[Fakta atau Hoaks] Benarkah Meninggalnya Mantan Ketua KPU Husni Kamil Terkait Pilpres 2014?
Kamis, 11 April 2019 00:07 WIB
Narasi yang mengaitkan kematian mantan ketua KPU Husni Kamil pada 2016 dengan dugaan kecurangan Pemilihan Presiden 2014 beredar di media sosial. Narasi itu dibagikan oleh Wandi Andriyana di Facebook pada 6 April 2019.
Akun Wandi Andriyana membagikan tangkapan layar berita di sebuah media yang menduga Husni Kamil meninggal karena diracun.
Akun tersebut membagikan tangkapan layar berita di sebuah media yang menduga Husni Kamil meninggal karena diracun. Tiga gambar lain adalah tangkapan layar isi cuitan Husni di Twitter terkait data pemilih pada Pilpres 2014.
Dari gambar tangkapan layar itu, akun Wandi Andriyana, menulis bahwa almarhum Husni sebelum wafat mendesak dilakukan audit forensik terhadap KPU atas dugaan terjadi penggelembungan DPT pada Pemilu dan Pilpres 2014.
Dia mendasarkan tudingan itu dengan membandingkan tingkat partisipasi pemilih pada Pemilu Legislatif 2014 sebesar 75% dari jumlah pemilih yang ditetapkan dalam DPT 185 juta jiwa. Sedangkan partisipasi pemilih pada Pilpres 2014 mencapai 70 % dari DPT 190 juta jiwa.
Akun tersebut lalu menduga penggelembungan DPT terjadi di tiga provinsi berdasarkan tingkat partisipasi yang melampaui rata-rata partisipasi secara nasional. Tiga provinsi itu yakni Papua sebesar 102%, Jateng 81%, dan Jatim 78%.
Selanjutnya, akun Wandi menyimpulkan tiga hal yang saling berkait yaitu :
1. Hilangnya 72 juta keping EKTP 2011-2012.
2. Mark up DPT 14 juta pemilih dengan konsentrasi Jateng, Jatim, Papua.
3. Anomali Tingkat Partisipasi pemilih di 3 Propinsi itu.
Hingga 10 April 2019, unggahan itu telah dibagikan 3,3 ribu kali.
PEMERIKSAAN FAKTA
1. Meninggalnya Husni Kamil
Kabar dugaan kematian Husni karena diracun itu pernah beredar pada 2016. Dugaan itu muncul dari pernyataan Ketua Umum Muballigh se-Indonesia Ali Mochtar Ngabalin di jejaring sosial Facebook setelah kematian Husni Kamil Manik.
Namun dugaan itu telah dibantah pihak keluarga. Kakak Kandung almarhum Husni, Muhammad Arfanuddin Manik, mengakui bahwa memang wajah almarhum Husni Kamil Manik sempat terdapat bercak merah, sebagaimana yang beredar di media sosial dan diperbincangkan banyak netizen.
Faktanya kematian Alm. Husni Kamil bukanlah karena racun melainkan karena menderita infeksi yang sudah menyebar di tubuh yang disertai penyakit gula.
"Ketika dia meninggal, ada kelihatan seperti itu, tapi setelah dimandikan, itu bersih, clear," ujar Muhammad Arfanuddin Manik, 9 Juli 2016, kepada Sindonews.
2. Partisipasi Pemilih Pemilu dan Pilpres 2014
Partisipasi pemilih pada Pileg 2014 berjumlah 75,11 persen dari 187.852.992 orang. Sedangkan partisipasi pemilih pada Pilpres 2014 sebesar 70 persen dari DPT 190.307.134 jiwa.
Tingkat partisipasi pemilih pada Pilpres 2014 tertinggi berada di Papua yang mencapai 87 persen. Sedangkan di Jawa Tengah, partisipasi pemilih sebesar 71 persen dan di Jawa Timur 72 persen.
Data faktual dari laman kpu.go.id tersebut berbeda dengan yang dicantumkan dalam unggahan yang tersebar di Facebook.
Jumlah DPT pada Pilpres 2014 memang bertambah sebanyak 2.454.142 orang dibandingkan Pemilu Legislatif (Pileg) 2014. Saat itu, Husni Kamil menjelaskan, bahwa DPT Pilpres terdiri dari DPT Pileg 2014, ditambah Daftar Pemilih Khusus (DPK), DPK Tambahan (DPKtb) dan data yang diberikan Kemendagri.
Panitia Pemungutan Suara (PPS) di tingkat desa atau kelurahan melakukan verifikasi data. Misalnya, memperbaiki jika ada pemilih yang meninggal dunia, berubah status dari sipil menjadi TNI/Polri dan warga yang pindah domisili. Bagi yang belum terdaftar, PPS akan merevisi dan memasukkan dalam daftar pemilih yang mereka catat.
Dari proses itu Husni mengatakan terjadi kenaikan DPT di 31 provinsi dan penurunan di dua provinsi. Sementara DPT luar negeri jumlahnya meningkat. Namun secara umum peningkatan itu tidak signifikan dibandingkan peningkatan yang terjadi karena ada warga negara yang berusia 17 tahun dalam rentang waktu 10 April-9 Juli 2014.
3. Jutaan E-KTP 2011-2012 Hilang
Isu hilangnya 72 juta Kartu Tanda Penduduk (KTP) elektronik atau e-KTP tersebar di media sosial pada Maret 2018. Kabar itu telah dibantah oleh Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo, seperti dilaporkan Tirto.
Menurut Tjahjo, sistem keamanan e-KTP dibuat berlapis. Di samping blanko yang tersedia sampai saat ini, hanya berjumlah 20 juta keping. Jadi, lanjut Mendagri. kalau dikatakan 72 juta e-KTP hilang, tidak masuk akal.
Tjahjo menduga, isu hilangnya 72 juta e-KTP itu sengaja disebarluaskan untuk memperkeruh situasi. Tujuannya membuat resah masyarakat. Padahal, lanjut Tjahjo, semua terdata rapi. Dan saat ini blanko e-KTP yang tersedia juga hanya sekitar 20 juta, tidak sampai 72 juta. “Secara data tidak masuk akal. Isu itu hoax,” pungkas Tjahjo.
KESIMPULAN
Dari fakta-fakta di atas menunjukkan bahwa narasi yang disebarkan oleh akun Wandi Andriyana adalah keliru.
IKA NINGTYAS