Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

[Fakta atau Hoaks] Benarkah Meningkatnya Anggaran Pemilu 2019 untuk Pengadaan Kotak Suara Kardus?

Rabu, 10 April 2019 16:10 WIB

[Fakta atau Hoaks] Benarkah Meningkatnya Anggaran Pemilu 2019 untuk Pengadaan Kotak Suara Kardus?

Narasi yang menyebutkan bahwa biaya Pemilihan Umum 2019 lebih mahal dibandingkan Pemilu 2014 beredar di media sosial. Narasi itu dibagikan oleh akun Muhammad Syafii di grup Facebook Prabowo-Sandi #Pas untuk Indonesia pada 6 April 2019.

Akun Muhammad Syafii di grup Facebook Prabowo-Sandi #Pas untuk Indonesia pada 6 April 2019 menyebutkan bahwa biaya Pemilihan Umum 2019 lebih mahal dibandingkan Pemilu 2014.

Akun Muhammad Syafii menyebutkan anggaran Pemilu 2014 mencapai Rp 7,9 T sedangkan anggaran Pemilu 2019 naik menjadi Rp 24,9 T.

Mahalnya biaya Pemilu 2019 itu dikontraskan dengan pemakaian kotak suara dari kardus, berbeda dengan kotak suara 2014 yang berbahan aluminium. Narasi itu pun dilengkapi dua foto, kotak suara dari alumunium dan kotak suara kardus.

“Waktu Pemilu 2014 di Zaman SBY, Biaya yg dikeluarkan Pemerintah sebesar Rp 7,9 T dan kotak suaranya terbuat dari alumunium. Sementara Pemilu 2019 di Zaman JKW ini dibutuhkan Biaya sebesar Rp 24,9 T dan kotak suaranya terbuat dari kardus... dan Anehnya lagi, rezim ini bilang hebat wkwkwkwkwkwkwk. Hebatnya dimana yaaa,” tulis akun itu.

Hingga 9 April 2019, unggahan itu telah dibagikan 1,7 ribu kali.

 

PEMERIKSAAN FAKTA

Pelaksanaan Pemilu 2019 dilaksanakan serentak dengan Pemilihan Presiden. Ini berbeda dengan pelaksanaan Pemilu 2014 yang terpisah dengan Pilpres.

Pada Pemilu 2019, pemerintah melalui Kementerian Keuangan mengalokasikan anggaran sebesar Rp25,59 triliun atau naik 61% dibanding anggaran untuk Pemilu 2014 yang sebesar Rp15,62 triliun.

Selain anggaran penyelenggaraan Pemilu sebesar Rp25,6 triliun, juga dialokasikan anggaran untuk pengawasan sebesar Rp4,85 triliun (naik dibanding 2014 sebesar Rp3,67 triliun), dan anggaran keamanan dialokasikan sebesar Rp3,29 triliun (anggaran 2014 sebanyak Rp1,7 triliun). Begitupun anggaran untuk kegiatan pendukung pemilu, meningkat dari Rp1,7 triliun pada Pemilu 2014 menjadi Rp3,29 triliun pada Pemilu 2019.

Direktur Jenderal Anggaran (Dirjen Anggaran) Kementerian Keuangan, Askolani, mengatakan ada dua faktor utama kenaikan anggaran pemilu ini. Pertama, adanya pemekaran daerah, antara lain KPU Provinsi yang bertambah satu dari 33 menjadi 34.

Sedangkan KPU Kabupaten bertambah 17, dari 497 menjadi 514 KPU Kabupaten/Kota. “Ini berdampak pula pada kenaikan jumlah penyelenggara pemilu di daerah, baik PPK, PPS, hingga KPPS,” kata Askolani melalui keterangan yang dirilis oleh laman Sekretariat Kabinet Republik Indonesia

Faktor kedua, adanya kenaikan honorarium bagi para penyelenggara pemilu, seperti PPK, PPS, dan KPPS. Termasuk juga panitia yang ada di luar negeri. “Kita hitung sesuai usulan KPU untuk mengadopsi dampak dari inflasi,” katanya.

Sementara itu, Kepala Biro Perencanaan Data Komisi Pemilihan Umum (KPU) Sumariyandon mengemukakan meski mengalami peningkatan anggaran yang signifikan dibandingkan periode sebelumnya, pelaksanaan pemilu serentak tahun ini juga mampu menghemat anggaran dalam jumlah yang tidak kalah signifikan. 

Misalnya biaya honor petugas pemilu, yang menurut penghitungan bisa berhemat 50 persen.

“Pengadaan logistik pada 2018 menghemat 50,57 persen atau setara dengan Rp483 miliar, sedangkan pada 2019, efisiensi mencapai 31,4 persen atau setara dengan Rp355 miliar,” kata Sumariyandono. 

Penggunaan kotak suara dari bahan karton yang kedap air juga bisa memangkas biaya pengadaan hingga 70 persen.

Ketua KPU Arief Budiman, seperti ditulis oleh Katadata, menyatakan nilai pengadaan kotak suara hanya mencapai Rp 284,1 miliar atau hanya 29,2% dari pagu anggaran sebesar Rp 948 miliar.  

Ia juga mengatakan, kotak suara berbahan dasar karton atau karton kedap air bukan kali pertama digunakan untuk kepentingan pemilu. Kotak suara berbahan dasar karton, kata Arief, telah digunakan sejak Pilkada 2015, berlanjut ke Pilkada 2017, dan terakhir Pilkada 2018.

Kepada Kompas, Arief mengatakan, kotak suara berbahan dasar aluminium mulai ditinggalkan penggunaannya secara bertahap sejak 2014. Hal itu lantaran kotak suara berbahan aluminium sudah banyak yang rusak dan tidak bisa digunakan kembali. 

Pemakaian kotak suara kardus pada Pemilu sebelumnya memang benar. Secara bertahap KPU sudah mulai mengganti kotak suara aluminium dengan kardus pada 2013 untuk Pemilu 2014 dan Pilkada 2015. 

Saat itu, pemakaian kotak suara dari kardus yang kedap air bisa meminimalkan kerusakan saat pendistribusian. Selain itu harga plastik dan kardus lebih murah dan bisa disimpan dalam waktu yang tak lama. Selama ini biaya penyimpanan juga cukup mahal. 

"Contoh di Surabaya, setiap tahun sewa gudang naik Rp 100 jutaan," kata Arief pada 2013 kepada Tempo

 

KESIMPULAN

Dari fakta-fakta di atas, benar bahwa anggaran Pemilu 2019 meningkat dibandingkan pada 2014. Namun anggaran Pemilu 2014 yang disebutkan hanya Rp 7,9 T keliru. Anggaran sebenarnya adalah Rp 24,9 T.

Peningkatan anggaran itu karena bertambahnya jumlah KPU Provinsi dan KPU Kabupaten serta meningkatnya honor petugas. Sedangkan pemakaian kotak suara kardus justru untuk menghemat anggaran. Kesimpulannya, narasi tersebut sesat.

 

IKA NINGTYAS