Sesat, Klaim Vaksinasi Covid-19 Hanya Percobaan karena Cuma Kantongi Izin Darurat

Rabu, 7 April 2021 16:33 WIB

Sesat, Klaim Vaksinasi Covid-19 Hanya Percobaan karena Cuma Kantongi Izin Darurat

Video pendek yang berisi klaim bahwa vaksinasi Covid-19 hanya percobaan beredar di Instagram. Menurut klaim yang dilontarkan oleh seorang pria itu, vaksinasi Covid-19 yang dilakukan di seluruh dunia saat ini sebenarnya hanyalah sebuah uji klinis karena vaksin Covid-19 yang digunakan saat ini mengantongi izin penggunaan darurat saja.

Berikut pernyataan pria tersebut: "Kenapa vaksinnya tidak disetujui oleh FDA (Badan Pengawas Obat dan Makanan Amerika Serikat)? Vaksin butuh bertahun-tahun untuk dikembangkan. Dan butuh paling tidak 2-3 tahun untuk uji klinis. Jadi, yang sekarang ini, 'vaksinasi' akan jadi uji klinis sampai Januari 2023. Semua yang mendapatnya sekarang ada dalam uji klinis, bukan dalam masa penggunaan obat yang telah disetujui. Yang kita punya adalah hak penggunaan darurat. Hak penggunaan darurat dapat disetujui untuk 'vaksin' dalam kedaruratan kesehatan publik. Begitulah, ini sebuah percobaan."

Akun ini mengunggah video itu pada 3 April 2021. Akun tersebut juga menulis, "Kenapa vaksin tidak diwajibkan di Amerika dan negara Eropa lain? Karena belum ada satu pun vaksin yang lolos uji klinis, dan hanya punya Izin Penggunaan Darurat (Emergency Use Authorization). Lalu, kenapa di negara antah-berantah seolah-olah 'diwajibkan'?"

Gambar tangkapan layar unggahan di Instagram yang berisi klaim sesat terkait vaksinasi Covid-19.

PEMERIKSAAN FAKTA

Berdasarkan verifikasi Tim CekFakta Tempo, klaim dalam video tersebut menyesatkan. Vaksin-vaksin Covid-19 yang digunakan dengan Izin Penggunaan Darurat (Emergency Use Authorization atau EUA) juga memiliki standar keamanan dan keefektifan, sehingga bukan untuk percobaan. Penggunaan EUA dalam situasi darurat kesehatan pun telah diizinkan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).

WHO telah mengeluarkan Daftar Penggunaan Darurat (EUL) vaksin yang hanya dipakai selama keadaan darurat kesehatan masyarakat. Tujuannya adalah untuk mempercepat ketersediaan vaksin bagi orang yang membutuhkan. Dalam prosesnya, ketika produk belum dilisensikan, WHO akan menilai data kualitas, keamanan, dan kemanjuran (atau kinerja) selama pengembangan serta menilai risiko-manfaat untuk memutuskan apakah produk tersebut dapat digunakan di luar uji klinis.

FDA telah memberikan EUA pada tiga vaksin Covid-19, yakni vaksin Pfizer-BioNTech, vaksin Moderna, dan vaksin Janssen (Johnson & Johnson). FDA bisa memberikan EUA setelah mengevaluasi hasil uji klinis vaksin-vaksin itu terhadap puluhan ribu peserta untuk menghasilkan data ilmiah dan informasi lain yang dibutuhkan FDA, untuk menentukan keamanan dan keefektifan vaksin. Uji klinis ini dilakukan sesuai standar ketat yang ditetapkan FDA.

Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI pun telah memberikan EUA pada vaksin CoronaVac (Sinovac). Hasil analisis terhadap vaksin CoronaVac dari uji klinis di Bandung menunjukkan efikasi sebesar 65,3 persen. Sementara laporan efikasi vaksin di Turki sebesar 91,25 persen dan di Brasil sebesar 78 persen. Hasil tersebut telah memenuhi persyaratan WHO, di mana minimal efikasi vaksin adalah 50 persen.

Ahli epidemiologi dari Centre for Environmental and Population Health, Griffith University, Australia, Dicky Budiman, menjelaskan bahwa telah dikeluarkannya UEA oleh sejumlah negara menunjukkan bahwa vaksin Covid-19 tersebut tidak memiliki masalah dari aspek keamanan dan efikasi. EUA diberikan dalam situasi darurat kesehatan dan telah memperoleh rekomendasi dari WHO.

"Artinya, uji klinis tahap III sebenarnya sudah selesai. Yang belum selesai hanya proses administrasi saja. (Proses administrasi) untuk vaksin memang panjang dan lama. Jadi, bukan berarti ini untuk percobaan," kata Dicky saat dihubungi pada 7 April 2021.

Meskipun begitu, tidak semua negara memberlakukan EUA pada vaksin Covid-19. Menurut Dicky, beberapa negara, seperti Kanada dan Singapura, memberikan izin biasa untuk penggunaan vaksin Pfizer-BioNTech karena kriteria mendasarnya, yakni keamanan dan efikasi, telah terpenuhi.

Kewajiban menerima vaksin Covid-19

Terbitnya UEA tersebut tidak ada kaitannya dengan kebijakan dari suatu negara untuk mewajibkan vaksinasi atau tidak. Dikutip dari CNN Indonesia, WHO tidak setuju dengan aturan negara-negara yang mewajibkan vaksinasi Covid-19.

WHO menilai mewajibkan vaksinasi Covid-19 kepada setiap warga hanya akan menjadikan bumerang yang memicu mereka semakin bersikap antipati terhadap vaksin Covid-19.

"Saya tidak yakin bahwa mandat-mandat bukan arah kebijakan yang tepat di sini, khususnya bagi vaksin," kata Direktur Departemen Imunisasi WHO, Kate O'Brien, dalam jumpa pers virtual pada Desember 2020 lalu.

Meski demikian, WHO memberikan kebebasan seluruh negara dalam melaksanakan kampanye vaksinasi Covid-19. "Akan lebih baik untuk mendorong dan memfasilitasi vaksinasi tanpa persyaratan semacam itu. Saya tidak berpikir kami ingin melihat ada negara yang mewajibkan vaksinasi," ujarnya.

KESIMPULAN

Berdasarkan pemeriksaan fakta Tempo, klaim bahwa vaksinasi Covid-19 hanya percobaan karena cuma mengantongi Izin Penggunaan Darurat (Emergency Use Authorization atau UEA), menyesatkan. EUA bisa diberikan dalam kondisi darurat kesehatan agar bisa segera digunakan dalam menghentikan penularan, seperti ketika pandemi Covid-19 saat ini. EUA pun diberikan dengan syarat ketat untuk menjamin keamanan dan efikasi vaksin Covid-19. Selain itu, pemberian EUA tidak terkait dengan kebijakan dari suatu negara untuk mewajibkan vaksinasi.

TIM CEK FAKTA TEMPO

Anda punya data/informasi berbeda, kritik, atau masukan untuk artikel cek fakta ini? Kirimkan ke [email protected]