Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

[Fakta atau Hoaks] Benarkah Thermo Gun Bisa Rusak Struktur Otak Manusia?

Selasa, 21 Juli 2020 15:49 WIB

[Fakta atau Hoaks] Benarkah Thermo Gun Bisa Rusak Struktur Otak Manusia?

Video pendek yang berisi potongan wawancara Helmy Yahya dengan ahli ekonomi Ichsanuddin Noorsy tentang klaim bahwa termometer tembak atau thermo gun bisa merusak struktur otak manusia beredar di YouTube. Video tersebut diunggah salah satunya oleh kanal KlikLembaran, yakni pada 19 Juli 2020.

Dalam video berdurasi satu menit itu, Ichsanudin menyatakan penolakannya terhadap pemakaian thermo gun untuk pemeriksaan suhu tubuh. Ia mengklaim bahwa thermo gun seharusnya dipakai untuk memeriksa kabel panas, bukan untuk mengecek suhu tubuh seseorang.

“Lasernya dipakai untuk memeriksa kabel panas, bukan untuk memeriksa temperatur manusia. Dan kita menerima. Dan mereka menjual alat dengan mahal. Kita dibodohi, kepala kita ditembak laser, kita tidak tahu dampak kerusakan pada struktur otak. Kalau saya tidak mau,” katanya.

Selama pandemi Covid-19, thermogan memang digunakan secara luas untuk mengetahui suhu tubuh seseorang tanpa terjadinya kontak fisik.

Gambar tangkapan layar video unggahan kanal YouTube KlikLembaran.

Namun, benarkah thermo gun bisa merusak struktur otak manusia?

PEMERIKSAAN FAKTA

Berdasarkan penelusuran Tim CekFakta Tempo, thermo gun untuk mengecek suhu tubuh bekerja dengan menerima pancaran inframerah dari suatu benda, bukan mengeluarkan radiasi apalagi laser sebagaimana yang diklaim oleh Ichsanuddin Noorsy. Selama ini, thermo gun dengan laser hanya digunakan untuk keperluan pengukuran temperatur pada industri, bukan medis. 

“Thermo gun tidak mengeluarkan radiasi apapun. Fungsinya receiver atau detektor radiasi, bukan transmitter atau pemancar radiasi,” ujar Ketua Departemen Fisika Kedokteran Klaster Medical Technology IMERI Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Prasandhya Astagiri Yusuf, saat dihubungi pada 21 Juli 2020.

Thermo gun untuk penapis suhu tubuh, kata Prasandya, memiliki mekanisme dan fungsi kerja yang berbeda dengan termometer untuk memeriksa kabel panas industri. Untuk industri, digunakan spektrum temperatur yang lebih lebar, misalnya -50 sampai 300 derajat Celcius, sehingga resolusinya biasanya sebesar 0,5 derajat celsius. Adapun temperatur medis menggunakan resolusi yang lebih kecil, yakni 0,1 derajat Celsius. 

Departemen Fisika Kedokteran Klaster Medical Technology IMERI secara khusus menerbitkan penjelasan ilmiah soal thermo gun di situs resminya pada 21 Juli 2020.

Secara teknis, cara kerja thermo gun suhu tubuh pun berbeda dengan cara kerja termometer raksa atau digital yang menggunakan prinsip rambatan panas secara konduksi. Termometer tembak menggunakan prinsip rambatan panas melalui radiasi. Dalam prinsip ilmu fisika kedokteran, setiap benda dengan temperatur lebih besar dari 0 Kelvin akan memancarkan radiasi elektromagnetik atau sering disebut radiasi benda hitam (Hukum Wien).

Kelvin (K) adalah satuan baku untuk temperatur dengan konversi 0 derajat Celcius setara dengan 273 K. Kisaran suhu tubuh manusia normal, yakni 36-37,5 derajat Celcius, berada di dalam pancaran spektrum inframerah jika dilihat dari jangkauan radiasi elektromagnetik. Energi radiasi dari permukaan tubuh ditangkap, kemudian diubah menjadi energi listrik dan ditampilkan dalam angka digital temperatur derajat Celcius pada thermogun. 

Prinsip teknologi serupa juga digunakan di kamera termal untuk pengecekan temperatur di bandara serta thermal goggles di dunia militer untuk mendeteksi keberadaan seseorang di kondisi yang gelap.

Termometer inframerah yang tersedia di pasaran umumnya bekerja untuk mendeteksi temperatur gendang telinga (termometer telinga) atau temperatur dahi (termometer dahi). Penggunaan dahi untuk pengukuran temperatur, kata Prasandya, memang paling optimal dan reliabel untuk menggambarkan suhu tubuh sebenarnya. Termometer dahi juga lebih cocok untuk skrining gejala demam Covid-19 karena hanya perlu “ditembak” ke arah dahi tanpa perlu bersentuhan secara langsung dengan kulit.

Ini berbeda dengan termometer telinga. Meskipun hasilnya lebih akurat, pengukuran temperatur dengan termometer ini mensyaratkan kontak langsung dengan kulit seseorang sehingga kurang cocok untuk skrining gejala demam Covid-19.

“Sama saja seperti termometer air raksa yang penggunaannya perlu dipasang di ketiak, mulut, atau rektum. Apakah bisa jika diukur di tempat lainnya atau misal digenggam di tangan? Jawabannya bisa saja, namun tidak menggambarkan temperatur tubuh yang sesungguhnya,” kata Prasandya.

