Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Benar, Jumlah Utang Indonesia Dari Masa ke Masa Jabatan Presiden RI

Selasa, 16 Agustus 2022 16:40 WIB

Benar, Jumlah Utang Indonesia Dari Masa ke Masa Jabatan Presiden RI

Sebuah akun Facebook membagikan sebuah video berjudul Dari Masa ke Masa yang berisi reaksi terhadap hutang negara Indonesia berdasarkan periode masa jabatan presiden RI.

Video ini diekspresikan dengan gaya seseorang sedang minum dan menampakkan beragam gestur.

Tiap periode kepresidenan ditandai dengan gambar presiden, diikuti jumlah utang. Video ini mencantumkan merdeka.com sebagai sumber.

Tangkapan layar video yang beredar di Facebook mengenai hutang Indonesia di tiap era kepresidenan

Video ini menjelaskan bahwa pada era Presiden Soekarno utang negara sebesar Rp 32 triliun. Kemudian pada era Presiden Soeharto sebesar Rp 541,4 triliun, Habibie Rp 938 triliun, Abdurrahman Wahid Rp 1.271 triliun, Megawati Rp 1.278 triliun, Susilo Bambang Yudhoyono Rp 2.608 triliun, dan Jokowi Rp 7.000 triliun.

Video berdurasi 30 detik ini diunggah tanggal 7 Agustus 2022. Hingga tulisan ini dibuat, unggahan tersebut telah disukai 753, 706 komentar dan 153 ribu views dari pengguna Facebook.

PEMERIKSAAN FAKTA

Menurut hasil penelusuran Tim Cek Fakta Tempo, Indonesia telah mengalami tujuh kali pergantian presiden. Setiap periode kepresidenan, saat membahas dan menetapkan APBN, pemerintah dan DPR RI menyepakati utang negara digunakan untuk biaya pembangunan nasional. 

Utang negara terdiri dari pinjaman dan Surat Berharga Negara. Utang Negara merupakan  jumlah uang yang wajib dibayar pemerintah pusat dan/atau kewajiban pemerintah pusat yang dapat dinilai dengan uang berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, perjanjian, atau berdasarkan sebab lainnya yang sah.

Untuk verifikasi narasi ini, Tempo menelusuri sumber yang dikutip dalam video ini.  Juga membandingkan temuan tersebut dengan sumber kredibel. Sumber yang digunakan adalah pernyataan resmi pemerintah, lembaga riset, dan laporan media massa. 

Pertama, video ini mencantumkan merdeka.com sebagai sumber. Laman merdeka.com pada tanggal 19 Februari 2021 merilis tulisan berjudul Daftar Utang Indonesia dari era Presiden Soekarno Hingga Jokowi, Jumlahnya Fantastis. Data yang dikutip merdeka.com ini berasal dari pernyataan Ketua Koalisi Anti Utang (KAU) Dani Setiawan. 

Dilansir Kompas.com, dalam Konferensi Meja Bundar tanggal 23 Agustus 1949, Belanda bersedia mengakui kedaulatan RI dengan syarat Indonesia harus menanggung utang dari pemerintahan Hindia Belanda sebesar 1,13 miliar dolar AS atau 4,3 miliar gulden. 

Penandatanganan pengakuan kedaulatan Indonesia hasil Konferensi Meja Bundar. Tokoh dalam foto: Ratu Juliana, Perdana Menteri Dr Willem Drees, Menteri Urusan Kolonial J.A Sassen, dan Moh Hatta. (Sumber: Buku 40 Tahun Indonesia Merdeka Jilid 1)

Hutang ini diwariskan pada pemerintahan Soekarno. Hal ini membuat defisit APBN membengkak hingga mencapai Rp 9 miliar. Pada periode 1959-1965, pemerintah menerima pinjaman dari Uni Soviet, US Exim Bank, dan IMF. 

Hingga akhir pemerintahan Soekarno, utang luar negeri Indonesia sebesar Rp 794 miliar atau setara dengan 2,4 miliar dollar Amerika Serikat. Artinya, sekitar 29 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) pada saat itu.

Hutang yang diwariskan era sebelumnya, membuat pemerintahan Presiden Soeharto kesulitan mendapatkan kreditur baru. Tim Ahli Ekonomi Soeharto kemudian menyepakati pembentukan Intergovernmental Group on Indonesia (IGGI) yang beranggotakan 13 negara maju. 

Menteri Ali Wardhana (Indonesia), Eegje Schoo (Netherlands), dan Widjojo Nitisastro (Indonesia) dalam meeting IGGI di Belanda bulan Juni 1983. (Sumber: Creative Commons)

IGGI kemudian menyepakati pinjaman sebesar 200 juta dolar AS untuk indonesia. Pada tahun 1969 pinjaman luar negeri Indonesia sebesar 1723 triliun rupiah. Batuan dari 13 negara IGGI berhenti setelah tragedi Santa Cruz di Timor Timur. 

