[Fakta atau Hoaks] Benarkah Jenazah Pasien Covid-19 yang Berdaster Ini Tak Dimakamkan Sesuai Syariat Islam?
Selasa, 28 Juli 2020 12:08 WIB
Gambar tangkapan layar sebuah unggahan yang berisi foto seorang jenazah dengan kain kafan yang terbuka dan terlihat masih mengenakan daster beredar di media sosial. Jenazah dalam foto itu diklaim sebagai jenazah pasien Covid-19 di Medan, Sumatera Utara, yang saat dimakamkan masih mengenakan daster dan tidak sesuai dengan syariat fardu kifayah Islam.
"Meninggal postif covid 19 di RSU Sembiring, Medan. Di kuburkan di perkuburan suka maju stm sesuai protokol kesehatan. Ternyata peti jenazah tidak maut., maka pihak keluarga membuka peti, dan ternyata si mayat masih menggunakan daster (tidak sesuai dgn syariat fardhu kifayah islam). Yg penting dapat target, cair dananya," demikian klaim dalam gambar tangkapan layar tersebut.
Di Facebook, salah satu akun yang mengunggah gambar tangkapan layar itu adalah Muh Taufiq Hidayat, yakni pada 26 Juli 2020. Akun tersebut hanya menuliskan narasi, “Terlalu miris.” Hingga artikel ini dimuat, unggahan akun Muh Taufiq Hidayat tersebut telah dibagikan lebih dari 1.400 kali dan dikomentari lebih dari 200 kali.
Gambar tangkapan layar unggahan akun Facebook Muh Taufiq Hidayat.
Apa benar jenazah pasien Covid-19 yang berdaster itu tidak dimakamkan sesuai syariat Islam?
PEMERIKSAAN FAKTA
Berdasarkan penelusuran Tim CekFakta Tempo, jenazah perempuan yang berdaster itu tercatat sebagai pasien Rumah Sakit Umum (RSU) Sembiring, Kecamatan Deli Tua, Kabupaten Deli Serdang, Medan. Pasien ini masuk rumah sakit pada 23 Juli 2020 dan meninggal keesokan harinya.
Dilansir dari IDN Times, jenazah perempuan itu dikuburkan dengan protokol Covid-19 di Pemakaman Suka Maju, Jalan STM Medan, Sumatera Utara. Tapi masalah muncul saat pemakaman, di mana peti jenazah tidak muat masuk ke liang lahat. Akhirnya, keluarga membuka peti dan melihat jenazah perempuan itu masih menggunakan daster di balik kain kafan.
Lurah Suka Maju, Harry Agus Perdana, membenarkan peristiwa tersebut. Dia mengatakan bahwa pasien perempuan tersebut masuk ke RSU Sembiring pada 23 Juli dengan catatan penyakit jantung. Namun, pada 24 Juli subuh, pasien perempuan itu dinyatakan meninggal.
“Ketika saya hadir di lokasi, kondisi peti jenazah sudah terbuka. Tidak tahu pasti siapa yang membuka. Ada info di lapangan bahwa pihak keluarga yang membuka peti. Tapi (memang) itu belum dipastikan Covid-19 atau tidak. Informasi yang kami terima dari rumah sakit, warga kita yang meninggal hasil rapid test-nya reaktif," kata Harry.
Karena hasil rapid test pasien itu reaktif, rumah sakit mengarahkan keluarga agar pemakaman dilakukan sesuai protokol Covid-19. Meski sempat ada penolakan, akhirnya keluarga menerima dengan kesepakatan jenazah dimakamkan di pemakaman Covid-19 dan tetap dilakukan sesuai protokol Covid-19.
"Waktu proses pemakaman awal, tidak ada masalah. Tapi info yang diterima dari keluarga, petinya tidak muat. Lalu, oleh keluarga, petinya dibongkar sehingga nampaklah jenazah yang masih berdaster itu," tuturnya. Keluarga pun menuding rumah sakit belum memandikan jenazah. Namun, Harry menyebut rumah sakit telah memastikan jenazah dimandikan sebelum dikafani dan dimasukkan ke peti.
