Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Keliru, 2.620 Bayi Meninggal setelah Mendapatkan Vaksin Covid-19

Senin, 29 November 2021 14:07 WIB

Keliru, 2.620 Bayi Meninggal setelah Mendapatkan Vaksin Covid-19

Informasi yang menyebut 2.620 bayi meninggal setelah mendapatkan vaksin Covid-19, menyebar di Twitter pada 26 November 2021. Salah satu akun membagikannya berupa tangkapan layar situs dengan artikel berbahasa Inggris dengan judul “2.620 babies dead after vaccination and reports of terrible side effects”. 

Artikel itu memuat dua foto bayi, yang salah satunya terlihat mengalami ruam di sekujur tubuh. Pada bagian isi, terdapat penjelasan bahwa jumlah 2.620 tersebut adalah kasus keguguran yang dicatatkan dalam Vaccine Adverse Event Reporting System (VAERS) atau  Sistem Pelaporan Kejadian Tidak Diinginkan Vaksin milik Pemerintah Amerika Serikat. 

Artikel tersebut telah dibagikan 52 kali di saat munculnya tagar untuk setop paksaan vaksin Covid-19 di Twitter pada pekan lalu. 

Tangkapan layar unggahan dengan klaim 2.620 Bayi Meninggal setelah Mendapatkan Vaksin Covid-19

PEMERIKSAAN FAKTA 

Hasil pemeriksaan fakta Tempo menunjukkan, tidak ada bukti yang menyatakan bahwa vaksin Covid-19 telah menyebabkan 2.620 bayi meninggal di Amerika Serikat karena vaksin Covid-19.  

Tempo menelusuri situs VAERS dan tidak menemukan keterangan terkait sebanyak 2.620 bayi meninggal setelah mendapatkan vaksin Covid-19. Data yang tertera di situs VAERS, menyebutkan bahwa 2.620 adalah akumulasi dari kasus keguguran (aborsi) dini, aborsi spontan, kematian janin, dan kematian bayi prematur.  

Akan tetapi Pemerintah Amerika Serikat memberikan disclaimer bahwa laporan VAERS tidak dapat digunakan untuk menentukan apakah vaksin menyebabkan atau berkontribusi pada kejadian atau penyakit yang merugikan. Sebab, semua pihak --termasuk penyedia layanan kesehatan, produsen vaksin, dan masyarakat dapat mengirimkan laporan ke sistem. 

Dengan sistem pelaporan yang terbuka, memberikan potensi adanya informasi yang tidak lengkap, tidak akurat, kebetulan, atau tidak dapat diverifikasi. Sebagian besar, laporan ke VAERS bersifat sukarela, yang berarti bahwa laporan tersebut bias. Ini menciptakan batasan khusus tentang bagaimana data dapat digunakan secara ilmiah.  

Dikutip dari Associated Press, VAERS sering disalahartikan oleh para pendukung anti-vaksin, dan distribusi vaksin COVID-19 telah membawa lebih banyak perhatian ke sistem pengawasan. 

Pusat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (CDC) Amerika Serikat pada 11 Agustus 2021, telah menerbitkan laporan vaksin Covid-19 aman untuk perempuan hamil. 

Menurut CDC, tim analis mereka tidak menemukan peningkatan risiko keguguran pada 2.500 wanita hamil (berusia sebelum 20 minggu kehamilan) yang menerima vaksin Covid-19 berbasis mRNA . Angka keguguran secara umum terjadi sekitar 11-16 persen kehamilan, tidak berbeda dengan tingkat keguguran setelah menerima vaksin Covid-19 sekitar 13 persen.  

 “CDC mendorong semua orang hamil atau orang yang berpikir untuk hamil dan mereka yang menyusui untuk mendapatkan vaksinasi untuk melindungi diri dari COVID-19,” kata Direktur CDC Dr. Rochelle Walensky. 

“Vaksin aman dan efektif, dan tidak pernah lebih mendesak untuk meningkatkan vaksinasi karena kita menghadapi varian Delta yang sangat menular dan melihat tingkat keparahan yang terjadi di antara orang hamil yang tidak divaksinasi.” 

KESIMPULAN

Dari hasil pemeriksaan fakta di atas, Tempo menyimpulkan klaim bahwa 2.620 bayi meninggal setelah mendapatkan vaksin Covid-19 adalah keliru. Sumber angka 2.620 ini berasal dari angka berbagai jenis keguguran dan kelahiran prematur yang dicatatkan dalam Sistem Pelaporan Kejadian Tidak Diinginkan Vaksin milik Pemerintah Amerika Serikat (VAERS). 

Namun pemerintah Amerika Serikat sendiri memberikan disclaimer bahwa data VAERS tidak dapat digunakan untuk menentukan apakah vaksin menyebabkan atau berkontribusi pada kejadian atau penyakit tertentu. Sebab, semua pihak --termasuk penyedia layanan kesehatan, produsen vaksin, dan masyarakat dapat mengirimkan laporan ke sistem. 

Dengan sistem pelaporan yang terbuka, memberikan potensi adanya informasi yang tidak lengkap, tidak akurat, kebetulan, atau tidak dapat diverifikasi. Sementara CDC telah merilis laporan bahwa vaksin Covid-19 aman digunakan untuk perempuan hamil. 

Tim Cek Fakta Tempo