Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

[Fakta atau Hoaks] Benarkah Putusan MA Batalkan Kemenangan Jokowi-Ma'ruf Amin di Pilpres 2019?

Kamis, 9 Juli 2020 14:36 WIB

[Fakta atau Hoaks] Benarkah Putusan MA Batalkan Kemenangan Jokowi-Ma'ruf Amin di Pilpres 2019?

Klaim bahwa Putusan Mahkamah Agung (MA) Nomor 44 Tahun 2019 membatalkan kemenangan Jokowi-Ma'ruf Amin dalam Pilpres 2019 beredar di media sosial. Klaim itu salah satunya dibagikan oleh akun Facebook Navias Tanjung, yakni pada 7 Juli 2020. Akun ini pun menulis bahwa Jokowi-Ma'ruf harus segera melepaskan jabatannya sebagai presiden dan wakil presiden karena putusan itu.

Di bagian awal unggahannya, akun Navias Tanjung menulis, "RE: BREAKING NEWS....!!! Keputusan MA No.44 Tahun 2019 Sifatnya Mengikat (Binding) Secara Hukum, JOKOWI-MA'RUF Harus Segera Melepas Jabatan Presiden dan Wakil Presiden, Keputusan dan Ketetapan KPU Pilpres 2019 Batal Demi HUKUM, Kemenangan JKW-MA'RUF Tidak Memenuhi Syarat Yang Ditetapkan Oleh UU Nomer 7 Tahun 2017."

Akun ini juga menulis agar Jokowi-Ma’ruf membentuk pemerintahan transisi dan menyerahkan kekuasaannya kepada Menteri Pertahanan, Menteri Dalam Negeri, serta Menteri Luar Negeri. “Pemerintahan transisi menyiapkan PILPRES ulang (revoting) antara JKW-MA'RUF Vs. PS-SANDI atau menyiapkan special presidential election dalam waktu 3 bulan dan tidak lebih dari 6 bulan dari pemerintahan transisi dimulai.

Unggahan itu pun dilengkapi dengan gambar tangkapan layar dokumen Putusan MA Nomor 44 Tahun 2019 yang di dalamnya memuat enam poin putusan. Di poin pertama, MA mengabulkan permohonan pengujian hak materiil dari tujuh pemohon, salah satunya politikus Partai Gerindra Rachmawati Soekarnoputri.

Adapun di poin ketiga, yang dalam gambar itu dilingkari merah, MA menyatakan ketentuan Pasal 3 Ayat 7 Peraturan Komisi Pemilihan Umum (KPU) Nomor 5 Tahun 2019 tentang Penetapan Pasangan Calon Terpilih, Penetapan Perolehan Kursi, dan Penetapan Calon Terpilih dalam Pemilihan Umum tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.

Gambar tangkapan layar unggahan akun Facebook Navias Tanjung.

Apa benar Putusan MA Nomor 44 Tahun 2019 membatalkan kemenangan Jokowi-Ma'ruf Amin dalam Pilpres 2019?

PEMERIKSAAN FAKTA

Untuk memverifikasi klaim tersebut, Tim CekFakta Tempo mula-mula mengunduh Putusan MA Nomor 44 Tahun 2019 yang terbit pada 28 Oktober 2019 itu dari situs Direktori Putusan Mahkamah Agung. Putusan ini baru diunggah di situs tersebut pada Juli 2020. Dokumen itu bisa diunduh di tautan ini.

Poin-poin putusan dalam dokumen tersebut sama dengan poin-poin putusan dalam gambar unggahan akun Navias Tanjung, termasuk poin 3 bahwa ketentuan Pasal 3 Ayat 7 Peraturan KPU Nomor 5 Tahun 2019 tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.

Pasal 3 Ayat 7 Peraturan KPU Nomor 5 Tahun 2019 yang digugat itu berbunyi: "Dalam hal hanya terdapat 2 (dua) Pasangan Calon dalam Pemilu Presiden dan Wakil Presiden, KPU menetapkan Pasangan Calon yang memperoleh suara terbanyaksebagai Pasangan Calon terpilih."

Dalam putusannya, MA menyatakan Pasal 3 Ayat 7 ini bertentangan dengan Pasal 416 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Pasal 416 Ayat 1 ini mengatur bahwa paslon terpilih adalah paslon yang memperoleh suara lebih dari 50 persen dari jumlah suara dalam pilpres dengan sedikitnya 20 persen suara di lebih dari 50 persen provinsi di Indonesia.

Akan tetapi, Putusan MA Nomor 44 Tahun 2019 tersebut tidak berlaku surut sehingga tidak mempengaruhi penetapan hasil Pilpres 2019. Putusan itu terbit setelah Jokowi-Ma’ruf Amin dilantik sebagai presiden dan wakil presiden pada 20 Oktober 2019.