"Saya tanya petugas itu, 'Ini bagaimana jenazah? Apakah sudah dimandikan atau bagaimana?' Jawaban dari petugas RSU Sembiring, 'Pak, sudah kita mandikan. Saya langsung yang mandikan, demi Allah.'," ujar Harry. Harry menyebut pihaknya pun berupaya memediasi keluarga dengan rumah sakit yang terlibat keributan. Akhirnya, pemakaman dilanjutkan dengan protokol Covid-19
Dikutip dari Detik.com, juru bicara Gugus Tugas Covid-19 Sumatera Utara, Aris Yudhariansyah, turut memberikan penjelasan soal protokol pengurusan jenazah pasien terkait Covid-19. Menurutnya, Majelis Ulama Indonesia (MUI) telah mengeluarkan fatwa soal hal itu.
"Fatwa MUI Nomor 18 Tahun 2020 bagi jenazah yang menurut medis dapat dimandikan, jenazah dimandikan tanpa harus dibuka pakaiannya," katanya. Selain itu, menurut fatwa tersebut, jenazah bisa hanya ditayamumkan. "Jika petugas yang memandikan tidak ada yang berjenis kelamin sama (dengan jenazah), dimandikan oleh petugas yang ada dengan syarat jenazah tetap memakai pakaian. Jika tidak, ditayamumkan," kata Aris.
Fatwa MUI Nomor 18 Tahun 2020
MUI telah mengeluarkan Fatwa Nomor 18 Tahun 2020 tentang pedoman pengurusan jenazah (tajhiz al-jana’iz) muslim yang terinfeksi Covid-19. Fatwa ini menegaskan kembali Fatwa MUI Nomor 14 tahun 2020 angka 7 yang menetapkan:
“Pengurusan jenazah (tajhiz al-jana’iz) yang terpapar Covid-19, terutama dalam memandikan dan mengafani, harus dilakukan sesuai protokol medis dan dilakukan oleh pihak yang berwenang dengan tetap memperhatikan ketentuan syariat. Sedangkan untuk mensalatkan dan menguburkannya dilakukan sebagaimana biasa dengan tetap menjaga agar tidak terpapar Covid-19.”
Pedoman memandikan jenazah yang terpapar Covid-19 adalah sebagai berikut:
- Jenazah dimandikan tanpa harus dibuka pakaiannya.
- Petugas wajib berjenis kelamin yang sama dengan jenazah yang dimandikan dan dikafani.
- Jika petugas yang memandikan tidak ada yang berjenis kelamin sama, maka dimandikan oleh petugas yang ada, dengan syarat jenazah dimandikan tetap memakai pakaian. Jika tidak, maka ditayamumkan.
- Petugas membersihkan najis (jika ada) sebelum memandikan.
- Petugas memandikan jenazah dengan cara mengucurkan air secara merata ke seluruh tubuh.
- Jika atas pertimbangan ahli yang terpercaya bahwa jenazah tidak mungkin dimandikan, maka dapat diganti dengan tayamum sesuai ketentuan syariah, yaitu dengan cara: 1) mengusap wajah dengan kedua tangan jenazah (minimal sampai pergelangan) dengan debu, 2) untuk kepentingan perlindungan pada saat mengusap, petugas tetap menggunakan alat pelindung diri (APD).
- Jika menurut pendapat ahli yang terpercaya bahwa memandikan atau menayamumkan tidak mungkin dilakukan karena membahayakan petugas, maka berdasarkan ketentuan dlarurah syar’iyyah, jenazah tidak dimandikan atau ditayamumkan.
Adapun pedoman mengafani jenazah yang terpapar Covid-19 adalah sebagai berikut:
- Setelah jenazah dimandikan atau ditayamumkan, atau karena dlarurah syar’iyyah tidak dimandikan atau ditayamumkan, maka jenazah dikafani dengan menggunakan kain yang menutup seluruh tubuh dan dimasukkan ke dalam kantong jenazah yang aman dan tidak tembus air untuk mencegah penyebaran virus dan menjaga keselamatan petugas.
- Setelah pengafanan selesai, jenazah dimasukkan ke dalam peti jenazah yang tidak tembus air dan udara dengan dimiringkan ke kanan sehingga saat dikuburkan jenazah menghadap kea rah kiblat.