Termometer tembak mendeteksi temperatur arteri temporal pada dahi untuk mengestimasi suhu tubuh seseorang. Yang perlu diperhatikan, akurasi pengukuran temperatur bergantung pada jarak dan sudut thermo gun terhadap objek yang diukur sehingga terkadang mempengaruhi hasil pengukuran yang bisa berubah-ubah.

Sementara laser (light amplification by stimulated emission of radiation atau amplifikasi cahaya melalui pancaran terstimulasi) biasanya ditemui pada pointer untuk presentasi, pembaca atau penulis CD dan DVD, serta pemotong jaringan pada prosedur pembedahan. Energinya disesuaikan dengan fungsi, semakin besar akan semakin destruktif.

Beberapa thermo gun industri mungkin saja dilengkapi dengan laser berenergi rendah, tapi fungsinya sebagai penunjuk (pointer) untuk ketepatan arah sehingga tidak ada kaitan langsung dengan fungsi pengukuran temperatur. Apakah laser tersebut berbahaya untuk otak manusia? Sama halnya dengan laser pointer, laser ini tidak memiliki efek bahaya bagi otak. Tapi hindari menembakkannya ke arah mata secara langsung karena dapat merusak retina.

Dinyatakan aman oleh FDA Amerika Serikat

Penggunaan termometer tembak sebagai pengukuran suhu tubuh di tengah pandemi Covid-19 telah dinyatakan aman oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan AS (FDA). Penggunaan termometer tembak tanpa kontak fisik dapat membantu penapisan sebagai upaya mengurangi risiko penyebaran Covid-19. Selain itu, termometer tembak mudah digunakan, dibersihkan, dan didisinfeksi serta dapat mengukur suhu tubuh dengan cepat. 

Meski begitu, ditekankan bahwa orang yang menggunakan termometer ini harus secara ketat mengikuti pedoman cara penggunaan maupun rekomendasi dari pabrik, seperti jarak pengukuran yang benar.

Sementara menurut Ketua Departemen Fisika Kedokteran Klaster Medical Technology IMERI Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Prasandhya Astagiri Yusuf, setiap thermo gun idealnya harus divalidasi dan dikalibrasi oleh perusahan tersertifikasi. Hal ini untuk mencegah merek palsu yang beredar serta menjaga kualitas akurasi hasilnya. “Tapi paling mudahnya bisa cross-check dengan hasil termometer raksa atau digital konduktif, apakah ada perbedaan signifikan dari pembacaan hasil. Harus diuji juga berkali-kali untuk melihat reliabilitasnya,” kata Prasandhya.

Menurut Prasandya, pengukuran temperatur tubuh dengan thermo gun tidak bisa dijadikan acuan utama terkait apakah seseorang menderita Covid-19 atau tidak, karena pasien Covid-19 bisa saja tidak memiliki gejala demam. “Kami berharap penggunaan thermo gun secara luas di tempat-tempat publik, seperti pusat perbelanjaan, perkantoran, dan layanan transportasi publik, disertai dengan SOP yang jelas," ujarnya.

Klaim serupa pernah beredar di Afrika Timur hingga Argentina

Klaim yang dilontarkan oleh Ichsanuddin Noorsy tersebut pernah beredar sebelumnya di sejumlah negara di Afrika Timur serta Argentina. Organisasi pemeriksa fakta setempat, PesaCheck, mendokumentasikan sebuah cuitan di Twitter pada 13 Juli 2020 yang berisi klaim bahwa thermo gun membunuh sel neuron dan dapat menyebabkan kerusakan otak. Cuitan itu pun menuliskan peringatan agar termometer tidak langsung ditembakkan ke kepala, tapi ke bagian tubuh lain seperti tangan atau jari.

Ngumbau Kitheka, dokter dari Rumah Sakit Kenyatta, menjelaskan bahwa termometer tembak tidak memancarkan energi atau radiasi. Sebaliknya, tubuh manusialah yang memancarkan radiasi inframerah yang kemudian diserap oleh termometer tembak. Alat ini kemudian menginterpretasikan suhu tubuh seseorang. “Manusia memancarkan panas dalam bentuk radiasi termal asalkan suhu lingkungan di atas nol mutlak,” katanya.

Hal itu juga ditegaskan oleh Leonard Mabele, dosen di Universitas Strathmore. Menurut dia, termometer inframerah non-kontak bekerja dengan sensor inframerah pasif yang mengukur emisi inframerah suatu objek. Sensor pada thermo gun kemudian mengartikan emisi inframerah dari tubuh sebagai suhu, dan mencerminkan ini sebagai nilai numerik. “Sinar yang dipancarkan oleh thermo gun digunakan untuk membantu pengukuran secara akurat titik-titik pada suatu objek,” katanya. 

International Fact-Checking Network (IFCN) pun telah mendokumentasikan sejumlah klaim keliru tentang bahaya termometer tembak tersebut yang beredar di Amerika Latin, seperti di Lithuania, Meksiko, dan Argentina, sepanjang Juni 2020. Namun, sejumlah organisasi pemeriksa fakta telah membantahnya.

KESIMPULAN

Berdasarkan pemeriksaan fakta Tempo, klaim bahwa termometer tembak atau thermo gun mengeluarkan laser yang dapat merusak struktur otak manusia adalah klaim yang keliru. Thermo gun untuk mengecek suhu tubuh bekerja dengan menerima pancaran inframerah dari suatu benda, bukan mengeluarkan radiasi apalagi laser. Selama ini, thermo gun dengan laser hanya digunakan untuk keperluan pengukuran temperatur pada industri, bukan medis. 

IKA NINGTYAS

Anda punya data/informasi berbeda, kritik atau masukan untuk artikel cek fakta ini? Kirimkan ke cekfakta@tempo.co.id