Keliru, Klaim Empat Nakes Ini Meninggal Karena Vaksin Covid-19
Kamis, 4 Maret 2021 16:43 WIB
Klaim yang mempertanyakan meninggalnya empat tenaga kesehatan baru-baru ini setelah disuntik vaksin Covid-19 Sinovac beredar di Facebook pada 25 Februari 2021. Menurut klaim itu, meskipun sejumlah pihak mengatakan bahwa keempatnya meninggal bukan karena Covid-19, mereka meninggal dengan penyebab yang sama, yakni penyakit kardiovaskular (cardiovascular), kelainan darah (blood disorder), dan kerusakan otak (brain damage).
"Walau tim cek fakta dan beberapa media klaim bukan karena vaksin covid.. tapi kenapa semua nya meninggal dengan ciri ciri penyebab yg sama seperti korban lain di luar negeri ? Yaitu : 1. Cardiovascular 2. Blood Disorder 3. Brain Damage," demikian narasi yang diunggah oleh akun ini.
Menurut akun tersebut, penyebab meninggalnya seorang dokter di Palembang, Sumatera Selatan, usai disuntik vaksin Covid-19 adalah penyakit jantung (cardiovascular). Sementara itu, seorang nakes di Cilacap karena demam berdarah (thrombocytopenia/blood disorder); seorang nakes di Blitar, karena demam dan sesak napas (cardiovascular); dan Direktur Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan (STIK) Tamalatea Makassar karena sesak nafas (cardiovascular).
Gambar tangkapan layar unggahan di Facebook yang berisi klaim keliru terkait meninggalnya empat tenaga kesehatan baru-baru ini di tengah program vaksinasi Covid-19.
PEMERIKSAAN FAKTA
Berdasarkan verifikasi Tim CekFakta Tempo, keempat tenaga kesehatan tersebut meninggal bukan karena vaksin Covid-19. Ketua Komisi Nasional Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (Komnas KIPI), Hindra Irawan Satari, mengatakan meninggalnya empat nakes itu sudah diaudit oleh tim dari lembaganya. “Hasilnya, bukan karena vaksin Covid-19,” kata Hindra saat dihubungi pada 4 Maret 2021.
Selain itu, menurut Hindra, cardiovascular, blood disorder, dan brain damage bukan penyakit yang disebabkan oleh vaksin Covid-19. Khusus kejadian di Blitar, nakes ini meninggal karena terinfeksi Covid-19 sebelum menerima vaksin Sinovac. Dengan demikian, dia belum memiliki antibodi dari vaksin untuk mencegah terinfeksi Covid-19. “Antibodi terbentuk antara 14-30 hari setelah penyuntikan vaksin kedua,” ujarnya.
Hal tersebut ditegaskan oleh dokter spesialis patologi klinis, Tonang Dwi Ardyanto. Menurut dia, tiga penyakit itu, cardiovascular, blood disorder, dan brain damage, bisa terjadi dalam beberapa kondisi. Namun, bukan dampak dari vaksin Covid-19 maupun infeksi Covid-19.
Pernyataan Hindra terkait kejadian di Blitar pun sama dengan pernyataan Deny Christianto, Kepala Bidang Pelayanan Medik Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Ngudi Waluyo, Blitar, yang dikutip dari VoA Indonesia. Menurut Deny, hasil audit Komite Daerah (Komda) KIPI, meninggalnya perawat tersebut tidak disebabkan oleh vaksin Covid-19.
“Kalau dari Komda KIPI menyatakan, ini kan sudah dilaksanakan audit KIPI di tingkat nasional, itu disampaikan bahwa memang kejadian meninggalnya nakes E ini tidak berhubungan dengan vaksinasi Covid-19 sebelumnya. Dan kesimpulannya bahwa vaksin Sinovac ini aman dan bisa dilanjutkan,” tutur Deny.
Terkait penyebab meninggalnya nakes di Cilacap, dikutip dari Portal Purwokerto, nakes tersebut didiagnosa mengalami demam berdarah, dengan pemberat di saluran cerna. Dia masuk Instalasi Gawat Darurat (IGD) di rumah sakit pada 3 Februari 2021 sore dengan keluhan lemas dan feses berwarna hitam.
Soal Direktur STIK Tamalatea Makassar, menurut Hindra, dia terkena Covid-19 setelah bepergian ke Mamuju, Sulawesi Barat. Anak dan suaminya juga terkonfirmasi positif Covid-19.
Dikutip dari IDN Times Sulawesi Selatan, Direktur Pelayanan Medik, Keperawatan, dan Penunjang Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) dr. Wahidin Sudirohusodo, Makassar, Mansyur Arif mengatakan kematian Direktur STIK Tamalatea Eha Soemantri sudah dikaji dan diasesmen bersama Komda Penanggulangan dan Pengkajian KIPI Sulsel.
Mansyur mengatakan Eha menerima suntikan vaksin Covid-19 pertama pada 14 Januari. Sebelum dan sesudah vaksinasi, dia berkunjung ke Mamuju. "Nyonya ES diketahui mengalami sesak napas, demam, dan batuk tiga hari pasca vaksinasi kedua yakni pada 1 Februari dan dinyatakan terkonfirmasi positif Covid-19 pada 5 Februari berdasarkan tes swab antigen," kata Mansyur.
Pada 17 Februari, Eha telah dinyatakan negatif berdasarkan tes swab PCR. Namun, keesokan harinya, keadaan Eha menurun. "Almarhumah dinyatakan meninggal ketika dirawat di ICU (Intensive Care Unit) RSUP dr. Wahidin Sudirohusodo pada 19 Februari," ujar Mansyur.
Berdasarkan asesmen, RSUP dr. Wahidin Sudirohusodo mengambil kesimpulan bahwa Eha kemungkinan terinfeksi Covid-19 sebelum vaksinasi kedua diberikan. Ketika berkunjung ke luar kota itulah Eha diduga pernah berkontak dengan orang yang positif Covid-19.
Adapun terkait dokter di Palembang yang diklaim meninggal karena vaksin Covid-19, Tempo telah memeriksa klaim itu pada 25 Januari dan menyatakannya keliru. Juru bicara vaksinasi Covid-19 Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Siti Nadia Tarmizi mengatakan kematian dokter yang berinisial JF tersebut tidak ada hubungannya dengan vaksinasi Covid-19, yang saat ini baru dilakukan dengan vaksin Sinovac.
"Laporan sementara, almarhum memang menerima vaksin pada Kamis (21 Januari) dan ditemukan telah meninggal pada Jumat (22 Januari) malam. Dari pemeriksaaan sementara, ditemukan tanda-tanda kekurangan oksigen, dan tanda ini tidak berhubungan dengan akibat vaksinasi," ujar Nadia.
KESIMPULAN
Berdasarkan pemeriksaan fakta Tempo, klaim bahwa empat tenaga kesehatan tersebut meninggal karena vaksin Covid-19, keliru. Keempatnya meninggal karena beberapa penyebab, mulai dari terinfeksi Covid-19, kekurangan oksigen, hingga demam berdarah. Ketiga hal tersebut tidak berkaitan dengan pemberian vaksin Covid-19.
TIM CEK FAKTA TEMPO
Anda punya data/informasi berbeda, kritik, atau masukan untuk artikel cek fakta ini? Kirimkan ke [email protected]