- Jika setelah dikafani masih ditemukan najis pada jenazah, maka petugas dapat mengabaikan najis tersebut.
Keputusan Menteri Kesehatan
Dilansir dari Kompas.com, pemerintah telah menerbitkan revisi pedoman pencegahan dan pengendalian Covid-19 melalui Keputusan Menteri Kesehatan Nomor HK.01.07/Menkes/413/2020. Dalam Kepmenkes tersebut, diatur beberapa perubahan, termasuk istilah-istilah operasional hingga kriteria atau protokol tertentu, salah satunya tentang pencegahan dan pengendalian infeksi untuk pemulasaraan jenazah.
Memandikan jenazah perlu dilakukan untuk mengantisipasi terjadinya penularan virus dari jenazah tersebut. Memandikan jenazah hanya dapat dilakukan setelah tindakan disinfeksi. Petugas jenazah dibatasi sebanyak dua orang. Sementara, keluarga yang hendak membantu memandikan jenazah juga dibatasi serta menggunakan APD sebagaimana petugas pemandi jenazah.
Setelah dimandikan dan dikafani atau diberi pakaian, jenazah dimasukkan ke dalam kantong jenazah atau dibungkus dengan plastik dan diikat rapat. Apabila diperlukan peti jenazah, maka dilakukan dengan cara berikut:
- Jenazah dimasukkan ke dalam peti jenazah dan ditutup rapat.
- Pinggiran peti disegel dengan sealant/silikon dan dipaku/disekrup sebanyak 4-6 titik dengan jarak masing-masing 20 cm.
- Peti jenazah yang terbuat dari kayu harus kuat, rapat, dan ketebalan peti minimal 3 cm.
Adapun beberapa ketentuan dalam pemakaman adalah sebagai berikut:
- Pemakaman jenazah dilakukan sesegera mungkin dengan melibatkan pihak RS dan dinas pertamanan.
- Pelayat yang menghadiri pemakaman tetap menjaga jarak dengan jarak aman minimal 2 meter.
- Penguburan dapat dilakukan di pemakaman umum.
- Penguburan beberapa jenazah dalam satu liang kubur dibolehkan pada kondisi darurat.
- Pemakaman dapat dihadiri oleh keluarga dekat dengan tetap memperhatikan physical distancing dengan jarak minimal 2 meter maupun kewaspadaan standar. Setiap individu pelayat atau keluarga yang menunjukkan gejala Covid-19 tidak boleh hadir.
- Jenazah yang menggunakan peti harus dipastikan peti tersebut telah ditutup dengan erat.
- Penguburan jenazah dilakukan dengan cara memasukkan jenazah bersama peti ke dalam liang kubur tanpa harus membuka peti, plastik, dan kain kafan.
- Petugas pemakaman harus menggunakan APD standar yang terdiri dari masker bedah dan sarung tangan tebal. APD yang telah digunakan merupakan limbah medis yang harus dilakukan pengelolaan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
KESIMPULAN
Berdasarkan pemeriksaan fakta Tempo, klaim bahwa jenazah pasien Covid-19 yang berdaster dalam foto di atas tidak dimakamkan sesuai syariat Islam, keliru. Hingga artikel ini dimuat, pasien tersebut belum diketahui apakah positif Covid-19. Meskipun begitu, hasil rapid test pasien itu reaktif sehingga dimakamkan sesuai protokol Covid-19. Menurut Harry Agus Perdana, Lurah Suka Maju, tempat jenazah itu dimakamkan, rumah sakit telah memastikan jenazah tersebut dimandikan sebelum dikafani dan dimasukkan ke peti. Menurut Fatwa MUI Nomor 18 Tahun 2020 tentang pedoman pengurusan jenazah (tajhiz al-jana’iz), muslim yang terpapar Covid-19 pun dapat dimandikan tanpa harus dibuka pakaiannya.
ZAINAL ISHAQ
Anda punya data/informasi berbeda, kritik atau masukan untuk artikel cek fakta ini? Kirimkan ke cekfakta@tempo.co.id