Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

[Fakta atau Hoaks] Benarkah Otto Iskandar Dinata Tewas oleh Laskar Hitam yang Terkait PKI?

Rabu, 30 September 2020 13:07 WIB

[Fakta atau Hoaks] Benarkah Otto Iskandar Dinata Tewas oleh Laskar Hitam yang Terkait PKI?

Klaim bahwa pahlawan nasional Otto Iskandar Dinata tewas di tangan Laskar Ubel-ubel Hitam yang berafiliasi dengan Partai Komunis Indonesia atau PKI beredar di media sosial. Klaim ini disertai dengan foto uang kertas pecahan Rp 20 ribu yang memuat gambar Otto Iskandar Dinata.

Salah satu akun yang mengunggah klaim tersebut adalah akun Yanne Diana, yakni pada 26 September 2020. Klaim ini terdapat dalam sebuah tulisan panjang yang menceritakan kisah kematian Otto Iskandar Dinata di tepi Pantai Ketapang, Mauk, Tangerang.

Menurut tulisan itu, kepala Otto Iskandar Dinata dipancung oleh komplotan Laskar Ubel-ubel Hitam yang bernama Mujitaba. Laskar ini pun diklaim sebagai bagian dari PKI. Cerita ini disebut bersumber dari buku berjudul “Ayat-Ayat Yang Di Sembelih” cetakan kedua, halaman 29-31.

“Hingga kini, anak cucu Otto, para peziarah dari berbagai penjuru Indonesia, hanya bisa menziarahi pasir dan air Pantai Mauk yang menjadi saksi kebengisan gerombolan PKI Ubel-ubel hitam,” demikian salah satu narasi dalam tulisan tersebut.

Adapun dalam foto uang kertas pecahan Rp 20 ribu yang bergambar Otto Iskandar Dinata, tertulis teks yang berbunyi, “Taukah kalian gambar pahlawan di uang kertas 20000 lama, ? Dia adalah Otto Iskandar Dinata, bekas menteri pertahanan RI di era bung Karno. Dia dipenggal kepalanya ,lalu jasadnya di Larung kelautan oleh laskar umbul-umbul hitam PKI.”

Gambar tangkapan layar unggahan akun Facebook Yanne Diana.

Apa benar Otto Iskandar Dinata tewas oleh Laskar Ubel-ubel Hitam yang berafiliasi dengan PKI?

PEMERIKSAAN FAKTA

Berdasarkan verifikasi Tim CekFakta Tempo, lewat wawancara dengan sejarawan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Asvi Warman Adam serta penelusuran pemberitaan media, tidak ada bukti yang menunjukkan keterkaitan antara penculik Otto Iskandar Dinata dengan PKI. Buku "Ayat-Ayat Yang Disembelih" juga dianggap menyesatkan karena tidak berdasarkan fakta-fakta yang ada.

Dalam artikel sejarah Otto Iskandar Dinata yang ditulis Tirto, kematian Otto yang tragis bermula saat dia menjadi Menteri Negara pada 1945. Salah satu yang menjadi urusan Otto adalah masalah keamanan, termasuk mengkoordinir pembentukan tentara yang saat itu masih bernama Badan Keamanan Rakyat (BKR).

Isu BKR ini cukup riskan dan sensitif lantaran melibatkan sejumlah pihak dari latar belakang militer yang berbeda, di antaranya mantan anggota Pembela Tanah Air (PETA) dan Heiho bentukan Jepang serta bekas prajurit KNIL bentukan Belanda. Tidak semua pihak setuju dengan penyatuan para mantan tentara itu ke BKR. Mereka yang tidak sepakat kemudian membentuk laskar masing-masing.

Sejumlah referensi menyebut bahwa Otto diculik oleh salah satu laskar yang bermarkas di Tangerang pada 19 Desember 1945, dan dibawa ke suatu tempat di pesisir Pantai Mauk, Tangerang.

Versi lain soal penyebab pembunuhan Otto diungkap oleh Iip D. Yahya dalam Buku "Oto Iskandar di Nata: The Untold Stories". Iip menelusuri catatan sidang pengadilan Mujitaba dan kawan-kawan, tersangka pembunuhan Otto, pada 1957. Anggota Laskar Hitam yang menculik Otto, menurut Iip, termakan desas-desus yang disebarkan oleh agen-agen NICA, bahwa Otto adalah mata-mata Belanda. Tujuan NICA menyebarkan isu ini untuk menyingkirkan orang-orang yang dianggap menghalangi upaya rekolonisasi Belanda.

Sejarawan Asvi Warman Adam menjelaskan Laskar Hitam tidak memiliki ideologi yang jelas. Mereka menculik orang-orang yang dianggap mata-mata Belanda atau Jepang. “Laskar tersebut yang membawa Otista (Otto Iskandar Dinata) ke Tangerang, lalu dihabisi di Pantai Mauk oleh seorang polisi bernama Mujitaba. Pada 1959, di pengadilan, Mujitaba divonis 15 tahun,” kata Asvi ketika dihubungi Tempo pada 30 September 2020.

Asvi pun tidak melihat kaitan antara Laskar Hitam dengan PKI. Apalagi, dalam persidangan, hakim hanya mengusut Mujitaba. “Yang membunuh adalah seorang polisi. Itu jelas, jelas nama, Mujitaba. Di pengadilan, dia menyebut beberapa nama. Jaksa penuntut umum, Prijana Abdurrasyid, meminta waktu sidang diperpanjang untuk memeriksa beberapa nama yang disebut. Tapi hakim menolak dan menjatuhkan vonis. Jadi, perkara ini berhenti sampai Mujitaba. Saya tidak melihat hubungan penculik Laskar Hitam dengan PKI."

Dalam wawancara bersama CNN Indonesia, Asvi Warman Adam juga menyebut buku "Ayat-ayat yang Disembelih" yang ditulis oleh Anab Afifi dan Thowaf Zuharon adalah salah satu buku tentang peristiwa 1965 yang menyesatkan karena cerita di dalamnya tidak dapat dipastikan kebenarannya.

Buku itu menceritakan tentang tragedi yang terjadi di Brebes, Tegal, dan Pemalang dalam revolusi sosial setelah 1945. Tokoh utama dalam cerita itu adalah Kutil alias Sahyani yang digolongkan sebagai anggota PKI. Padahal, dalam disertasi Anton Lucas, peneliti berkewarganegaraan Australia, Kutil disebut sebagai preman yang memiliki padepokan. Dia dipanggil Kutil karena memiliki penyakit kulit berupa kutil di wajahnya. Asvi tidak yakin apakah Kutil benar-benar preman atau kiai.

KESIMPULAN

Berdasarkan pemeriksaan fakta Tempo, klaim bahwa "Otto Iskandar Dinata tewas di tangan laskar yang berkaitan dengan PKI" tidak terbukti. Hasil persidangan menyimpulkan bahwa Otto Iskandar Dinata dibunuh oleh seorang polisi bernama Mujitaba, yang disebut sebagai anggota Laskar Hitam. Ketika itu, sejumlah pihak yang tidak sepakat dengan penyatuan para mantan tentara PETA, Heiho, dan KNIL ke BKR memang membentuk beberapa laskar. Namun, tidak ditemukan bukti adanya hubungan antara Laskar Hitam dengan PKI.

IKA NINGTYAS

Anda punya data/informasi berbeda, kritik atau masukan untuk artikel cek fakta ini? Kirimkan ke cekfakta@tempo.co.id