Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Keliru, WHO Sebut Covid-19 Sama dengan Flu Biasa dan 500 Orang Amerika Meninggal karena Vaksin

Senin, 1 November 2021 16:27 WIB

Keliru, WHO Sebut Covid-19 Sama dengan Flu Biasa dan 500 Orang Amerika Meninggal karena Vaksin

Dua klaim yang menyebut Badan Kesehatan Dunia atau WHO mengakui bahwa virus Covid-19 sama dengan virus flu biasa serta 500 ribu orang Amerika meninggal setelah divaksin, menyebar di Facebook. 

Klaim itu dibagikan salah satu akun pada 12 Oktober 2021 dengan menyertakan tangkapan layar video dari situs www.bitchute.com berjudul WHO concedes the covid virus is just like the common flu - 500,000 americans dead from vaccine

Di situs www.bitchute.com video tersebut sudah ditonton 76.377 kali dan disukai 326. 

Benarkah WHO mengakui virus Covid sama dengan flu biasa dan kematian warga Amerika setelah vaksin mencapai 500 ribu orang?

Tangkapan layar unggahan dengan klaim WHO Sebut Covid-19 Sama dengan Flu Biasa dan 500 Orang Amerika Meninggal karena Vaksin.

PEMERIKSAAN FAKTA 

Hasil verifikasi Tim Cek Fakta Tempo, menunjukkan, WHO tidak pernah menyatakan bahwa Covid-19 sama dengan virus flu biasa. Selain itu, kematian warga Amerika setelah vaksin mencapai 500 ribu orang, tidak sesuai fakta.

Seorang pria yang sedang berpidato dalam video yang diunggah di situs bitchute.com tersebut, adalah seorang pengacara asal Jerman, Reiner Fuellmich. Video Reiner menjadi bagian dari aksi demonstrasi anti-vaksin dan anti-lockdown yang berlangsung pada 24 Juli di Trafalgar Square, London. Selain Reiner, sejumlah tokoh yang menentang vaksinasi juga berbicara di aksi tersebut.

Tempo mendapatkan petunjuk tersebut melalui akun Twitter Shayan Sardarizadeh, seorang jurnalis investigasi disinformasi BBC yang melaporkan demonstrasi itu melalui unggahannya pada 24 Juli waktu Indonesia. 

Berita mengenai demonstrasi anti-vaksin dan anti lockdown itu juga diberitakan oleh situs independent.co.uk

Klaim 1: WHO mengakui bahwa virus Covid-19 sama dengan virus flu biasa

Pada menit 1:25, Reiner Fuellmich mengatakan,  WHO menyebutkan bahwa virus penyebab Covid-19, lepas apakah itu sepenuhnya alami atau semi buatan, tidak lebih berbahaya dari flu biasa.  Tempo telah memeriksa klaim ini dan tidak menemukan keterangan yang membenarkan pernyataan Reiner tersebut.

Sebaliknya, WHO mempublikasikan artikel yang menjelaskan, selain memiliki persamaan, tapi ada perbedaan antara Covid-19 dengan flu biasa atau influenza. Menurut WHO, Covid-19 dan influenza disebabkan oleh virus yang berbeda, dan ada beberapa perbedaan dalam hal siapa yang paling rentan terhadap keparahan penyakit.  

Selain itu, vaksin yang dikembangkan untuk COVID-19 tidak melindungi terhadap influenza, dan demikian pula, vaksin flu tidak melindungi dari COVID-19.  

Dari segi tingkat kematian, WHO memperkirakan bahwa 290.000 hingga 650.000 orang meninggal karena terkait flu setiap tahun di seluruh dunia.

Sedangkan menurut data Worldometer, jumlah kematian karena Covid-19 telah mencapai lebih dari 5 juta (5.014.985) orang di seluruh dunia, sejak pandemi terjadi hingga 1 November 2021. 

Klaim 2: 500 ribu orang Amerika meninggal setelah divaksin 

Reiner juga menyebut 500 ribu orang Amerika yang meninggal setelah vaksinasi Covid-19. Faktanya, angka 500 ribu orang ini adalah jumlah total warga Amerika mereka yang meninggal karena Covid-19 hingga Februari 2021. 

Tempo mendapatkan angka ini dari pemberitaan yang dimuat The New York Times. Kematian karena Covid-19 tersebut melampaui jumlah yang meninggal di medan perang Perang Dunia I, Perang Dunia II, dan Perang Vietnam jika digabungkan.

Kematian Covid-19 pertama di negara itu terjadi di Santa Clara County, California, pada 6 Februari 2020, dan pada akhir Mei, 100.000 orang telah meninggal. Butuh empat bulan bagi Amerika untuk mencatat 100.000 kematian lagi; berikutnya, sekitar tiga bulan; berikutnya, hanya lima minggu.

Menurut Pusat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Amerika Serikat (CDC), Laporan kematian setelah vaksinasi COVID-19 jarang terjadi. Lebih dari 414 juta dosis vaksin COVID-19 diberikan di Amerika Serikat dari 14 Desember 2020 hingga 25 Oktober 2021. Selama waktu ini, Vaccine Adverse Event Reporting System (VAERS) menerima 9.143 laporan kematian (0,0022%) di antara orang-orang yang menerima COVID-19 vaksin.

FDA mewajibkan penyedia layanan kesehatan untuk melaporkan kematian apa pun setelah vaksinasi COVID-19 kepada VAERS, meskipun tidak jelas apakah vaksin itu penyebabnya. Laporan efek samping kepada VAERS setelah vaksinasi, termasuk kematian, tidak selalu berarti bahwa vaksin menyebabkan masalah kesehatan. Tinjauan informasi klinis yang tersedia, termasuk sertifikat kematian, otopsi, dan catatan medis, belum menetapkan hubungan sebab akibat dengan vaksin COVID-19. 

Namun, laporan terbaru menunjukkan hubungan kausal yang masuk akal antara Vaksin J&J/Janssen COVID-19 dan TTS, efek samping yang jarang dan serius—pembekuan darah dengan trombosit rendah—yang telah menyebabkan kematian. 

KESIMPULAN

Dari pemeriksaan fakta di atas, klaim bahwa Badan Kesehatan Dunia atau WHO mengakui bahwa virus Covid-19 sama dengan virus flu biasa serta 500 ribu orang Amerika meninggal setelah divaksin, adalah keliru. Sejauh ini Covid-19 menyebabkan kematian lebih banyak dibandingkan flu biasa. Sedangkan terkait klaim 500 ribu orang yang meninggal di Amerika Serikat adalah data total kematian warga karena Covid-19 --bukan akibat vaksinasi, hingga Februari 2021.

Tim Cek Fakta Tempo