Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

[Fakta atau Hoaks] Benarkah Narasi yang Sebut Novel Baswedan Salahkan Jokowi dan Menyuruhnya Banding?

Rabu, 17 Juni 2020 14:28 WIB

[Fakta atau Hoaks] Benarkah Narasi yang Sebut Novel Baswedan Salahkan Jokowi dan Menyuruhnya Banding?

Akun Facebook Muhammad Bahrun Najach membagikan narasi yang menyebut penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Novel Baswedan, menyalahkan Presiden Joko Widodo atau Jokowi. Dalam unggahannya pada 13 Juni 2020 ini, akun itu juga meminta Novel untuk mengajukan banding.

Berikut narasi yang ditulis oleh akun tersebut: “Dan hasil putusan pengadilan yang terbuka pun jadi salah pak jokowi? Oee klo gk puas banding dong...

Dalam unggahannya, akun itu pun menyertakan gambar tangkapan layar sebuah judul berita yang diklaim sebagai pernyataan Novel. Judul berita tersebut berbunyi "Novel Baswedan Muak, Marah Besar pada Jokowi: Anda Telah Membiarkan Semuanya Pak, Memang Keterlaluan!".

Dalam gambar tangkapan layar tersebut, tercantum bahwa berita itu dimuat pada 11 Juni 2020. Penulisnya bernama Restu. Namun, tidak diketahui situs apa yang memuat berita tersebut.

Gambar tangkapan layar unggahan akun Facebook Muhammad Bahrun Najach.

PEMERIKSAAN FAKTA

Terkait gambar tangkapan layar

Dengan memasukkan kata kunci “Novel Baswedan Muak, Marah Besar pada Jokowi: Anda Telah Membiarkan Semuanya Pak, Memang Keterlaluan!” di mesin pencarian Google, Tim CekFakta Tempo menemukan bahwa berita tersebut dimuat oleh situs Pojok Satu pada 11 Juni 2020.

Berita ini berisi tanggapan Novel terkait ringannya tuntutan jaksa terhadap dua terdakwa kasus penyiraman air keras yang menimpanya. Dua terdakwa itu, Ronny Bugis dan Rahmat Kadir Mahulette, hanya dituntut satu tahun penjara dalam sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Utara pada 11 Juni 2020.

Dalam berita itu, terdapat tiga kutipan pernyataan Novel, yakni:

“Hari ini kita lihat apa yg saya katakan bhw sidang serangan terhadap saya hanya formalitas. Membuktikan persepsi yg ingin dibentuk n pelaku dihukum ringan.”

“Keterlaluan mmg... sehari2 bertugas memberantas mafia hukum dgn UU Tipikor.. tetapi jadi korban praktek lucu begini.. lebih rendah dari org menghina.. pak @jokowi, selamat atas prestasi aparat bapak. Mengagumkan..."

“Melihat kebusukan semua yg mrk lakukan rasanya ingin katakan TERSERAH.. Tp yg mrk lakukan ini akan jadi beban diri mrk sendiri, krn semua akan dipertanggunghawabkan. Termasuk pak @jokowi yang membiarkan aparatnya berbuat spt ini.. prestasi?”

Menurut situs Pojok Satu, pernyataan itu diambil dari cuitan Novel di akun Twitter-nya, @nazaqistsha, pada 11 Juni 2020. Tempo pun memeriksa tweet Novel. Hasilnya, memang benar bahwa tiga pernyataan itu dicuitkan oleh Novel. Dalam tiga tweet itu, dia menunjukkan kekecewaannya terhadap proses hukum atas kasus penyiraman air keras yang menimpanya.

Terkait narasi

Narasi yang ditulis oleh akun Muhammad Bahrun Najach, yakni “Dan hasil putusan pengadilan yang terbuka pun jadi salah pak jokowi? Oee klo gk puas banding dong...”, keliru. Saat ini, sidang kasus penyiraman air keras terhadap Novel masih dalam tahap tuntutan dari jaksa penuntut umum, belum masuk pada tahap putusan dari majelis hakim.

