[Fakta atau Hoaks] Benarkah Virus Corona Covid-19 Tidak Kuat dengan Cuaca di Wilayah Seperti Indonesia?

Senin, 6 April 2020 17:12 WIB

[Fakta atau Hoaks] Benarkah Virus Corona Covid-19 Tidak Kuat dengan Cuaca di Wilayah Seperti Indonesia?

Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan baru-baru ini mengatakan bahwa virus Corona Covid-19 diperkirakan tidak kuat dengan kondisi cuaca Indonesia. "Dari hasil modelling, cuaca Indonesia di ekuator yang panas dan humidity tinggi maka untuk Covid-19 itu enggak kuat," kata dia dalam konferensi video pada Kamis, 2 April 2020.

Dua hari setelah Luhut menyatakan hal tersebut, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika serta mengeluarkan siaran pers tentang pengaruh antara cuaca dan penyebaran virus Corona Covid-19. Menurut siaran pers itu, kondisi cuaca dan iklim serta geografi kepulauan di Indonesia relatif lebih rendah risikonya untuk perkembangan Covid-19.

"Indonesia yang juga terletak di sekitar garis khatulistiwa dengan suhu rata-rata berkisar antara 27-30 derajat Celcius dan kelembapan udara berkisar antara 70-95 persen, dari kajian literatur, sebenarnya merupakan lingkungan yang cenderung tidak ideal untuk outbreak Covid-19," demikian penjelasan dalam siaran pers BMKG di laman resminya.

Dengan fakta bahwa tetap tersebar virus Corona Covid-19 di Indonesia sejak awal Maret 2020 lalu, BMKG menduga penyebaran tersebut lebih kuat dipengaruhi oleh faktor mobilitas manusia dan interaksi sosial ketimbang faktor cuaca.

PEMERIKSAAN FAKTA

Untuk memeriksa klaim itu, Tempo menggunakan tiga metode, yakni membandingkan kasus Covid-19 di negara tropis lainnya, membandingkan temuan BMKG dengan pernyataan organisasi-organisasi kesehatan, dan memeriksa jurnal yang digunakan oleh BMKG.

1. Belum ada penelitian final

Belum ada penelitian final yang menyimpulkan bahwa suhu yang lebih hangat akan menghambat penularan Covid-19. Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Amerika Serikat (CDC) misalnya, belum bisa memastikan apakah cuaca dan suhu mempengaruhi penyebaran virus Corona Covid-19. Masih banyak yang harus dipelajari tentang transmisibilitas, tingkat keparahan, dan faktor-faktor lain yang terkait dengan Covid-19. Penyelidikan terkait hal itu masih berlangsung.

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah menegaskan bahwa terkena paparan sinar matahari atau suhu di atas 25 derajat Celcius tidak mencegah seseorang dari infeksivirus Corona Covid-19. Menurut WHO, negara-negara yang memiliki cuaca yang panas juga melaporkan adanya kasus Covid-19.

Organisasi pemeriksa fakta AS, Full Fact, melaporkan bahwa saat ini tidak masuk akal untuk berspekulasi bahwa penyebaran virus Corona Covid-19 mengalami puncaknya di bulan-bulan yang lebih dingin, kemudian menghilang saat musim semi atau musim panas. Sesuai dengan pengalaman pada 2003 saat mewabahnya virus Corona SARS, sebagian besar pasien disembuhkan melalui intervensi kesehatan dari masyarakat, dan tidak menjadi virus musiman.

Dalam sebuah artikel yang ditulis oleh Marc Lipsitch, profesor dari Harvard T.H. Chan School of Public Health, biasanya virus baru memiliki perilaku yang berbeda dengan virus yang telah ada dalam populasi sejak lama. Virus Corona Covid-19 adalah jenis virus yang sangat baru sehingga sangat sedikit orang yang kebal terhadapnya. Artinya, ada banyak host yang rentan untuk terinfeksi dan, oleh karena itu, virus ini tidak mungkin berperilaku seperti virus musiman mapan lainnya.

2. Kasus Covid-19 di daerah tropis

Sejumlah negara tropis selain Indonesia telah melaporkan kasus Covid-19, antara lain di Singapura, Malaysia, Vietnam, Filipina, Indonesia, dan Ekuador. Hal ini menunjukkan bahwa penyebaran virus Corona Covid-19 tetap terjadi di negara-negara tropis yang memiliki temperatur lebih tinggi dibandingkan negara-negara subtropis, seperti Cina dan Eropa.

Di bawah ini, terdapat perbandingan antara jumlah kasus Covid-19 dan suhu saat terjadinya kasus di tiga negara tropis, yakni Singapura, Malaysia, dan Ekuador. Data kasus Covid-19 menggunakan grafik dari Worldometers, sedangkan data suhu diambil dari situs AccuWeather dan Weather.com.

Singapura

Data Worldometers menunjukkan kasus Covid-19 Singapura yang terjadi pada 15 Februari-6 April 2020 pukul 05.22 GMT telah mencapai 1.309 kasus dengan enam pasien meninggal. Rata-rata suhu di negara ini pada tanggal tersebut berada di atas 30 derajat celcius.

Total kasus Covid-19 di Singapura menurut Worldometers.

Data suhu di Singapura pada Maret 2020 menurut AccuWeather.

