Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Keliru, Chip KTP Elektronik Berfungsi untuk Lacak Lokasi Penduduk

Senin, 15 Februari 2021 15:12 WIB

Keliru, Chip KTP Elektronik Berfungsi untuk Lacak Lokasi Penduduk

Video yang memperlihatkan seseorang sedang mengeluarkan sebuah perangkat elektronik dari Kartu Tanda Penduduk atau KTP elektronik viral di media sosial. Menurut klaim yang menyertai video ini, perangkat tersebut adalah chip yang berfungsi untuk melacak lokasi pemilik KTP-el itu.

Di Facebook, video berdurasi 15 detik tersebut dibagikan salah satunya oleh akun ini pada 13 Februari 2021. Akun itu pun menulis narasi, “Chip KTP-el ini tujuannya untuk Melacak Lokasi anda.” Hingga artikel ini dimuat, unggahan itu telah mendapatkan 15 reaksi.

Gambar tangkapan layar unggahan di Facebook yang memuat klaim keliru terkait fungsi chip pada KTP elektronik.

PEMERIKSAAN FAKTA

Untuk memverifikasi klaim di atas, Tim CekFakta Tempo menelusuri pemberitaan terkait dengan memasukkan kata kunci "fungsi chip KTP elektronik" di mesin perambah Google. Hasilnya, ditemukan penjelesan bahwa chip yang ditanamkan pada KTP elektronik bukanlah alat untuk melacak lokasi penduduk. Chip itu hanya berfungsi untuk menyimpan data kependudukan si pemilik KTP.

Dilansir dari Kompas.com, menurut Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dirjen Dukcapil) Kementerian Dalam Negeri Zudan Arif Fakrulloh, chip tersebut berfungsi untuk menyimpan data pribadi penduduk seperti yang tercantum dalam e-KTP. "Termasuk menyimpan sidik jari dan foto," kata Zudan pada 13 Februari 2021.

Zudan mengatakan chip tersebut juga bisa mencegah penyalahgunaan dan pemalsuan KTP elektronik. Karena itu, Zudan mengingatkan agar masyarakat tidak mencopot chip yang ada di e-KTP. "Dengan adanya chip, mencegah penyalahgunaan dan pemalsuan. Misalnya, Anda ke kantor pajak, cocokkan datanya, ke bank, cocokkan datanya," ujarnya.

Meski berhasil mencopot chip itu, menurut Zudan, masyarakat tidak akan bisa membaca data yang ada di dalamnya dengan mudah. Sebab, chip tersebut hanya bisa dibaca melalui card reader, di mana untuk memakainya mesti melalui perjanjian kerja sama dengan Dukcapil. "Ada perjanjian kerjasama dengan Dukcapil untuk bisa operasionalkan alat tersebut," katanya.

Zudan pun memastikan bahwa chip pada e-KTP tidak bisa digunakan untuk menyadap maupun melacak keberadaan pemiliknya. Pasalnya, fungsi chip itu murni hanya untuk menyimpan data pribadi pemilik KTP elektronik. Jika KTP sudah tak terpakai, Zudan mengingatkan agar masyarakat tidak membuang atau membongkar chipnya, tapi mengembalikannya ke Dukcapil.

Penggunaan chip pada KTP elektronik dimulai sejak 2011, dengan terbitnya Peraturan Presiden Nomor 67 Tahun 2011 yang merevisi Perpres Nomor 26 Tahun 2009 tentang Penerapan KTP Berbasis Nomor Induk Kependudukan (NIK) secara Nasional. Dalam Pasal 10 A Perpres ini, disebutkan bahwa KTP-el adalah KTP yang dilengkapi dengan chip berisi rekaman elektronik.

Menurut Perpres Nomor 26 Tahun 2009, rekaman elektronik tersebut berisi biodata, pas photo, dan sidik jari seluruh jari tangan pemilik KTP elektronik. KTP-el merupakan identitas resmi bukti domisili penduduk, yang digunakan untuk pengurusan kepentingan yang berkaitan dengan administrasi pemerintahan.

Dikutip dari CNN Indonesia, KTP elektronik digulirkan di era pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono atau SBY, sekitar 2010-2011. KTP-el adalah dokumen kependudukan yang memuat sistem keamanan atau pengendalian baik dari sisi administrasi ataupun teknologi informasi dengan berbasis pada data base kependudukan nasional.

KTP ini disebut elektronik karena dilengkapi fitur utama biometrik dan chip. Chip berfungsi sebagai alat penyimpanan data elektronik penduduk yang diperlukan, termasuk data biometrik. Data yang termuat dalam chip dapat dibaca secara elektronik dengan alat tertentu seperti card reader. Namun, data ini juga telah dienkripsi dengan algoritma kroptografi tertentu.

KTP elektronik terdiri dari sembilan layer. Chip ditanam di antara plastik putih dan transparan pada dua layer teratas. Chip ini memiliki antena di dalamnya yang akan mengeluarkan gelombang jika digesek. Gelombang inilah yang akan dikenali oleh alat pendeteksi sehingga dapat diketahui apakah KTP berada di tangan pemilik.

Dilansir dari situs resmi Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), chip KTP elektronik merupakan kartu pintar berbasis mikroprosesor dengan besaran memori 8 kilobyte. Kartu ini memiliki antar muka contactless dan metode pengamanan data berupa autentikasi antara chip dan reader/writer (anti cloning), kerahasiaan data (enkripsi), serta tanda tangan digital.

Chip e-KTP menyimpan biodata, tanda tangan, pas photo, dan dua data sidik jari dengan kualitas terbaik saat dilakukan perekaman. Default-nya adalah sidik telunjuk tangan kanan dan sidik jari telunjuk tangan kiri. Chip dapat dibaca oleh card reader dengan standar antar muka ISO 14443 A dan ISO 14443 B.

Menurut pakar telematika Roy Suryo dalam cuitannya di Twitter pada 14 Februari 2021, selama kapasitas chip di e-KTP hanya 8 kilobyte seperti sekarang, fungsi tracker atau pelacakan seperti yang dikhawatirkan dalam video tersebut belum akan terjadi. "Jadi, enggak usah lebay, kecuali kalau sudah jadi 32 kilobyte besok-besoknya. Sayang saja e-KTP-nya kalau digunting-gunting," ujarnya.

KESIMPULAN

Berdasarkan pemeriksaan fakta Tempo, klaim bahwa chip yang ditanamkan pada KTP elektronik berfungsi untuk melacak lokasi penduduk, keliru. Chip pada KTP-el bukanlah alat untuk melacak lokasi pemiliknya. Chip ini hanya berfungsi untuk menyimpan data pribadi si pemilik e-KTP, mulai dari biodata, pas photo, hingga sidik jari.

TIM CEK FAKTA TEMPO

Catatan Redaksi: Artikel ini diubah pada 16 Februari 2021 pukul 15.15 WIB untuk menambahkan penjelasan dari pakar telematika Roy Suryo di bagian "Pemeriksaan Fakta".

Anda punya data/informasi berbeda, kritik atau masukan untuk artikel cek fakta ini? Kirimkan ke cekfakta@tempo.co.id