Menurut tata urutan persidangan pidana, setelah tuntutan dibacakan, sidang akan dilanjutkan dengan pembelaan atau pledoi dari terdakwa. Kemudian, sidang dilanjutkan dengan replik, duplik, dan terakhir putusan majelis hakim. Setelah putusan, terdakwa maupun pelapor bisa mengajukan banding atau menerima hasil putusan.

Pasca dibacakannya tuntutan dalam sidang pada 11 Juni 2020, Novel berharap Jokowi turun tangan agar kasusnya bisa lebih terang benderang. Sebab, menurut Novel, di negara yang menganut sistem pemerintahan presidensial, ia seharusnya bisa menanyakan hal tersebut kepada Jokowi sebagai pemegang kekuasaan pertama. Jika Jokowi ingin membangun sistem peradilan yang lebih baik, Novel berharap kasusnya bisa diinvestigasi kembali oleh Jokowi.

"Saya yakin beliau akan turun untuk melihat fakta itu dan menginvestigasi. Idealnya begitu, saya tak yakin Presiden abai dengan fakta ini, yang hal itu akan menunjukkan potret kerja Presiden sendiri yang tak baik," kata Novel dalam arsip berita Tempo pada 15 Juni 2020.

Menurut Novel dan juga tim advokasinya, tuntutan tersebut janggal. "Saya tidak mendapatkan tambahan informasi atau apapun yang semakin membuat yakin, sehingga saya sedikit pun tidak lebih yakin," kata Novel pada 13 Juni seperti dikutip dari arsip berita Tempo.

Pengacara Novel, Muhammad Isnur, mengatakan kejanggalan pertama adalah digunakannya pasal penganiayaan oleh jaksa penuntut umum. Ronny dan Rahmat disebut melakukan penganiayaan terencana yang mengakibatkan luka berat, sebagaimana diatur dalam Pasal 353 ayat 2 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Ini sesuai dengan dakwaan subsider.

Padahal, menurut Isnur, kejadian yang menimpa Novel dapat berpotensi menimbulkan akibat yang buruk, yakni meninggal. “Sehingga, jaksa harus mendakwa dengan Pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana," ujar Isnur.

Selain itu, berdasarkan pantauan tim advokasi Novel, setidaknya terdapat tiga saksi yang mestinya bisa dihadirkan. Tiga saksi itu juga sudah pernah diperiksa, baik oleh penyidik Polri, Komnas HAM, maupun Tim Pencari Fakta (TPF) bentukan kepolisian. Namun, saksi-saksi penting ini tidak dihadirkan jaksa di persidangan.

Dalam fakta-fakta persidangan yang disampaikan oleh jaksa di berkas tuntutan pun, nihil informasi tentang sosok pemberi perintah. Anggota kuasa hukum Novel sekaligus Direktur LBH Jakarta Arif Maulana menduga jaksa sebagai pengendali penyidikan satu skenario dengan kepolisian mengusut kasus hanya sampai pelaku lapangan.

KESIMPULAN

Berdasarkan pemeriksaan fakta di atas, narasi yang ditulis oleh akun Muhammad Bahrun Najach, bahwa Novel Baswedan salahkan Presiden Jokowi terkait putusan pengadilan atas kasusnya dan menyuruhnya banding, menyesatkan. Isi berita dalam gambar tangkapan layar yang diunggah oleh akun tersebut memang berasal dari cuitan Novel di Twitter. Namun, narasi yang menyebut Novel salahkan Jokowi soal putusan pengadilan dan memintanya banding keliru. Saat ini, sidang kasus penyiraman air keras terhadap Novel masih dalam tahap tuntutan dari jaksa penuntut umum, belum masuk pada tahap putusan majelis hakim.

IKA NINGTYAS

Anda punya data/informasi berbeda, kritik atau masukan untuk artikel cek fakta ini? Kirimkan ke cekfakta@tempo.co.id