Malaysia

Malaysia mengindetifikasi kasus Covid-19 pertama pada 25 Januari 2020 dan angkanya melesat pada Maret 2020. Data Worldometers menunjukkan, hingga 6 April 2020 pukul 05.22 GMT, kasus Covid-19 di negara ini mencapai 3.662 kasus dan 61 pasien di antaranya meninggal. Penyebaran virus ini terjadi di Malaysia pada suhu di atas 30 derajat Celcius, sesuai data Weather.com.

Total kasus Covid-19 di Malaysia menurut Worldometers.

Data suhu di Malaysia pada Maret-April 2020 menurut Weather.com.

Ekuador

Ekuador merupakan sebuah negara di Amerika Tengah. Amerika Tengah memang terletak di khatulistiwa sehingga sebagian besar negaranya memiliki iklim tropis yang lembab. Sejak 18 Maret 2020, Ekuador mencatatkan kenaikan jumlah kasus Covid-19. Menurut data Worldometers, jumlah kasus Covid-19 di Ekuador hingga 6 April 2020 pukul 06.04 GMT mencapai 3.646 orang dengan 180 pasien meninggal. Suhu di Guayaquil, kota terbesar di Ekuador, di AccuWeather selama 18 Maret-5 April 2020 berada di atas 30 derajat celcius, kecuali 29 Maret dan 3 April.

Total kasus Covid-19 di Ekuador menurut Worldometers.

Data suhu Ekuador pada Maret-April 2020 menurut AccuWeather.

3. Jurnal rujukan BMKG

Di situsnya, BMKG memaparkan sejumlah rujukan mengenai adanya indikasi pengaruh cuaca dan iklim dalam mendukung penyebaran virus Corona Covid-19. Beberapa di antaranya adanya penelitian Araujo dan Naimi pada 2020, Chen et. al. (2020), Luo et. al. (2020), Poirier et. al. (2020), Sajadi et.al. (2020), Tyrrell et. al. (2020), dan Wang et. al. (2020).

Tim CekFakta Tempo pun memeriksa penelitian tersebut dan menemukan bahwa beberapa di antaranya belum melalui peer review atau penilaian sejawat. Peer review merupakan sebuah proses pemeriksaan oleh pakar lain yang memiliki keahlian di bidang penelitian yang diperiksa. Peer review bertujuan untuk membuat sebuah penelitian memenuhi standar disiplin ilmiah dan standar keilmuan.

Penelitian Miguel B. Araujo dan Babak Naimi pada 2020 berjudul “Spread of SARS-CoV-2 Coronavirus likely to be constrained by climate” yang dipublikasikan di Medrxiv belum melalui peer review. Laporan tersebut merupakan penelitian medis baru yang belum dievaluasi sehingga tidak boleh digunakan sebagai panduan praktik klinis.

Dua penelitian lainnya yang belum melalui peer review adalah penelitian oleh Luo et. al. (2020) yang berjudul “The role of absolute humidity on transmission rates of the COVID-19 outbreak” dan oleh Tyrrell et. al. (2020) yang berjudul “Preliminary evidence that higher temperatures are associated with lower incidence of COVID-19, for cases reported globally up to 29th February 2020”.

Ahli epidemiologi dan peneliti pandemi. Dicky Gunawan, dalam sebuah wawancara di MetroTV, menjelaskan bahwa sejumlah penelitian pendahuluan yang menyatakan kaitan antara cuaca dan penyebaran virus Corona SARS-CoV-2 penyebab Covid-19 belum bisa dibuktikan. Apalagi, banyak fakta yang belum mendukung teori-teori bahwa cuaca panas bisa menghambat penularan virus tersebut.

Dicky mencontohkan kasus Covid-19 yang terjadi Brasil. Di negara tropis yang terletak di Benua Amerika ini, kasus Covid-19 telah mencapai 11 ribu kasus dengan kematian sekitar 500 orang. Dalam sejarah pandemi, kata dia, tidak satu pun yang berkaitan dengan iklim. WHO pun telah mengeluarkan rekomendasi bahwa pencegahan Covid-19 tidak berkaitan dengan iklim atau suhu tertentu. “Ketika di-declare sebagai pandemi, semua negara akan berpotensi terkena,” kata Dicky pada 6 April 2020.

Menurut Dicky, dengan adanya pandemi Covid-19, banyak penelitian pendahuluan yang diterbitkan tanpa melalui peer review. Idealnya, sebuah penelitian selesai membutuhkan waktu hingga satu tahun. Karena itu, penelitian-penelitian pendahuluan tersebut membutuhkan waktu untuk dibuktikan kebenarannya. Ia menyarankan agar setiap negara lebih berfokus melakukan intervensi langsung untuk mengatasi pandemi Covid-19. “Biarlah (teori-teori) ini nanti menjadi bonus apabila benar (ada kaitan antara cuaca panas dengan penyebaran Covid-19),” kata Dicky.

KESIMPULAN

Berdasarkan pemeriksaan fakta di atas, klaim bahwa virus Corona Covid-19 tidak kuat dengan cuaca di wilayah seperti Indonesia belum bisa dibuktikan. Fakta-fakta menunjukkan bahwa kasus Covid-19 juga terjadi di sejumlah negara tropis dengan suhu lebih dari 30 derajat Celcius. Beberapa penelitian pendahuluan yang digunakan oleh BMKG juga belum melalui peer review dan belum bisa dibuktikan hingga artikel ini dimuat.

IKA NINGTYAS

Anda punya data/informasi berbeda, kritik atau masukan untuk artikel cek fakta ini? Kirimkan ke [email protected]