Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Keliru, Klaim tentang Polio Disebabkan oleh Vaksin Polio

Senin, 22 Januari 2024 09:57 WIB

Keliru, Klaim tentang Polio Disebabkan oleh Vaksin Polio

Sebuah unggahan terkait virus Polio akibat dari vaksin polio dan temuan tersebut sengaja disembunyikan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, beredar di media sosial X atau Twitter. Unggahan itu diunggah pada 6 Januari 2024 dengan narasi lengkap sebagai berikut:  

“SKANDAL yang luar biasa! Kemenkes menyatakan KLB Polio untuk mendorong vaksinasi Polio. Tapi semua kasus adalah Polio tipe 2 yang justru disebabkan oleh vaksin. Sudah ada warning resmi oleh WHO yang disembunyikan oleh Kemenkes!”

Pesan berantai itu mengklaim bahwa Badan Kesehatan Dunia (WHO) yang telah memperingatkan tentang virus polio yang diturunkan dari vaksin polio. 

Hingga artikel ini ditulis, unggahan tersebut telah di-retweet 130 kali. Lantas benarkah Kementerian Kesehatan sengaja menyembunyikan kejadian luar biasa kasus lumpuh layu akibat vaksinasi Polio?

PEMERIKSAAN FAKTA

Tim Cek Fakta Tempo menelusuri informasi terkait kementerian kesehatan yang sengaja menutupi kasus kejadian luar biasa kasus lumpuh layu akibat vaksinasi Polio dari sumber kredibel. Hasilnya tidak ditemukan informasi valid yang menyebutkan Kemenkes sengaja menyembunyikan kasus lumpuh layu akibat vaksin polio. Kementerian Kesehatan justru merilis temuannya bila ada kasus lumpuh layu akut akibat virus polio bukan dari vaksin polio. 

Dikutip dari laman resmi Kementerian Kesehatan, pada Desember 2023, Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Kementerian Kesehatan RI mendapatkan laporan tentang ditemukannya tiga penyakit kasus lumpuh layu akut (Acute flaccid paralysis/AFP) yang disebabkan oleh Virus Polio Tipe Dua. Dua kasus tersebut ditemukan di provinsi Jawa Tengah dan Jawa Timur. 

Kasus lumpuh layu akut pertama dialami oleh seorang anak perempuan berusia 6 tahun, berdomisili di Jawa Tengah. Berdasarkan pengakuan orang tua, NH mengalami lumpuh layu akut pada 20 November 2023 dengan riwayat imunisasi polio tetes (OPV) hanya dua kali. Sementara kasus lumpuh layu akut kedua dialami oleh anak laki-laki berusia 1 tahun 11 bulan, berdomisili di Jawa Timur. Anak ini mengalami lumpuh pada 22 November 2023 dengan riwayat imunisasi lengkap tapi hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa ia mengalami malnutrisi.

Virus Polio sendiri adalah virus yang termasuk dalam golongan Human Enterovirus yang bereplikasi di usus dan dikeluarkan melalui tinja. Virus Polio terdiri dari 3 strain yaitu strain-1 (Brunhilde), strain-2 (Lansig), dan strain-3 (Leon), termasuk family Picornaviridae. Penyakit ini dapat menyebabkan penyakit polio yang berakibat pada kelumpuhan dengan kerusakan motor neuron pada cornu anterior dari sumsum tulang belakang. Virus polio berasal dari genus Enterovirus dan family Picorna viridae. 

Dilansir dari BBC Indonesia, kemunculan Kejadian Luar Biasa (KLB) polio di Jawa Tengah dan Jawa Timur tersebut disebabkan karena rendahnya cakupan imunisasi, lingkungan yang tidak bersih, dan perilaku masyarakat yang tidak sehat. Karena itu untuk menanggulangi Kejadian Luar Biasa (KLB) polio itu, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menggelar sub Pekan Imunisasi Nasional (PIN) polio secara serentak di seluruh wilayah Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Kabupaten Sleman, Yogyakarta, mulai 15 Januari 2024.

Penyakit Polio bukan karena vaksin

Dilansir dari laman resmi Badan Kesehatan Dunia (WHO), penyakit Polio adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus yang menyerang sistem saraf dan dapat menyebabkan kelumpuhan total dalam hitungan jam. Virus ini ditularkan dari orang ke orang terutama melalui jalur fekal-oral atau, lebih jarang, melalui media umum (misalnya, air atau makanan yang terkontaminasi) dan berkembang biak di usus.  Polio menyerang anak-anak di bawah usia 5 tahun. 

Virus polio muncul secara alami dan disebut sebagai virus polio tipe liar. Ada versi lain yang menyebutkan dari virus ini diturunkan dari vaksin (VDPV) yaitu vaksin oral dengan virus polio yang dilemahkan.