Dilansir Tirto, mengutip buku “Ekonomi Politik” karya Deliarnov, utang luar negeri pemerintah pada akhir Desember 1997 mencapai 137,42 miliar dolar AS. Pada masa kepemimpinan Soeharto (Maret 1967-Mei 1998), utang pemerintah mencapai Rp 551,4 triliun atau setara 57,7 persen dari PDB.

Kemudian berganti pemerintahan Presiden Habibie yang berlangsung selama 17 bulan. Utang luar pemerintah naik Rp 387,4 triliun menjadi Rp 938,8 triliun. Saat itu, rasio utang pemerintah mencapai 85,4 persen dari PDB. 

Pada periode Abdurrahman Wahid (1999-2001) pun, utang Indonesia naik menjadi Rp 1.271,4 triliun atau US$ 122,3 miliar (setara 77,2 persen dari PDB).

Kala era kepresidenan berganti ke Megawati Soekarnoputri (2002-2004), utang pemerintah tercatat Rp 1.298 triliun atau US$ 139,7 miliar, artinya rasio utang 56,5 persen dari PDB.  

Estafet kepresidenan berganti ke Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). SBY berkuasa selama dua periode, yakni periode I (2004-2009) dan periode II (2009-2014). Pada akhir kepemimpinan SBY, utang mencapai Rp 2.608,8 triliun atau US$ 209,7 miliar dengan rasio utang 24,7 persen dari PDB.

Terkini, kepresidenan Joko Widodo dimulai pada 20 Oktober 2014 dan terpilih kembali pada pemilu 2019. Kepresidenan Jokowi telah berlangsung selama 8 tahun. 

Dalam laporan BI tentang Statistik Utang Luar Negeri Juni  2022?, disampaikan bahwa Utang Luar Negeri (ULN) Indonesia pada Mei 2022 menurun. Posisi ULN Indonesia pada akhir Mei 2022 tercatat sebesar 406,3 miliar dolar AS, alias turun dibandingkan dengan posisi ULN pada bulan sebelumnya sebesar 410,1 miliar dolar AS.

Dilansir DJPPR Kementerian Keuangan, posisi utang pemerintah hingga semester I 2022 mencapai Rp 7.123,63 triliun atau setara 39,56 persen terhadap PDB. Utang tersebut naik Rp 121,39 triliun dibandingkan bulan sebelumnya yang sebesar Rp 7.002,24 triliun. 

Sumber: Kata Data

Dilansir Kata Data, utang pemerintah hingga Juni 2022 didominasi oleh Surat Berharga Negara (SBN) mencapai Rp 6.301,88 triliun atau sekitar 88,46 persen. Pemerintah juga memiliki utang yang berasal dari pinjaman dalam negeri Rp 14,74 triliun dan pinjaman luar negeri Rp 806,31 triliun. 

Rinciannya, pinjaman luar negeri terdiri dari bilateral Rp 271,95 triliun, multilateral Rp 491,71 triliun, dan commercial banks Rp 42,66 triliun.

Tentang Hutang Negara

Pada laman DJPPR Kementerian Keuangan, dijelaskan bahwa utang negara terbagi menjadi pinjaman dan Surat Berharga Negara. 

Utang negara jenis pinjaman adalah pembiayaan melalui utang yang diperoleh Pemerintah dari pemberi pinjaman dalam negeri atau luar negeri yang diikat oleh suatu perjanjian pinjaman dan tidak berbentuk surat berharga negara, yang harus dibayar kembali dengan persyaratan tertentu.

Sumber: DJPPR Kementerian Keuangan

Utang Pemerintah digunakan untuk pembiayaan secara umum (general financing) dan untuk membiayai kegiatan/proyek tertentu.

Untuk pembiayaan umum, utang digunakan antara lain untuk membiayai Belanja produktif dan Penyertaan Modal Negara (PMN). Pemberian PMN memberi ruang gerak yang lebih besar bagi BUMN untuk melakukan leverage. Artinya, penggunaan dana utang atau pinjaman yang dipergunakan untuk meningkatkan return atau keuntungan dalam sebuah bisnis atau investasi jika dibandingkan dengan belanja negara.

Dalam Undang-undang (UU) Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, rasio utang negara sebesar 60 persen terhadap PDB.

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil verifikasi di atas, Tempo menyimpulkan bahwa video tentang utang Indonesia dari masa ke masa kepemimpinan Presiden RI adalah Benar.

Pada setiap periode kepresidenan, terdapat peningkatan utang negara sejak era Soekarno hingga Jokowi. Utang tersebut dipengaruhi beberapa faktor seperti pertumbuhan ekonomi, kondisi politik nasional dan global, ekspor, serta Produk Domestik Bruto (PDB).

TIM CEK FAKTA TEMPO

** Punya informasi atau klaim yang ingin Anda cek faktanya? Hubungi ChatBot kami.