Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Menyesatkan, Klaim tentang Pengungsi Rohingya di Indonesia Dapat Jaminan Uang Sejutaan Tanpa Bekerja

Kamis, 21 Desember 2023 15:54 WIB

Menyesatkan, Klaim tentang Pengungsi Rohingya di Indonesia Dapat Jaminan Uang Sejutaan Tanpa Bekerja

Cuplikan video berisi potongan wawancara seorang pengungsi Rohingya, yang menempati rumah susun di Sidoarjo, Jawa Timur, beredar di Tiktok [arsip] dan Facebook [arsip]. Dalam wawancara tersebut, pria itu mengeluhkan uang bantuan sebesar Rp1,25 juta per bulan yang dinilai tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. 

Video yang beredar di Facebook, memuat narasi: "Pengungsi Rohingya dapat tunjangan tiap bulan 1,2 juta masih merasa tidak cukup. Rebahan, makan, tidur, beranak pinak, tiap bulan dapat Bang masih juga gak bersyukur. Kita warga pribumi untuk dapat sesuap nasi aja harus banting tulang, meras keringat".

Apa benar pengungsi Rohingya di Indonesia dapat tunjangan Rp 1,2 juta perbulan tanpa harus bekerja?

PEMERIKSAAN FAKTA

Untuk memverifikasi klaim di atas Tim Cek Fakta Tempo memfragmentasi video dengan menggunakan tool InVid. Selanjutnya penelusuran dilakukan dengan menggunakan reverse image Google dan Yandex. 

Hasilnya, pengungsi Rohingnya di Sidoarjo memang mendapat tunjangan bulanan berupa uang senilai Rp 1.250.000. Namun, uang tunjangan itu bukan berasal dari pemerintah indonesia, melainkan diberikan oleh IOM (International Organization for Migration). IOM adalah organisasi non-pemerintah yang menyalurkan bantuan bagi para pengungsi.  

Dikutip dari Policy Brief Institute of International Studies Universitas Gajah Mada (2018) berjudul “Akses Pekerjaan untuk Pengungsi di Indonesia : Peluang dan Tantangan”, di tengah banyaknya pengungsi dan pencari suaka di Indonesia, kebijakan Indonesia untuk tidak menerima pengungsi menetap secara permanen membuat upaya integrasi dengan masyarakat setempat atau pemulangan sulit dilakukan. 

Hal tersebut meninggalkan pemindahan (resettlement) ke negara tujuan pengungsi sebagai solusi paling strategis, tetapi di saat yang sama juga membuat pengungsi harus menunggu lebih lama. Maka, tidaklah aneh untuk menemukan pengungsi yang tinggal di Indonesia selama lebih dari lima atau enam tahun (Gutierez, 2017). Hal tersebut kemudian menjadi problematis, karena kebijakan di Indonesia juga turut melarang pengungsi bekerja secara legal. Ini berarti pengungsi harus tinggal dalam waktu lama tanpa bisa memenuhi kebutuhannya sendiri.

Sampai saat ini, Indonesia tidak memiliki undang-undang untuk mengatur perlindungan pengungsi dan pencari suaka. Seperti halnya negara-negara tetangga, Indonesia tidak menandatangani Konvensi tentang Status Pengungsi tahun 1951 atau Protokol 1967, dan kecil kemungkinan pemerintah akan menandatangani konvensi tersebut dalam waktu dekat. 

Padahal tanpa ratifikasi, Indonesia hanya memiliki Undang-Undang Keimigrasian No. 6 Tahun 2011 sebagai satu-satunya landasan hukum yang mengatur pengungsi dan pencari suaka. Undang-undang tersebut tidak membedakan antara pengungsi dan imigran lainnya, sehingga kemudian pengungsi diperlakukan sebagai imigran ilegal. 

Akan tetapi, dengan adanya Peraturan Direktur Jenderal Imigrasi Nomor IMI-1489.UM.08.05 Tahun 2010 pengganti Peraturan Nomor 0352.GR.02.07 Tahun 2016 tentang Penanganan Imigran Ilegal, pengungsi dan pencari suaka yang telah mendapatkan surat keterangan resmi dari UNHCR atas statusnya, tidak akan dibebankan sanksi imigrasi dan padanya tidak ada  hukum atau aturan apapun yang dilanggar.

Dengan demikian, pengungsi Rohingya yang tidak bekerja bukan lantaran mereka pemalas, melainkan karena Pemerintah Indonesia yang tidak memiliki kebijakan untuk memberikan akses pekerjaan pada para pengungsi dan pencari suaka. Sehingga untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, pengungsi dan pencari suaka masih bergantung dari organisasi internasional semacam IOM.

Kehidupan Pengungsi Rohingya di Sidoarjo

Video yang dibagikan di media sosial itu, sama dengan yang pernah diunggah oleh Inews di kanal YouTube. Video itu merupakan tayangan berita yang diunggah pada 6 September 2017 untuk program Inews Petang.

Dalam tayangan berita, reporter Aprilia Putri meliput kondisi salah seorang pengungsi etnis Rohingya yang menempati sebuah rumah susun. Ia juga mewawancara seorang pengungsi bernama Muhammad yang sedang bersiap memasak.

"Setiap hari ya masak sendiri. Kalan nggak masak sendiri ya nggak cukup uang," kata Muhammad.

Muhammad juga mengaku mendapat uang tunjangan bulanan sebesar Rp 1.250.000 dari IOM (International for Migration). Aprilia kemudian menanyakan apakah jumlah uang tunjangan itu cukup memenuhi kebutuhan sehari-hari.

