikut hasil penelusurannya:

Verifikasi Video

Video 1

Video yang beredar pada detik ke-23 memperlihatkan kaleng yang diklaim berisi susu formula bayi produk Cina yang berbahaya, karena mengandung zat kimia melamin. Foto yang sama ditemukan di website Hongkongdestructiveservice.com.

Perusahaan pemilik website tersebut melayani jasa pemusnahan susu formula kadaluarsa, agar tak mencemari lingkungan. Foto tersebut tidak berkaitan dengan isu susu formula berbahaya asal Cina.

Di sisi lain, sesungguhnya kasus beredarnya susu formula berbahaya pernah terjadi di Cina. The Guardian melaporkan tanggal 2 Desember 2008, bahwa perusahaan Cina bernama Sanlu menambah melamin pada produknya agar lolos tes gizi. Namun sesungguhnya hal itu berbahaya hingga menyebabkan hampir 300 ribu anak sakit.

Video 2

Video yang beredar pada detik ke-39 diklaim memperlihatkan upaya warga Cina mengumpulkan minyak goreng bekas dari selokan yang kemudian diproses daur ulang. Klaim itu benar, yang merupakan hasil reportase investigasi Radio Free Asia (RFA), yang diunggah 3 Mei 2013.

Keterangan di website RFA mengatakan laporan itu mengungkap minyak goreng bekas dan kotor yang didaur ulang dengan dicampur lemak hewan. Selanjutnya minyak goreng dijual di pasar gelap, yakni pada pedagang makanan kaki lima, hotel dan restoran.

Video 3

Video yang beredar pada menit ke-01:35 memperlihatkan telur yang diklaim palsu. Foto itu sama dengan berita di Detik.com, tertanggal 16 Maret 2018, yang mengatakan adanya warga Banda Aceh yang mengatakan telur tersebut palsu karena tidak berbau amis dan selaput dalamnya terbuat dari plastik.

Namun, sesungguhnya media yang sama telah mengunggah berita hasil pemeriksaan telur tersebut yang ternyata tidak palsu. Telur diduga memiliki keanehan karena disimpan terlalu lama. Dengan demikian klaim telur palsu di Aceh itu hoaks.

Sejumlah berita telah menyanggah narasi yang beredar di berbagai negara yang mengklaim adanya telur palsu asal Cina, di antaranya Nationthailand.com dan cek fakta AFP untuk kasus di Thailand, serta Factly.in dan Onmanorama.com di India.

Video 4

Pada menit ke-04:02 video yang beredar memperlihatkan nasi yang dikatakan palsu dan terbuat dari plastik. Sesungguhnya foto itu diambil dari berita JPNN.com, pada 21 Mei 2015, terkait temuan nasi plastik di Bekasi.

Lembaga Penguji, Inspeksi, dan Sertifikasi Sucofindo telah menguji beras tersebut dan dinyatakan beras asli telah bercampur dengan beras plastik. Beras plastik diketahui mengandung spektrum polifenil klorida, yang biasa digunakan untuk membuat polimer pipa dan kabel.

Namun, Pakar Teknologi Pangan IPB University, Profesor Slamet Budijanto, mengatakan tidak mungkin beras plastik diproduksi dan disebar ke pasar lantaran biaya produksinya lebih tinggi dari beras asli, sebagaimana diberitakan Antara. Dia mengatakan replika makanan berbahan plastik biasanya diproduksi sebagai pajangan.

Video yang beredar juga mengandung narasi adanya beras plastik asal Cina di Nigeria. Dilansir BBC, Badan Nasional Makanan dan Obat-obatan Nigeria (Nafdac), telah menguji beras yang dimaksud dan tidak menemukan kandungan plastik. Namun, hasil pengujian juga menyatakan beras itu tidak layak dimakan karena mengandung terlalu banyak bakteri.

Video 5

Pada menit ke-08:50 dalam video yang beredar juga memperlihatkan proses industri yang dikatakan membuat makanan dari daging busuk. Foto yang sama ditemukan dalam pemberitaan media Deutsche Welle (DW), tertanggal 21 Juli 2014.

Dilaporkan bahwa foto itu memperlihatkan proses produksi nugget di pabrik Osi Group di Cina yang menggunakan daging busuk. Produk mereka biasanya dijual ke restoran-restoran besar, termasuk McDonald's dan Kentucky Fried Chicken. Pabrik tersebut kemudian ditutup dan diproses hukum.

Sementara potongan video dan narasi terkait pengembangan honeycomb buatan dan madu tawon yang diberi makan air gula di Cina, tidak didapati bukti dari sumber-sumber terbuka di internet.

KESIMPULAN

Verifikasi Tempo menyimpulkan bahwa narasi yang mengatakan terdapat makanan-makanan yang dibuat di Cina yang merupakan produk palsu dan ilegal merupakan klaim yang menyesatkan.

Minyak daur ulang dan olahan daging kadaluarsa di Cina, yang dipaparkan dalam video yang beredar merupakan informasi yang benar. Namun sesungguhnya kegiatan itu ilegal dan dilakukan secara sembunyi-sembunyi, alias tidak mendapat izin pemerintah.

Adanya susu formula dengan pemalsuan bahan baku juga benar, namun menggunakan foto yang keliru. Sementara klaim adanya beras dan telur palsu asal Cina adalah klaim keliru. Dan klaim adanya honeycomb buatan di Cina, tidak ditemukan bukti dari sumber-sumber terbuka di internet.

TIM CEK FAKTA TEMPO

**Punya informasi atau klaim yang ingin Anda cek faktanya? Hubungi ChatBot kami. Anda juga bisa melayangkan kritik, keberatan, atau masukan untuk artikel Cek Fakta ini melalui email [email protected]