Berikut ini alasan mengapa Putusan MA ini tidak mempengaruhi penetapan Pilpres 2019:

Hasil Pilpres 2019 sesuai dengan Pasal 6A UUD 1945

Pasal 6A Ayat 3 UUD 1945 telah mengatur bahwa paslon yang mendapatkan suara lebih dari 50 persen dari jumlah suara dalam pemilu dengan sedikitnya 20 persen suara di setiap provinsi yang tersebar di lebih dari setengah jumlah provinsi di Indonesia dilantik menjadi presiden dan wakil presiden.

Kemudian, Pasal 6A Ayat 4 mengatur bahwa, dalam hal tidak ada paslon terpilih, dua paslon yang memperoleh suara terbanyak pertama dan kedua dalam pemilu dipilih oleh rakyat secara langsung dan pasangan yang memperoleh suara rakyat terbanyak dilantik sebagai presiden dan wakil presiden.

Komisioner KPU Hasyim Asy'ari mengatakan hasil Pilpres 2019 sudah sesuai dengan ketentuan formula pemilihan yang ditetapkan Pasal 6A UUD 1945 itu. Jokowi-Ma'ruf mendapatkan suara lebih dari 50 persen dari jumlah suara dalam pilpres. Suara sah pasangan ini berjumlah 85.607.362 suara atau 55,5 persen.

Selain itu, Jokowi-Ma'ruf mendapatkan suara sedikitnya 20 persen di setiap provinsi yang tersebar di lebih dari setengah jumlah provinsi di Indonesia. "Yaitu menang di 21 provinsi dengan perolehan suara lebih dari 50 persen di setiap provinsinya," katanya. Sementara lawannya, Prabowo Subianto-Sandiaga Uno menang di 13 provinsi.

Putusan MA tidak sesuai dengan Putusan Mahkamah Konstitusi

Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini mengatakan ada ketidaksesuaian antara Putusan MA itu dengan Putusan MK Nomor 50 Tahun 2014. Dalam putusannya, MA menyatakan Pasal 3 Ayat 7 Peraturan KPU Nomor 5 Tahun 2019 bertentangan dengan Pasal 416 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Pasal 416 Ayat 1 ini mengatur bahwa paslon terpilih adalah paslon yang memperoleh suara lebih dari 50 persen dari jumlah suara dalam pilpres dengan sedikitnya 20 persen suara di lebih dari 50 persen provinsi di Indonesia.

Adapun Putusan MK Nomor 50 Tahun 2014 menafsir bahwa Pasal 416 Ayat 1 tersebut harus dimaknai jika terdapat lebih dari dua paslon dalam pilpres. MK menafsir syarat suara minimal 50 persen dengan sedikitnya 20 persen suara di lebih dari setengah jumlah provinsi itu tak berlaku jika pilpres hanya diikuti oleh dua paslon. Namun, Titi mengatakan, jika pun syarat sebaran suara tersebut diterapkan, Jokowi-Ma'ruf tetap memenuhi ketentuan untuk memenangi pemilu seperti diatur dalam Pasal 6A Ayat 3 UUD 1945. Dengan demikian, Putusan MA teranyar itu tak berdampak pada hasil Pilpres 2019.

Putusan MK bersifat mengikat

Pakar hukum tata negara Universitas Muslim Indonesia, Fahri Bachmid, menjelaskan Putusan MA tersebut tidak berimplikasi yuridis terhadap kedudukan Jokowi-Ma’ruf sebagai pemenang Pilpres 2019. Hasil sengketa Pilpres 2019 yang telah diputuskan MK bersifat mengikat. Hasil sengketa itu menolak gugatan Prabowo-Sandi serta mengukuhkan kemenangan Jokowi-Ma’ruf.

Putusan MA tidak berlaku surut

Dosen tata negara Universitas Pamulang, Tohadi, mengatakan Putusan MA tersebut tidak berlaku surut. Putusan MA itu terbit belakangan setelah KPU menetapkan Jokowi-Ma’ruf sebagai pemenang Pilpres 2019 dan MPR melantik pasangan ini sebagai Presiden-Wakil Presiden Periode 2019-2024 pada 20 Oktober 2019. Uji materi terhadap Peraturan KPU Nomor 5 Tahun 2019 ini baru diputuskan MA sekitar sepekan setelah pelantikan.

KESIMPULAN

Berdasarkan pemeriksaan fakta Tempo, klaim bahwa Putusan MA Nomor 44 Tahun 2019 membatalkan kemenangan Jokowi-Ma'ruf Amin dalam Pilpres 2019 adalah klaim yang keliru. Pertama, Putusan MA tersebut tidak berlaku surut. Putusan itu terbit sekitar sepekan setelah Jokowi-Ma’ruf dilantik sebagai presiden dan wakil presiden. Sengketa Pilpres 2019 pun telah selesai lewat putusan MK. Putusan ini bersifat mengikat, menolak gugatan Prabowo-Sandi serta mengukuhkan kemenangan Jokowi-Ma-ruf. Selain itu, hasil Pilpres 2019 telah sesuai dengan Pasal 6A UUD 1945.

IKA NINGTYAS

Anda punya data/informasi berbeda, kritik atau masukan untuk artikel cek fakta ini? Kirimkan ke cekfakta@tempo.co.id