Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Keliru, Klaim Asap Cair Batok Kelapa Bisa Mengobati COVID-19

Jumat, 20 Agustus 2021 13:46 WIB

Keliru, Klaim Asap Cair Batok Kelapa Bisa Mengobati COVID-19

Potongan video pemberitaan pada salah satu stasiun TV nasional tentang asap cair batok kelapa diklaim bisa mengobati Covid-19 beredar pada aplikasi percakapan. Video berdurasi 1 menit tersebut menyatakan bahwa telah terdapat obat COVID-19 yang dihasilkan melalui kondensasi asap batok kelapa.

Sejumlah pasien bahkan dinyatakan telah sembuh dari COVID-19 setelah menggunakan asap cair batok kelapa dan dibuktikan dengan empat kali uji SWAB. 

Pada video terdapat tulisan dengan narasi “Ikatan Dokter Indonesia kemana nih??? Duluan masyarakat yang bisa bikin obat. Kira2x ada yang udah mulai panik Gak Yaa???”. 

Lantas apa benar asap cair batok kelapa bisa mengobati COVID-19? 

Tangkapan layar video yang mengklaim asap batok kelapa menjadi obat Covid-19.

PEMERIKSAAN FAKTA

Untuk memverifikasi klaim video di atas, Tim Cek Fakta Tempo mula-mula mencari tahu terlebih dahulu tentang obat yang telah digunakan untuk menangani covid-19. Hasilnya, hingga saat ini belum ada satupun obat yang digunakan untuk mengobati orang yang terpapar COVID-19.

Dikutip dari laman covid-19.go.id, meskipun beberapa pengobatan barat, tradisional, maupun buatan rumahan dapat meringankan dan mengurangi gejala ringan COVID-19, namun hingga saat ini tidak ada obat yang terbukti dapat mencegah atau menyembuhkan COVID-19 sepenuhnya.

Badan kesehatan dunia (WHO) bahkan tidak merekomendasikan tindakan mengobati diri sendiri dengan obat apapun, termasuk antibiotik, untuk mencegah atau menyembuhkan COVID-19. Namun, saat ini beberapa uji klinis sedang berlangsung atas obat-obatan barat maupun tradisional. 

Cara efektif untuk melindungi diri dari COVID-19 adalah dengan mencuci tangan secara teratur dan menyeluruh, menghindari menyentuh mata, hidung, dan mulut, menjalankan etika batuk dan bersin dengan cara menutup mulut dan hidung dengan siku terlipat atau tisu. serta menjaga jarak fisik dengan orang lain setidaknya 1 meter. 

Badan Kesehatan Dunia (WHO) dalam laman resminya mengatakan, hingga saat ini penggunaan obat untuk mencegah COVID-19 bervariasi. Namun dari semua itu ada tingkat ketidakpastian yang tinggi mengenai basis bukti, sehingga dibutuhkan banyak uji klinis untuk menginformasikan kepada publik. 

Samuel P. K. Sembiring seperti dikutip dari Liputan6, hingga sampai saat ini obat dari Covid-19 belum ditemukan. Karena itu jika terdapat klaim yang menyatakan bahwa ada pasien yang sembuh karena meminum atau mengkonsumsi sesuatu, hal itu terjadi semata-mata karena daya tahan tubuh pasien.

“Covid-19 ini kan self limiting disease, atau bisa sembuh sendiri. Jadi covid-19 bisa sembuh sendiri berkat daya tahan tubuh kita bukan karena obat-obatan herbal yang dikonsumsi,” kata dia menambahkan.

Samuel juga meminta masyarakat untuk waspada dan dapat membedakan apa yang diberi izin sebagai obat dengan apa yang diberi izin sebagai bahan makanan/minuman. Untuk pengobatan bagi pasien Covid-19 saat ini hanyalah terapi suportif sesuai dengan gejala pasien saja, yang jelas, menjalankan protokol kesehatan merupakan cara terbaik untuk mencegah Covid-19.

KESIMPULAN

Berdasarkan pemeriksaan fakta Tempo, klaim bahwa asap cair batok kelapa bisa mengobati covid-19, keliru. Badan kesehatan dunia (WHO) hingga saat ini bahkan belum mengeluarkan satupun jenis obat yang bisa mengobati orang yang terpapar COVID-19. dr. Samuel P. K. Sembiring bahkan menegaskan hingga sampai saat ini belum ada satupun obat yang dapat menyembuhkan Covid-19. Jika terdapat klaim yang menyatakan bahwa ada pasien yang sembuh karena meminum atau mengkonsumsi sesuatu, hal itu terjadi semata-mata karena daya tahan tubuh pasien.

TIM CEKFAKTA TEMPO