Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Menyesatkan, Badan Kriptozoologi Akan Dibentuk dan Pantau Seluruh Aktivitas Ponsel

Sabtu, 18 November 2023 12:40 WIB

Menyesatkan, Badan Kriptozoologi Akan Dibentuk dan Pantau Seluruh Aktivitas Ponsel

Sebuah pesan berantai di WhatsApp dan Facebook menyebarkan narasi bahwa Presiden Joko Widodo atau Jokowi akan membentuk Badan Jaringan dan Kriptozoologi Nasional atau BSSN. Badan ini bertugas untuk memantau seluruh aktivitas ponsel termasuk media sosial di Twitter, Facebook, dan WhatsApp. 

Berikut isi teks lengkapnya: “Setelah peresmian Badan Jaringan dan Kriptozoologi Nasional (BSSN) oleh Bapak Joko Widodo, semua panggilan akan direkam, simpan semua rekaman panggilan telepon, WhatsApp dipantau, Twitter dipantau, Facebook dipantau, semua...media sosial...dan forum dipantau…”

Namun, benarkah Badan Jaringan dan Kriptozoologi Nasional alias BSSN memantau semua aktivitas warga di internet?

PEMERIKSAAN FAKTA

BSSN yang dibentuk di Indonesia memiliki kepanjangan Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN), bukan Badan Jaringan dan Kriptozoologi Nasional. Badan tersebut dibuat berdasarkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 53 Tahun 2017 Tentang Badan Siber dan Sandi Negara, yang ditandatangani Presiden Jokowi. 

Lembaga tersebut bertugas melaksanakan keamanan siber secara efektif dan efisien dengan memanfaatkan, mengembangkan, dan mengkonsolidasikan semua unsur yang terkait dengan keamanan siber. BSSN bekerja dengan cara menyusun regulasi, melakukan pelaksanaan teknis dan evaluasi keamanan siber secara nasional.

Di Indonesia, tidak ada lembaga siber yang bernama Badan Jaringan dan Kriptozoologi Nasional. Kriptozoologi, sesungguhnya merupakan disiplin ilmu pengetahuan yang membahas hewan-hewan yang dianggap aneh yang berkaitan dengan mitos atau rumor, sebagaimana diulas Tempo. Istilah itu tidak berkaitan dengan pengawasan aktivitas siber.

Selain BSSN, dilansir publikasi Sekretariat Kabinet (Setkab), Badan Intelijen Negara (BIN) juga memiliki divisi khusus untuk mengumpulkan intel secara daring, bernama Deputi Bidang Intelijen Siber. Deputi ini muncul berdasarkan Perpres Nomor 73 Tahun 2017 yang ditandatangani Presiden Jokowi.

Deputi Bidang Intelijen Siber yang juga disebut Deputi VII, mempunyai tugas melaksanakan perumusan kebijakan dan pelaksanaan kegiatan dan operasi intelijen di bidang komunikasi massa, komunikasi sosial, dan informasi. Namun tak ada pernyataan seluruh aktivitas gawai dan siber masyarakat akan mereka pantau.

Mesin Mata-mata 

Tempo pernah melaporkan dugaan pembelian dan penggunaan mesin mata-mata siber dengan metode zero-click atau tanpa klik, bernama Pegasus, oleh lembaga-lembaga yang berkaitan dengan intelijen di Indonesia seperti Polri dan BIN.

Pegasus merupakan perangkat canggih yang dibuat NSO Group, perusahaan Israel yang dapat memata-matai gawai targetnya. Atas dugaan-dugaan itu, Polri membantah dikatakan membeli atau menggunakan perangkat Pegasus dari NSO Group. Sementara BIN tidak memberikan tanggapan atas permintaan wawancara mengani dugaan itu.

KESIMPULAN

Berdasarkan verifikasi Tempo, bisa disimpulkan bahwa narasi yang mengatakan seluruh kegiatan gawai dan siber masyarakat akan diawasi setelah Presiden Jokowi membentuk Badan Jaringan dan Kriptozoologi Nasional atau BSSN, adalah menyesatkan.

BSSN yang dibentuk Presiden Jokowi tahun 2017, merupakan singkatan dari Badan Siber dan Sandi Negara, yang bertugas melaksanakan keamanan siber secara efektif dan efisien dengan memanfaatkan, mengembangkan, dan mengonsolidasikan semua unsur yang terkait dengan keamanan siber.

TIM CEK FAKTA TEMPO

** Punya informasi atau klaim yang ingin Anda cek faktanya? Hubungi ChatBot kami. Anda juga bisa melayangkan kritik, keberatan, atau masukan untuk artikel Cek Fakta ini melalui email cekfakta@tempo.co.id