"Nggak cukup karena Rp 1.250.00 itu semua (sudah termasuk) pakaian, makanan, minuman ya semua dalam itu 1.250.000. Karena itu kita berhemat agar bisa hidup kayak ginilah. Kalau kita makan diluar gak cukup uangnya," kata dia. 

Kadiv Keimigrasian Kanwil Kemenkumham Jatim, Herdaus, mengungkapkan, jumlah pengungsi Rohingya yang ada di Sidoarjo, Jawa Timur, ada sebanyak 14 orang. Belasan pengungsi Rohingya itu tersebar di beberapa tempat.

"Di penampungan Puspa Agro ada enam orang, di Green Bamboo ada tiga orang, yang mandiri lima. Jadi, totalnya ada 14 orang," kata Herdaus kepada Republika.co.id, Senin, 11 Desember 2023.

Kasubsi Ketertiban Rudenim Surabaya Wahyu Tri Wibowo mengatakan hingga saat ini pengungsi Rohingya yang masih tinggal di Rusunawa Jemundo tinggal enam orang. "Mereka yang saat ini masih menempati di Rusunawa Jemundo Taman hanya enam orang," kata Wibowo kepada DetikJatim, Jumat, 8 Desember 2023.

Wibowo mengatakan sebelumnya ada belasan pengungsi Rohingya yang tinggal di rusunawa. Namun sebagian dari mereka telah dikirim ke negara ketiga seperti Amerika Serikat dan Australia yang mau menampung mereka.

Wibowo menjelaskan pengungsi Rohingya yang menempati Rusunawa Jemundo mulai tinggal sejak tahun 2014. Sebelumnya mereka menempati Rumah Detensi Imigrasi (Rudenim) Surabaya yang berada di Raci, Bangil, Pasuruan.

Wibowo menambahkan para pengungsi tersebut bebas melakukan aktivitas sehari-hari hanya di sekitaran rusunawa saja. Mereka dilarang melakukan aktivitas yang berhubungan dengan pekerjaan.

"Mereka dilarang mencari pekerjaan di Indonesia. Untuk kebutuhan sehari-hari mendapatkan uang sebesar Rp 1.250.000 setiap bulannya," imbuh Wibowo.

Indonesia merupakan salah satu negara yang dijadikan tujuan mengungsi oleh para pengungsi Rohingya dari Myanmar dan Bangladesh. Pengungsi Rohingya di Indonesia tersebar pada beberapa beberapa provinsi di Indonesia yakni Aceh, Sumatera Utara, Riau dan Jawa Timur.

Jumlah total pengungsi Rohingya yang mendarat ke Aceh sejak pertengahan November 2023 lalu mencapai 1.543 orang. Data itu diperoleh dari United Nations High Commissioner for Refugees (UNHCR) per 10 Desember 2023.

Bantuan IOM

Berdasarkan arsip berita Tempo, Dosen Hubungan Internasional Universitas Airlangga (Unair) Baiq LS W Wardhani menjelaskan bahwa bantuan berupa tunjangan yang diberikan kepada pengungsi Rohingya ini tidak berasal dari dana pemerintah Indonesia. Para pengungsi mendapatkan tunjangan yang diberikan oleh International Organization for Migration (IOM).

IOM sendiri merupakan Non-Governmental Organization (NGO) yang menyalurkan bantuan bagi para pengungsi. Karena melalui sudut pandang HAM, pengungsi Rohingya tetap manusia yang perlu dibantu dan mendapat hidup yang layak. 

“Banyak yang menyangka bahwa bantuan yang diberikan adalah uang dari pemerintah Indonesia, padahal bukan. Itu adalah uang IOM. Perlu disebarkan informasi ini. Kita tidak dapat membandingkan kondisi para pengungsi dengan penduduk lokal,” kata Baiq.

IOM Indonesia saat ini membantu lebih dari 7.000 pengungsi di Indonesia dengan memberikan pelayanan dan bantuan yang komprehensif, termasuk akomodasi, perawatan kesehatan, dukungan kesehatan mental dan psikososial (MHPSS), pendidikan dan kebutuhan dasar.

Bantuan kemanusiaan IOM untuk pengungsi luar negeri di Aceh meliputi tempat tinggal, barang-barang non-makanan, perlindungan dan komunikasi risiko, kesehatan, kesehatan mental, dan dukungan psikososial.

KESIMPULAN

Berdasarkan pemeriksaan fakta Tempo, klaim bahwa Rohingya di Indonesia dapat tunjangan Rp 1,2 juta perbulan tanpa harus bekerja adalah menyesatkan

Pengungsi Rohingnya di Sidoarjo memang mendapat tunjangan bulanan berupa uang senilai Rp 1.250.000. Namun, uang tunjangan itu bukan berasal dari pemerintah Indonesia, melainkan diberikan oleh IOM (International Organization for Migration).

Pengungsi Rohingya yang tidak bekerja bukan lantaran mereka pemalas, melainkan kebijakan Pemerintah Indonesia yang tidak memiliki kebijakan untuk memberikan akses pekerjaan pada para pengungsi dan pencari suaka. Sehingga untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, pengungsi dan pencari suaka masih bergantung dari organisasi semacam IOM.

TIM CEK FAKTA TEMPO

**Punya informasi atau klaim yang ingin Anda cek faktanya? Hubungi ChatBot kami. Anda juga bisa melayangkan kritik, keberatan, atau masukan untuk artikel Cek Fakta ini melalui email cekfakta@tempo.co.id