Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Keliru, Klaim Vaksin COVID-19 Bisa Meningkatkan Risiko HIV/AIDS

Rabu, 20 Juli 2022 12:20 WIB

Keliru, Klaim Vaksin COVID-19 Bisa Meningkatkan Risiko HIV/AIDS

Unggahan di Twitter mengklaim vaksin Covid-19 dapat meningkatkan risiko terpapar HIV AIDS. Informasi ini disebarkan oleh sebuah akun pada 11 Juli 2022 pukul 07.36.

Untuk mendukung klaimnya, akun itu mengunggah foto sebuah surat yang dikirim ke jurnal medis The Lancet pada Oktober 2020 dan menambahkan narasi Beberapa vaksin COVID-19 dapat meningkatkan risiko HIV, para peneliti memperingatkan. Vaksin cacar " memicu virus AIDS. Bukan hoax semata”

Hingga artikel ini ditulis, unggahannya telah mendapatkan respon 91 kali retweets dan 135 kali disukai. 

Hoaks beredar di Twitter mengenai vaksin Covid-19 meningkatkan risiko HIV/AIDS

PEMERIKSAAN FAKTA

Untuk memeriksa klaim di atas, Tim Cek Fakta Tempo mula-mula menelusuri informasi apakah vaksin Covid-19 dapat meningkatkan risiko terpapar HIV AIDS dari sumber kredibel. Hasilnya, tidak ditemukan informasi resmi dan valid yang menyatakan vaksin Covid-19 dapat meningkatkan resiko terpapar HIV. 

Dikutip dari Cek Fakta Reuters, informasi yang mengklaim vaksin covid-19 bisa meningkatan risiko terpapar HIV merupakan informasi  yang sempat beredar pada 2020. Saat itu beberapa pengguna media sosial merujuk pada surat sekelompok peneliti kepada The Lancet pada 19 Oktober 2020. Di situ disebutkan beberapa vaksin COVID-19 dapat meningkatkan risiko infeksi HIV.   

Menurut Susan Buchbinder, Direktur Bridge HIV di Departemen Kesehatan Masyarakat San Francisco, tidak ada data yang menunjukkan bahwa vaksin COVID-19 dapat meningkatkan tingkat infeksi HIV. Klaim ini bahkan belum dipelajari secara formal.

Para ahli yang sebelumnya dihubungi oleh Reuters juga mengungkapkan hal yang sama. Yakni vaksin COVID-19 tidak dapat menyebabkan HIV. 

Melalui email kepada Reuters, Douglas Richman, direktur Institut HIV di Universitas California San Diego mengungkapkan bahwa klaim vaksin COVID-19 menyebabkan HIV merupakan klaim yang “tidak berdasar.” "Klaim ini 'berbahaya bagi individu yang bergantung pada mereka dan kesehatan masyarakat'," ujarnya.

Sementara itu dilansir dari USAtoday, media berbahasa Inggris yang berbasis di Amerika Serikat, para ahli di Meedan's Health Desk bahkan tidak menemukan adanya bukti dari uji klinis vaksin COVID-19 atau data tindak lanjut terkontrol yang menghubungkan vaksin COVID-19 dapat meningkatkan risiko kanker atau HIV/AIDS. 

Alcindor mengatakan bahan aktif dalam vaksin dari Pfizer-BioNTech, Moderna dan Johnson & Johnson belum terbukti bersifat onkogenik atau menyebabkan kanker. Dokter dan lembaga kesehatan masyarakat mengatakan, vaksin juga aman untuk orang yang sudah mengidap HIV atau kanker. 

Dikutip dari Politifact, seorang profesor di departemen mikrobiologi dan imunologi University of Michigan bernama Michael Imperiale mengungkapkan AIDS hanya memiliki satu penyebab, yakni HIV (human immunodeficiency viruses). Replikasi HIV inilah yang menghancurkan sistem kekebalan.

Maka dari itu, orang yang terinfeksi HIV diberi obat antivirus agar mencegah mereka terkena AIDS. Karena vaksin tidak mengandung HIV, vaksin COVID-19 tidak mungkin dapat menyebabkan infeksi HIV atau AIDS.

David Wohl, pakar penyakit menular dari University of North Carolina, mengatakan vaksin COVID-19 tidak menyebabkan imunosupresi. Yakni suatu kondisi penurunan fungsi kekebalan yang membuat seseorang rentan terhadap infeksi oportunistik.

Faktanya, vaksin COVID-19 memacu fungsi kekebalan tubuh untuk melindungi dari infeksi SARS-CoV-2.  

Badan Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan semua produk vaksin Covid-19 yang digunakan telah dipastikan memenuhi standar kualitas, keamanan dan kemanjuran yang dapat diterima dengan menggunakan data uji klinis, proses manufaktur dan kontrol kualitas.

Penilaian mempertimbangkan ancaman yang ditimbulkan oleh keadaan darurat serta manfaat yang akan diperoleh dari penggunaan produk terhadap potensi risiko apa pun selalu diawasi. Vaksin Covid-19 bahkan sejalan dengan peraturan dan undang-undang nasional setiap negara.  

Sementara di Indonesia sendiri, terdapat 10 jenis vaksin Covid-19 yang mendapatkan izin penggunaan dari Badan Pengawas Obat dan Makanan Indonesia. Dilansir dari laman resmi covid19.go.id, sepuluh vaksin covid-19 tersebut adalah Sinovac, AstraZeneca, Sinopharm, Moderna, Pfizer, Novavax, Sputnik-V, Janssen, Confidencia, dan Zifivax. 

Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (Badan POM) Penny K. Lukito, memastikan pihaknya selalu melakukan pengujian dan mengkaji terhadap semua vaksin yang masuk ke Indonesia. Badan POM juga menjamin semua vaksin aman, berkhasiat dan bermutu, sehingga masyarakat tidak perlu ragu untuk mengikuti vaksinasi COVID-19.

"Semua vaksin yang akan digunakan dalam program vaksinasi COVID-19 di Indonesia harus mendapatkan persetujuan terlebih dahulu dari Badan POM, yaitu izin penggunaan pada masa darurat atau Emergency Use Authorization (EUA)," ujar Penny dalam keterangan tertulis, Sabtu, 14 Agustus 2021 seperti dikutip dari Detik.com.

KESIMPULAN

Dari hasil pemeriksaan fakta, klaim vaksin Covid-19 dapat meningkatkan risiko terpapar HIV AIDS keliru.

Tidak ada bukti dari uji klinis vaksin COVID-19 atau data tindak lanjut terkontrol yang menghubungkan vaksin COVID-19 dapat meningkatkan risiko kanker atau HIV/AIDS. 

Pakar penyakit menular dari University of North Carolina juga mengungkapkan bahwa vaksin COVID-19 tidak mungkin dapat menyebabkan infeksi HIV atau AIDS.

Baik WHO dan Badan Pengawas Obat dan Makanan (Badan POM), menjamin semua vaksin aman, berkhasiat dan bermutu.

TIM CEK FAKTA TEMPO

** Punya informasi atau klaim yang ingin Anda cek faktanya? Hubungi ChatBot kami.