Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

[Fakta atau Hoaks] Benarkah Bocah yang Tubuhnya Dijahit Ini Korban Penculikan dan Organnya Telah Diambil?

Jumat, 21 Februari 2020 08:11 WIB

[Fakta atau Hoaks] Benarkah Bocah yang Tubuhnya Dijahit Ini Korban Penculikan dan Organnya Telah Diambil?

Dua video dan satu foto yang memperlihatkan seorang bocah yang meninggal dengan bekas jahitan di dada dan perutnya viral dalam beberapa pekan terakhir. Sejumlah klaim menyatakan bahwa bocah laki-laki tersebut adalah korban penculikan yang organ tubuhnya diambil.

Video pertama yang berdurasi 53 detik berisi rekaman mayat seorang bocah laki-laki yang terapung di air. Video kedua sepanjang 21 detik memperlihatkan sejumlah warga yang mengguncangkan tubuh bocah tersebut dengan posisi terbalik. Sementara foto yang viral itu menampakkan mayat seorang anak dengan jahitan mulai dari leher hingga perut.

"Korban penculikan, dikira tenggelam di sungai, jadi goyang badannya, setelah dibuka bajunya, ternyata sudah dijahit semua perutnya," demikian narasi dalam pesan berantai yang beredar di WhatsApp pada Selasa, 18 Februari 2020.

Selain di WhatsApp, unggahan video dan foto tersebut beredar di Facebook sejak 17 Februari 2020. Beberapa di antaranya adalah unggahan akun Fatma Hermawati Mungkur yang telah dibagikan lebih dari 1.700 kali, unggahan akun Angeline Liu yang telah dibagikan sebanyak 414 kali, dan unggahan akun Arif Mail yang telah dibagikan sebanyak 412 kali.

Gambar tangkapan layar unggahan akun Arif Mail (kiri) dan akun Angeline Liu (kanan) di Facebook yang memuat narasi keliru mengenai foto bocah laki-laki yang diunggahnya.

Benarkah bocah laki-laki yang dada dan perutnya dijahit itu adalah korban penculikan yang organ tubuhnya diambil?

PEMERIKSAAN FAKTA

Peristiwa yang menimpa bocah laki-laki tersebut belum pernah dilaporkan di media massa. Karena itu, Tim CekFakta Tempo melakukan penelusuran di media sosial agar konteks peristiwa yang sebenarnya bisa terungkap.

Dengan reverse image tools milik Google, Tempo menelusuri foto mayat bocah laki-laki yang viral di atas. Lewat penelusuran ini, Tempo terhubung dengan akun Twitter Mer_Maid, @EijaAbadi, yang mengunggah foto tersebut pada 24 Januari 2020. Pemilik akun ini menulis di profilnya bahwa ia berasal dari Penampang, Sabah, Malaysia.

Tempo pun mendapatkan petunjuk dari beberapa komentar di unggahan akun @EijaAbadi tersebut. Peristiwa itu disebut terjadi di belakang masjid Esbok, Tawau, Sabah, Malaysia. Kota ini berbatasan dengan Laut Sulawesi dan Kalimantan Utara. Beberapa akun menjelaskan bahwa bocah itu bukan korban penculikan, melainkan meninggal karena tenggelam. Jahitan di tubuhnya adalah hasil bedah post-mortem dari rumah sakit.

Gambar tangkapan layar cuitan akun Twitter @symrhmrh yang mengomentari unggahan foto bocah laki-laki di akun @EijaAbadi.

Tempo mencocokkan penjelasan dari beberapa akun itu dengan percakapan warga yang terdengar dari video pertama. Dialog dalam video itu memakai bahasa Melayu, Malaysia. Salah satu dialog yang terdengar dengan jelas adalah "tunggu polis". Polis merupakan sebutan bagi polisi di Malaysia. Lembaga kepolisian Malaysia misalnya, bernama Polis Diraja Malaysia.

Menurut Zam Yusa, analis konsultasi keamanan regional di Sabah, Tawau menjadi salah satu pusat komunitas campuran Indonesia dan Sabahan. "Two Malay dialects, Indonesian and Sabah, are spoken in the videos (Dua dialek Melayu, Indonesia dan Sabah, digunakan dalam video itu)," kata Yusa saat dihubungi Tempo.

Berbekal petunjuk lokasi tersebut, Tempo mengirimkan e-mail wawancara kepada Pejabat Polis Daerah Tawau pada 18 Februari 2020. Namun, hingga keesokan harinya, e-mail itu tak kunjung dijawab.

Tempo pun mengalihkan pencarian dengan membuat daftar media-media lokal di Sabah dan mengirimkan pesan, baik melalui e-mail maupun media sosial, ke dua redaksi media lokal di sana. Dengan cara ini, Tempo berhasil terhubung ke salah satu jurnalis setempat dan mendapatkan nomor kontak Kepala Polisi Tawau, Asisten Komisaris Polisi Peter Umbuas.

Menurut Peter, narasi bahwa bocah laki-laki yang meninggal itu adalah korban penculikan keliru. Bocah tersebut meninggal karena tenggelam, setelah terjatuh dari rumahnya yang terletak di atas air.

Adapun jahitan pada tubuh anak itu adalah jahitan post-mortem dari rumah sakit. Post-mortem merupakan tindakan pemeriksaan keseluruhan untuk memperoleh dan mencatat data lengkap mengenai korban dan penyebab kematiannya.

"Ini disahkan tidak betul. Gambar yang diviralkan adalah gambar selepas post-mortem," kata Peter dalam bahasa Melayu lewat pesan WhatsApp kepada Tempo, Kamis, 20 Februari 2020.

Menurut Peter, peristiwa itu terjadi pada 19 Januari 2020 di Tawau Ice Box, atau yang kini disebut dengan Kampung Titingan. Nama Ice Box (dibaca "Esbok") tersebut sama dengan yang disebut oleh warganet di kolom komentar unggahan akun Twitter @EijaAbadi.

Gambar tangkapan layar Google Maps yang menunjukkan lokasi Kampung Titian, Tawau, Sabah, Malaysia.

Di Google Maps, sejumlah rumah di Kampung Titingan memang terlihat dibangun di atas air, identik dengan yang terdapat dalam video yang viral di atas. Lokasi kampung air ini pun berada di belakang sebuah masjid, sama dengan yang disebut oleh warganet di kolom komentar unggahan akun Twitter @EijaAbadi.

KESIMPULAN

Berdasarkan pemeriksaan fakta di atas, narasi bahwa bocah laki-laki yang dada dan perutnya dijahit itu adalah korban penculikan yang organ tubuhnya diambil, keliru. Bocah itu meninggal karena tenggelam setelah terjatuh dari rumahnya yang terletak di atas air. Jahitan di tubuh bocah tersebut merupakan jahitan post-mortem. Adapun peristiwa itu tidak terjadi di Indonesia, melainkan di Kampung Titian, Tawau, Sabah, Malaysia.

IKA NINGTYAS

Anda punya data/informasi berbeda, kritik atau masukan untuk artikel cek fakta ini? Kirimkan ke cekfakta@tempo.co.id