Namun dilansir dari Mayo Clinic, situs pusat kesehatan akademis nirlaba yang berbasis di Amerika Serikat, virus yang dilemahkan dalam vaksin oral tidak menyebabkan polio dan jarang ditemukan orang yang divaksinasi tertular dari VDPV. Sebaliknya, VDPV adalah virus versi baru yang berkembang di komunitas atau wilayah di mana tidak cukup banyak orang yang menerima vaksinasi.

Meskipun virus yang dilemahkan dalam vaksin oral tidak menyebabkan penyakit, virus ini dapat menyebar. Jika sebagian besar masyarakat di suatu komunitas menerima vaksinasi, penyebaran virus yang dilemahkan dapat dikendalikan. Jika banyak orang tidak menerima vaksinasi, virus yang sudah dilemahkan dapat berpindah ke suatu komunitas dalam jangka waktu yang lama. Hal ini memberi kesempatan pada virus untuk berubah, atau bermutasi, dan berperilaku seperti virus tipe liar yang menyebabkan penyakit.

Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Amerika Serikat (CDC) menyatakan virus polio hanya menginfeksi manusia. Ia masuk ke dalam tubuh melalui mulut. Kontak dengan kotoran orang yang terinfeksi akan menambah resiko tertular, termasuk memasukkan benda-benda seperti mainan yang terkontaminasi tinja ke dalam mulut.

Johns Hopkins Medicine mendapati polio hanya menyebar melalui kotoran atau lendir orang yang terinfeksi virus. Dengan kata lain penyakit polio adalah penyakit yang disebabkan oleh virus. 

Vaksin Polio aman untuk anak

Hinky Hindra Irawan Satari, Ketua Komisi Nasional Pengkajian dan Penanggulangan Kejadian Ikutan Pasca-Imunisasi (Komnas PP KIPI), vaksin polio tergolong aman karena keamanan vaksin ini telah dikaji oleh Global Advisory Committee on Vaccine Safety (GACVS) dan Global Polio Eradication Initiative (GPEI). Umumnya vaksin yang digunakan dalam Sub-PIN ini bernama Novel Oral Polio Vaksin tipe 2 atau nOPV2. Vaksin nOPV2 tersebut telah dikembangkan sejak tahun 2011 dan mulai diberikan sejak 2021 dengan izin WHO Emergency Use Listing setelah dibuktikan efikasi dan keamanannya. 

Di Indonesia, sekitar tujuh juta dosis vaksin telah diberikan sejak KLB polio di Aceh, Sumatera Utara, dan Jawa Barat. Ada beberapa laporan KIPI serius, namun ternyata tidak terkait vaksin, tapi karena campak, demam dengue, dan infeksi bakteri. Jadi vaksin ini aman,

Menurut Siti Nadia Tarmizi, Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kementerian Kesehatan RI, vaksin Polio secara umum memberikan perlindungan terhadap jenis virus Polio Tipe 1, 2, dan 3 termasuk mutasinya. Adapun mutasi virus Polio yang dapat menimbulkan gejala lumpuh layu biasanya terjadi pada daerah-daerah dengan anak-anak yang tidak diimunisasi lengkap. Di Indonesia vaksin polio yang diberikan adalah vaksin Polio nOPV2 dan sudah mendapatkan Persetujuan Penggunaan Obat dalam Kondisi Darurat (Emergency Use Authorization/EUA) Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). 

Badan Kesehatan Dunia (WHO) juga telah menyetujui penggunaan vaksin polio (nOPV2) dalam keadaan darurat (Emergency Use Listing/EUL) pada 13 November 2020. WHO merekomendasikan agar vaksin digunakan pada sesi imunisasi. 

KESIMPULAN

Hasil pemeriksaan Tempo, klaim yang menyebutkan Kementerian Kesehatan sengaja menyembunyikan kasus lumpuh layu akibat vaksin polio adalah keliru.

Kementerian Kesehatan justru merilis temuannya adanya kasus lumpuh layu akut akibat virus polio, namun bukan karena vaksin polio. Siti Nadia Tarmizi, Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kementerian Kesehatan RI mengatakan, vaksin Polio aman untuk anak karena secara umum memberikan perlindungan terhadap jenis virus Polio Tipe 1, 2, dan 3 termasuk mutasinya.

Vaksin polio ini sendiri bahkan sudah mendapatkan Persetujuan Penggunaan Obat dalam Kondisi Darurat (Emergency Use Authorization/EUA) Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) dan WHO.

TIM CEK FAKTA TEMPO

**Punya informasi atau klaim yang ingin Anda cek faktanya? Hubungi ChatBot kami. Anda juga bisa melayangkan kritik, keberatan, atau masukan untuk artikel Cek Fakta ini melalui email cekfakta@tempo.co.id